Cerita terbelah dua...
Setelah mengalami perjalanan gurun yang cukup panjang dan monoton, di depan tim Garis Depan Neraka... akhirnya muncul pula permukiman berpenduduk.
"Dibandingkan dengan benteng gurun yang seukuran kota kecil, tempat yang didatangi Feng Bujue dan kawan-kawan mungkin hanya bisa disebut desa kecil."
Desa ini terletak di celah gunung, tebing batu yang menjulang tinggi di kedua sisi melindungi penduduk dari terik matahari dan angin, sekaligus menyembunyikan desa dari mata-mata perampok.
Gubuk-gubuk, rak batu, gua... yang terintegrasi erat dengan topografi membentuk gaya arsitektur unik di daerah ini.
Kelinci yang tinggal di sini tampak seperti penduduk yang patuh. Kebanyakan memakai pakaian kain kasar atau rajutan, dengan perbedaan signifikan dalam ukuran tubuh dibanding pedagang budak di gurun.
Bukan berarti spesies kelinci penduduk berbeda dengan perampok gurun, tapi karena mereka (kelinci) harus bekerja keras setiap hari untuk sekadar bertahan hidup, fisik mereka tentu tak sekuat para penjahat yang hidup berkecukupan dari merampok.
Dang dang dang dang dang——
"Pedagang budak datang! Cepat sembunyi!"
Saat tim Garis Depan Neraka mengendarai sepeda motor mendekati pintu masuk celah gunung, suara pukulan besi langsung bergema dari desa disertai teriakan peringatan jelas kepada penduduk.
"Kak Jue... Sepertinya kita disalahpahami..." Xiao Tan menoleh dan berkata.
"Mungkin karena kita naik sepeda motor." Jawab Feng Bujue.
“Ada kemungkinan juga anggota tim kedua Corpse Blade telah memasuki desa di depan lebih awal dan berbicara sesuatu dengan penduduk.” Xiao Ling menambahkan di samping.
“Hah?” Xiao Tan langsung terkejut setelah diingatkan, “Berarti kita mungkin akan disergap?”
“Jangan panik...” Feng Bujue berkata dengan nada santai, “Bahkan jika orang Corpse Blade benar-benar datang ke sini, paling-paling mereka hanya memfitnah kita ke penduduk. Konsep penyergapan itu jelas berlebihan... Kecuali musuh sudah tahu pasti kita akan datang ke desa ini, buat apa mereka bersembunyi seperti hantu?” Ia berhenti sejenak, “Bahkan jika mereka benar-benar tahu rencana kita dan ingin menyergap di sini...” Matinya menatap ke depan, “...masuk akalkah kita melihat 'pemandangan mengganggu rumput dan menakuti ular' seperti ini?”
“Oh...” Xiao Tan cepat menangkap maksudnya, “Benar juga...”
Saat percakapan berlangsung, mereka telah sampai di gerbang desa dimana formasi pertahanan warga telah terbentuk.
Sebuah "tembok bergerak" yang terbuat dari logam bekas, batu, dan plastik diturunkan untuk menghalangi jalan para pemain. Di permukaannya terpancang berbagai benda tajam yang terlihat cukup mengesankan.
Di balik tembok, terdapat barisan warga desa yang "lengkap dengan persenjataan", terdiri dari laki-laki dan perempuan. Senjata yang mereka bawa kebanyakan berupa tongkat kayu dan tombak buatan sendiri (biasanya hanya sebatang kayu panjang yang ujungnya diikatkan batu runcing atau kepala tombak logam), sementara perlengkapan pertahanannya berupa berbagai pelindung olahraga sederhana dan perisai buatan (seperti penutup tong sampah, penutup sumur, papan plastik, dll. Beberapa perisai terlihat jelas memiliki lubang). Beberapa orang yang membawa panah busur bisa dianggap sebagai yang paling kuat di antara kelompok (kelinci) ini, tapi tetap tidak sebanding dengan para pemain.
"Berhenti! Kalian para pedagang budak! Jangan mendekati desa kami!" Terdengar teriakan perempuan sebelum para pemain sempat menghentikan kendaraan sepenuhnya.
Feng Bujue memandang tajam, sumber suara ternyata seorang perempuan alien kelinci yang memegang panah busur, berada di tengah garis pertahanan.
"Ha..." Jue Ge tersenyum tipis, menjawab dengan nada yang cukup lembut, "Jangan salah paham, Tuan-tuan. Kami bukan pedagang budak." Ia menunjuk sepeda motor yang sedang ditungganginya, "Kendaraan ini kami rampas dari sekelompok pedagang budak."
Tak disangka, lawan langsung membalas: "Berarti kalian perampok?"
Dalam arti tertentu... logika itu memang tidak salah...
"Tidak juga~ Tidak juga~" Feng Bujue tetap mempertahankan ketenangan dan keramahannya. Meski berpuluh-puluh penghuni Planet Kelinci yang bermusuhan menatapnya dengan pedang terhunus, dia tetap santai bersikap. Sikap tenang dan santai ini... jelas merupakan bagian dari teknik negosiasinya, "Kami berempat... hanyalah pelancong yang tiba di planet terhormat ini karena kecelakaan. Karena baru saja diserang oleh pedagang budak, kami terpaksa melawan dengan kekuatan. Hasilnya, para bajingan itu bukanlah tandingan kami, meninggalkan mobil mereka dan kabur."
"Siapa yang percaya omong kosongmu ini?"
"Jangan kira kami mudah ditipu!"
"Benar! Cepat pergi sana! Jangan mendekati desa kami!"
Jelas, beberapa kalimat ini saja belum cukup untuk meyakinkan para NPC.
"Hehe..." Jue Ge tentu takkan berbalik pergi. Nyalinya cukup besar, muka cukup tebal, kekuatan juga cukup kuat. Biarkan mereka berkata apa saja... bagaimanapun dia takkan pergi, "Saudara-saudara... tidak ada alasan bagi kalian untuk meragukan perkataanku." Dia membentangkan kedua tangan, berpura-pura tulus, "Lihatlah... kami jelas bukan penduduk Planet Kelinci. Terus terang... alasan apa yang kami miliki untuk menjadi perampok di planet yang sudah tandus ini?"
Setelah kalimat ini, keriuhan warga desa mereda. Karena ucapan Feng Bujue masuk akal... meski para penduduk desa memiliki prasangka dalam terhadap orang asing, mereka tak bisa menyangkal fakta yang jelas ini.
“Tuan-tuan... Kami benar-benar tidak punya niat jahat, hanya ingin mampir ke desa kalian untuk beristirahat sebentar.” Melihat sikap lawan mulai melunak, Feng Bujue segera menyambung dengan gesit, “Jika kalian khawatir kami akan merampas makanan dan sumber air kalian, justru bisa lebih tenang...” Sambil berkata demikian, ia menundukkan kepala memberikan kode mata kepada Xiao Tan.
Xiao Tan langsung paham, dengan sigap mengeluarkan beberapa bungkus makanan ringan dari tasnya: “Benar, persediaan makanan kami sendiri sangat cukup...” Seolah teringat sesuatu, ia kemudian mengeluarkan sebotol besar air mineral dari tasnya dan mengangkatnya tinggi-tinggi, “Lihat~ Air pun kami punya.”
Begitu melihat botol air di tangan Xiao Tan, mata para Kelinci Bintang langsung memerah.
Sudah lama...sangat lama...mereka tidak melihat air yang begitu jernih dan transparan...
80% air yang digunakan warga desa sehari-hari berasal dari sumur dalam tanah yang sudah terkontaminasi dengan kadar berbeda-beda, itupun jumlahnya terbatas. Sebagian besar dipakai untuk mengairi tanaman, hanya sedikit yang bisa diminum. Sisa 20%...adalah air daur ulang yang sudah diolah, silakan bayangkan sendiri proses daur ulangnya...pokoknya air ini hanya bisa dipakai mencuci, tidak layak konsumsi.
Singkatnya...bagi warga desa yang hidup pasrah di zaman apokaliptik ini, sebotol air bersih adalah kemewahan yang jauh lebih berharga dari emas.
Xiao Tan juga tidak menyangka, bahwa tindakan spontannya justru menjadi batu pengetuk pintu bagi mereka untuk masuk ke desa...
"Kalau begitu... kalian tunggu saja..." Perempuan pemimpin geng kelinci itu terdiam beberapa detik, menelan ludah sebelum sikapnya melunak, "Aku harus meminta petunjuk 'Tetua' dulu."
