Menjelang tengah hari, di dalam rumah pohon.
"Wah~ Kamu jauh lebih hebat dari yang kubayangkan, Wang..." Xiao En menggaruk-garuk kepalanya sambil memandangi Xiao Tan, "...Sebelumnya kamu terlalu merendah, menurutku kamu ini ahli di bidang monster."
"Biasa saja..." jawab Xiao Tan dengan setengah hati.
Saat ini, dia sudah menghabiskan waktu lama mengobrol dengan dua bocah nakal Sean dan Horace ini. Tes monster yang disebut-sebut itu sebenarnya hanya kuis pengetahuan tentang monster, yang tentu sama sekali tidak menantang bagi pemain seperti Xiao Tan yang sudah lama berkecimpung di Taman Horor.
"Ngomong-ngomong... Apakah obrolanku dengan dua setan kecil ini benar-benar bisa membantu pertandingan..." Karena belum mendapatkan keuntungan konkret maupun peringatan sistem, Xiao Tan mulai meragukan apakah yang dilakukannya ini sia-sia.
"Aku benar kan, Sean!" Horace menyela, "Dengan begini Wang bisa bergabung dengan klub kita kan?"
"Tentu saja," kata Sean, "Bahkan kita bisa menjadikannya konsultan kita."
"Haha... Itu bagus sekali..." Xiao Tan tak ingin mematahkan semangat anak-anak, karena itu dia memaksakan senyum lalu berkata, "Ngomong-ngomong... Sepertinya sudah hampir tengah hari, aku..."
Tepat ketika Xiao Tan hendak kabur dengan alasan "mamah sudah memanggilku pulang untuk makan", Sean teringat sesuatu dan menyela: "Ah iya! Ada sesuatu yang ingin kutunjukkan pada kalian."
"Sambil berkata begitu, dia sudah merangkak ke sudut rumah pohon, mengobrak-abrik tumpukan barang-barang."
Melihat situasi ini, Xiao Tan menelan kembali kata-kata yang ingin diucapkannya, diam-diam mengamati perkembangan.
"Oh, ini dia." Tak lama kemudian, Sean kembali sambil membawa sebuah buku.
Itu adalah buku yang cukup tebal, sampulnya terbuat dari kulit, berwarna kuning kecoklatan, jelas terlihat sebagai barang yang sudah berumur.
"Dua hari lalu, ibuku pergi ke lelang garasi keluarga Jane Boggs dan membelikan buku ini untukku." Sean menunjukkan ekspresi misterius sambil memperlihatkan sampul buku ke depan dua 'mitra', "Lihat siapa penulisnya."
"Hmm... ini..." Xiao Tan baru saja melihat jelas tulisan di sampul.
Horace di sampingnya sudah berteriak kencang: "Astaga! Van Helsing! Dari mana keluarga Boggs mendapatkan ini?"
"Katanya ibuku, mereka menemukannya di rumah tua di Jalan Dark Creek," jawab Sean.
Xiao Tan berpikir sejenak, lalu bertanya: "Eh... bolehkah aku melihatnya?"
"Tentu saja..." Saat mengucapkan separuh kalimat ini, Sean langsung menyodorkan buku ke tangan Xiao Tan, baru kemudian melanjutkan, "...asalkan kamu bisa membacanya."
Xiao Tan menerima buku itu, menunduk melihat, lalu spontan berseru: "Bahasa Jerman?"
"Iya," Sean mengangkat bahu, "Kalau tidak, mana mungkin aku membuang buku ini di sini tanpa membacanya."
"Hmm…" Xiao Tan berpikir dalam hati, "Aku tidak paham bahasa Jerman… Dan fungsi terjemahan sistem tidak mengalihbahasakan tulisan di buku ini, ini membuktikan…"
"Sean, Horace." Xiao Tan berpikir lagi lalu bertanya, "Apakah kalian tahu siapa di sekitar sini yang mengerti bahasa Jerman?"
Sean dan Horace saling pandang. Beberapa detik kemudian, Horace menelan ludahnya dan menjawab: "Ada sih ada… Tapi orang itu…"
"Ada apa?" Xiao Tan curiga, "Orangnya tidak ramah?"
"Kami memanggilnya 'Pria Jerman Aneh'." Sean menyambung penjelasan, "Dia terlihat sekitar 60 tahun, tinggal sendirian di unit sudut barat laut komunitas. Tak pernah ada yang melihatnya keluar rumah, atau melihat kondisi dalam rumah…" Nada suaranya seperti mendeskripsikan monster, bukan manusia, "Katanya dia mata-mata Jerman, mungkin juga vampir."
"Kok menurutku ini cuma lansia asing yang tinggal sendirian…" Xiao Tan tak tahan melontarkan komentar.
"Apa katamu?" Sean dan Horace sepertinya tidak get maksud kalimat ini.
"Hehe… Bukan apa-apa." Xiao Tan cepat mengalihkan topik ke urusan resmi, "Jika kalian tidak keberatan, bagaimana kalau kita kunjungi bersama 'Pria Jerman Aneh' itu?"
……
Menjelang siang, sebuah ambulans melaju dengan mulus di jalur sempit area perkotaan.
Pengemudinya adalah pemuda berambut pirang awal dua puluhan. Ia mengenakan seragam biru dan memakai headphone sambil menyetir, mendengarkan musik yang agak berisik.
"Mungkin karena perjalanan ini hanya untuk mengangkut mayat, jadi di mobil hanya ada dia seorang."
"Dan yang saat ini terbaring di bagian belakang ambulans itu, adalah pria yang sebelumnya ditembak mati di kantor polisi, yang mengaku sebagai 'Manusia Serigala'."
"Apa-apaan ini?" Pemuda berambut pirang mengemudikan mobil ke bagian tengah jalur sempit, lalu menemukan jalan di depan terhalang sebuah mobil Ford cokelat yang terlihat sangat usang.
"Karena jalan ini relatif sempit, dengan mobil yang diparkir melintang seperti ini, praktis bisa menghalangi kendaraan dari kedua arah. Kecuali pilot mau mengambil risiko sasis rusak dengan mengemudi ke bahu jalan, tidak mungkin bisa lewat."
"Hei! Ini sedang apa sih? Kawan." Pemuda berambut pirang dengan pasrah menghentikan ambulans, menjulurkan kepala keluar jendela mobil dan meneriakkan Grooaaak ke arah mobil itu.
"Sesaat kemudian, dari jendela sisi kursi pengemudi mobil penghalang itu, muncul wajah pucat..."
……
Di sisi lain, di suatu jalan setapak rindang di kompleks perumahan.
"Musuh juga dua orang, jangan lengah..." Tanlang berjongkok di balik jalur hijau tepi jalan berkata.
"Aku tidak lengah." Pojun yang bersembunyi di balik pohon besar satu meter dari rekan timnya menjawab, "Dalam pertempuran mendadak seperti ini, bukankah menggunakan skill tembakan untuk uji cobi dulu adalah strategi teraman?"
Saat ini, di balik tembok rendah seberang jalan setapak rindang.
“Untungnya kemampuan pemain dalam quest ini dibatasi……” Xiao Ling sambil mengobati luka di lengannya bergumam, “Kalau tidak, tembakan tadi mungkin sudah merenggut nyawaku……”
“Tapi……” Ruo Yu yang berdiri di sampingnya menyambung, “…kita sudah didahului lawan. Selanjutnya kita harus mencegah mereka memperluas keuntungan.”
“Tak apa.” Xiao Ling yang sudah memulihkan lukanya menjawab penuh keyakinan dan aura mengerikan, “Aku tak percaya dia bisa mengalahkanku dalam sniper!”
……
Jalan Anxi, "Rumah Tua".
Jalan ini terletak di pinggiran kota, dikelilingi pemandangan pegunungan liar dan hutan belantara.
Bayangan pohon yang bergoyang dan rawa yang membentang bermil-mil mengelilingi "Rumah Tua", menambah kesan seram pada bangunan kuno ini.
Siang itu, sebuah mobil berwarna gelap perlahan mendekati Rumah Tua… lalu berhenti.
Tak lama, seorang pria dewasa turun dari kursi pengemudi.
Penampilannya sekitar 30-40 tahun, mengenakan jas murah yang tidak pas. Meski sudah menyisir rambut dan janggut, kesan berantakan masih terpancar dari rambut panjang dan janggut yang tak rapi.
“Ayo, Tn. F, kita sampai.” Setelah turun, Hill berbalik ke kursi belakang sambil membuka pintu untuk Jue Ge dengan sikap sangat tidak senang.
“Heh… Anda supir yang handal, Tn. Hill.” Feng Bujue tak peduli dengan sikapnya, bahkan bercanda saat turun, “Maaf tak ada tip untukmu.”
"Hmph... Itu benar-benar disayangkan." Hill menyunggingkan senyum palsu, membalas canda provokatif Jue Ge dengan sarkasme.
"Baiklah..." Setelah turun dari mobil dan berdiri tegak, Feng Bujue segera memberi perintah pada Hill, "Mari kita lanjutkan." Sambil berkata demikian, ia menunjuk ke arah rumah tua berjarak belasan meter.
"Apa maksudmu datang ke tempat ini?" Hill melirik ke arah bangunan itu, lalu bergumam dengan nada curiga, "Rumah ini sudah ditinggalkan bertahun-tahun. Ada kabar angin tentang aktivitas hantu di dalamnya."
"Hehe... Aktivitas hantu." Feng Bujue mengulangi frasa tersebut sambil tertawa, "Izinkan saya memberi pelajaran lagi, Tuan Hill..." Sambil berbicara, ia sudah berjalan mendahului Hill dan memberi isyarat tangan agar yang bersangkutan mengikuti, "Setiap rumah yang diklaim 'berhantu' biasanya memiliki salah satu dari dua ciri berikut - pertama, memang ada hantu di dalamnya; kedua, tersimpan rahasia besar sehingga perlu disebarkan rumor 'kehantuan' agar orang menjauhi tempat ini."
"Maksudmu..." Hill menyela, "Rumah ini termasuk kategori kedua?"
"Nah..." Feng Bujue menoleh sambil mengangkat bahu, "Ha... Sebenarnya menurut penilaian pribadi saya... rumah yang kita hadapi ini termasuk kedua kategori sekaligus."
"Kalau begitu kau masuk sendiri saja, aku tunggu di sini." Hill segera menyahut.
“Tiram.” Sebelum lawan selesai bicara, Feng Bujue tiba-tiba melontarkan kata aneh dari mulutnya.
"Aaaa——" Reaksi Hill mendengar kata ini hampir sama seperti saat mendengar "umbi talas".
Disertai teriakan kesakitan, tubuh Hill mulai menggelepar dari bagian kutang. Efeknya menyebar ke seluruh tubuh kurang dari dua detik. Dalam dua detik itu, dia sudah terjatuh karena kesakitan.
"Me... Mengapa... bilang tiram..." Setelah napasnya pulih, Hill ingin menuntut penjelasan Feng Bujue. Tapi saat kata-kata hendak meluncur, dia menyadari... lebih baik tidak menyebut kata "tiram".
"Ha... Apa kau pikir aku hanya mengatur satu kata kunci?" kata Feng Bujue. "Chip ini punya database luas... Masih ada lebih dari empat puluh kata benda yang bisa membuatmu merasakan surga dan neraka."
"Kau benar-benar iblis!" Hill berteriak marah dan tidak rela pada Jue Ge.
"Terserah penilaianmu." Feng Bujue menjawab acuh, kemudian menjentikkan jari dan menunjuk pintu depan. "Sekarang, jika tak ingin tahu dialog apa lagi yang akan menyiksamu, silakan buka pintu ini."
Menghadapi ancaman telanjang ini, Hill hanya bisa cepat-cepat bangkit dari lantai, membersihkan debu di bajunya, lalu berjalan menuju pintu rumah tua.
“Setelah urusan ini selesai, kuharap kau bisa menepati janji...mengeluarkan chip sialan ini.” Hill bergumam saat berjalan mendekati Feng Bujue.
“Tenang saja, benda itu jauh lebih berharga daripada nyawamu.” Jue Ge mengatakan fakta pahit ini dengan nada mengejek yang melekat secara alami.
Gulugulu——Gulugulu——
Hill yang sudah sampai di depan pintu memutar gagang pintu dengan keras beberapa kali, lalu menoleh ke Jue Ge: “Terkunci.”
“Terus kenapa?” Feng Bujue bertanya, “Apa aku harus mengajarimu cara membobol rumah juga?”
Pertanyaannya ini muncul karena...saat mencuri mobil (jelas, kendaraan yang ditumpangi Feng Bujue dan Hill adalah hasil curian) sebelumnya, Hill menunjukkan berbagai kualitas orang awam, dan akhirnya harus dibimbing step-by-step oleh Feng Bujue.
“Aku kan tidak bisa membuka kunci!” Teriak Hill menanggapi kalimat retoris Jue Ge, “Mau kau apalagi? Menghancurkan pintunya?”
“Boleh dicoba.” Sahut Feng Bujue seketika.
“Aku...” Hill hendak membalas, tapi segera menangkap ekspresi tidak sabar di wajah Jue Ge yang masih menatapnya dengan tatapan ikan mati, “Baik! Aku coba, jangan kau main-main!”
Rasa sakit dari chip ini...jelas lebih tak tertahankan daripada bahu terlepas atau tulang patah, sehingga Hill terpaksa menuruti perintahnya.
Dor——
Benturan pertama menghasilkan suara gedebuk pada daun pintu.
Dor dor——Dor dor dor……
Kemudian serangkaian suara berturut-turut terdengar, merekam frekuensi serangan Hill terhadap pintu.
Setelah sekitar belasan kali benturan, akhirnya...
Suara "Kreek" terdengar, di posisi bahu Hill tepat membentuk sebuah lubang kecil akibat benturan.
"Lihat, hal semacam ini... Bagaimana kau tahu akan gagal tanpa mencoba?" Feng Bujue berbicara dengan nada seorang mentor kehidupan yang sedang membimbing murid.
Hill mendengus dingin, tidak menanggapi. Diam-diam ia memasukkan tangannya ke lubang yang dibuatnya sendiri, lalu menekuk lengan untuk membuka kunci pintu dari dalam.
Beberapa detik kemudian, pintu "Rumah Tua" itu... akhirnya terbuka.
Saat pintu terbuka, tekanan misterius yang suram dan tak terdefinisikan mengalir keluar, membuat Hill mundur beberapa langkah secara instingtif.
"Kau yakin mau masuk?" Hill pertama kali merasakan rasa takut seperti dikepung kegelapan di siang bolong, keinginannya untuk mundur sangat kuat.
"Masak sih? Lalu untuk apa aku datang ke sini?" Feng Bujue justru terlihat tenang. Sambil bicara, ia mengeluarkan 【Pelontar Anti-Gravitasi Komposit】 dari tasnya dan menyalakan lampu eksplorasi, "Mengingat pencahayaan dalam rumah ini sangat buruk... Nanti saat kau memimpin jalan di depan, aku akan menyorotkan lampu untukmu, santai saja."
Mendengar dua kata "menjelajahi jalan", punggung Hill langsung merinding. Ia menelan ludah, menoleh ke Jue Ge, dan bertanya gemetar, "Kamu yakin butuh aku untuk memimpin jalan? Maksudku..." Matanya memandang Jue Ge dengan tatapan memohon, "...Aku rasa kamu sendiri sebenarnya bisa menangani ini dengan baik..."
"Benar, aku bisa." Feng Bujue menjawab dingin, "Tapi kalau ada umpan meriam yang tersedia, kenapa tidak digunakan?"
Chapter 923 Tim Khusus Penakluk Siluman (Tujuh)
Pukul satu siang, Xiao Tan bersama dua NPC tiba di depan sebuah rumah besar di sudut barat laut kompleks.
Tiga anak ini berjalan berdampingan sampai di pagar rumah itu, lalu berhenti.
"Baiklah... Kurasa kita memang tidak bisa menemukan orang lain untuk menerjemahkan buku ini..." Sean berkata pada Xiao Tan.
"Tapi... Seseorang harus mengetuk pintu, kan?" Horace melirik ke arah Xiao Tan sambil berkata.
"Jangan khawatir, aku yang akan pergi." Xiao Tan setuju dengan murah hati. Sebagai orang dewasa, dia tidak akan takut pada tetangga asing hanya karena prasangka kaku seperti anak-anak ini.
"Kamu harus berpikir matang-matang... Wang, dia sangat menyeramkan..." Horace berusaha terlihat serius sambil mengingatkan, "Dia orang Jerman, mungkin sama sekali tidak bisa berbahasa Inggris."
"Hmm..." Sean berpikir sejenak lalu menambahkan, "Haruskah kita cari dulu cara bilang 'tolong jangan bunuh kami' dalam bahasa Jerman?"
“Bitte toten sie Mich nicht.” Detik berikutnya, tiba-tiba suara terdengar dari samping mereka, mengucapkan kalimat ini dengan bahasa Jerman yang fasih.
Ketiga orang itu tertegun sejenak, lalu serempak menoleh ke sumber suara.
Yang muncul dalam penglihatan mereka... adalah seorang kakek berbaju kotak-kotak merah dan jaket wol abu-abu.
Sepuluh menit kemudian, di dalam ruangan...
"Anak-anak muda, waktu kita tidak banyak." Pria Jerman aneh itu memegang pisau tajam, berdiri membelakangi cahaya di depan sofa dengan ekspresi serius, "Ini kesempatan terakhir kalian hari ini..." Sambil berkata demikian, dia membungkuk dan membelah sebuah pai buah di meja kopi, "...untuk mencicipi pai hangat buatan tangan saya sendiri."
Sambil berbicara, dia menyodorkan sepotong pai yang sudah dipotong ke seberang meja kopi.
Saat ini, Xiao Tan, Horace, dan Sean telah duduk berjajar di sofa. Horace dengan wajah bahagia menerima pai dari kakek itu, bahkan menoleh melihat kedua orang di sampingnya seolah berkata: "Tak menyangka kita bisa dapat kejutan seperti ini."
"Baik, kita harus melanjutkan bacaan di bagian mana ya." Setelah selesai memotong pai, pria Jerman aneh itu kembali ke kursinya dan mengenakan kacamata baca. Menghadap ke anak-anak sambil mengambil buku, dia berkata: "Oh, di sini... Jimat pelindung ini tidak terlalu besar, terukir mantra-mantra misterius..." Saat menerjemahkan sampai sini, dia seperti menemukan sesuatu dan langsung memutar buku menghadap ke Xiao Tan dan kawan-kawan, "...bentuknya cukup aneh bukan?"
"Xiao Tan memandang tajam dan melihat gambar sketsa tangan di halaman buku. Pola tersebut secara keseluruhan... adalah dua ekor naga mini (bentuknya mirip naga mitologi Barat, bukan naga Oriental) yang sedang merangkul batu raksasa oval berkilau aneh, satu di kiri-kanan dengan ketinggian berbeda."
"Tentu saja... Jika Feng Bujue yang mengamati, dia mungkin akan melihat bahwa Van Helsing menggunakan pena bulu bukan pulpen saat menggambar, dan menyimpulkan dari bekas tinta bahwa si pembuat gambar sedang terburu-buru; Dia mungkin juga bisa menyimpulkan penampilan asli jimat pelindung dari gambar yang kurang rapi ini. Tapi... saat ini Jue Ge tidak ada di sini, dan tak ada yang peduli dengan detail-detail ini."
"Inikah jimat pelindungnya?" Xiao Tan bertanya sambil menatap pola itu.
"Kurasa begitu," jawab pria Jerman aneh itu.
"Hei, teman-teman..." Horace berbisik dengan nada bersemangat kepada dua 'mitra' di sampingnya, "Pria Jerman aneh itu benar-benar hebat."
Orang tua yang dijuluki pria Jerman aneh itu melirik anak-anak dengan ekspresi, "Namaku Leonardo Simino."
"Err... Tuan Simino," Sean bertanya, "Bisakah Anda menjelaskan lebih detail tentang bagian 'keseimbangan' itu? Saya tidak mengerti."
“Hmph.” Simino menjawab, “Menurut buku ini… Kekuatan kebaikan dan kejahatan akan terus bergulat dan saling berganti. Setiap seratus tahun, pada titik waktu tertentu, kedua kekuatan ini akan mencapai keseimbangan sempurna.” Dia berhenti selama dua detik, “Sedangkan jimat pelindung yang kita bicarakan tadi, yang mengumpulkan 'kekuatan kebaikan', adalah artefak suci penangkal kejahatan. Tidak hanya bisa menahan yang jahat, tapi juga… 'tak dapat dihancurkan'.” Jarinya menunjuk halaman buku, “Di sini… menggunakan kata indestructible, ada garis bawahnya.”
Sambil berkata demikian, dia membalik halaman dan melanjutkan: “Dan pada setiap 'Malam Kebangkitan Kembali' yang terjadi seabad sekali, ketika lonceng tengah malam berdentang, jimat pelindung akan menjadi sangat rapuh. Dalam periode ini, ia akan memasuki status 'dapat dihancurkan'.”
“Apa yang terjadi jika jimat itu hancur?” Sean bertanya.
“Maka keseimbangan antara kebaikan dan kejahatan akan runtuh.” Jawab Simino, “Kejahatan… akan menjadi tatanan baru dunia ini.” Matanya menyapu pandang ke arah anak-anak, “Tapi menurut teman kita Tuan Van Helsing… bahkan di Malam Kebangkitan Kembali, setidaknya masih ada satu cara untuk menghentikan faksi kegelapan…”
“Apa itu?” Xiao Tan buru-buru mengejar.
“Jika ada yang bisa merebut jimat pelindung sebelum kekuatan kegelapan, mereka bisa membuka Gerbang Abyss melalui ritual... ritual yang hanya bisa dilakukan sekali setiap seratus tahun.” Simino menjawab, “Itu seperti pusaran yang mengerikan, puting beliung yang ganas... yang bisa melahap kekuatan jahat dan segala sesuatu di sekitarnya... demi mempertahankan perdamaian selama satu abad penuh.”
Xiao Tan dan dua anak dari Klub Monster menyimak cerita Simino dengan penuh perhatian, bahkan Horace meletakkan pai di tangannya.
“Apakah dia menggambarkan proses ritualnya?” Xiao Tan segera bertanya lagi.
“Ada, dan sangat detail.” Simino menjawab, “‘Buku harian’ ini berlanjut hingga hari terakhir pertarungannya melawan kekuatan kegelapan. Yang menarik... menurut penanggalan, kurang dari dua belas jam lagi—tepatnya tengah malam nanti—kita akan mencapai persis seratus tahun sejak hari itu.”
……
Pukul 1:40 sore, pinggiran kota.
Entah bagaimana struktur planet yang mirip Amerika era 80-an ini, di area yang tidak terlalu jauh dari kota ternyata terdapat rawa diselimuti kabut pekat. Meski jarak tempuh dari pusat kota hanya tiga puluh menit, topografi di sini nyaris setara dengan hutan perawan.
“Sudah dekat, kau bisa mencium baunya kan?” Drakula berjalan dengan langkah elegannya yang tak terburu-buru, menyusuri tanah berlumpur ini.
“Ah? Ah——” Seorang manusia serigala yang mengenakan jaket compang-camping dan jeans mengikuti di belakang Dracula, menjawab dengan auman yang tidak sepenuhnya seperti serigala maupun gorila.
Fu——fu——
Begitu percakapan mereka usai, suara sesuatu yang sedang diseret terdengar dari kejauhan.
Dracula dan manusia serigala menoleh, melihat...sebuah mumi.
“Ha...” Dracula tersenyum tanpa mengucapkan apa-apa.
Ia tahu tak ada gunanya berbicara dengan mumi itu—jenazah kering itu jelas tidak pandai berkomunikasi.
Bagaimanapun, mumi dan manusia serigala seolah telah menerima peran sebagai "pengikut", dengan wajar mengikuti Dracula yang tak menghiraukan sambil memimpin keduanya.
Setelah berjalan beberapa saat, mereka tiba di tepian rawa berlumpur yang gelap dan luas.
“Di sinilah tempatnya.” Dracula berdiri kokoh di tepi rawa, bergumam dalam.
Sepeninggal ucapannya, kesunyian turun.
Beberapa saat kemudian, di tengah rawa itu...gelembung lumpur mulai bermunculan bagai air mendidih.
Sssrr——sssrr——
Beberapa detik berlalu. Diiringi suara langkah kaki berirama aneh, sebuah peti kayu besar berbentuk persegi panjang muncul dari permukaan lumpur.
Kemudian, bayangan manusia yang seluruh tubuhnya tertutup lumpur pun muncul.
"Bayangan" ini mengangkat tinggi-tinggi peti itu, melangkah keluar dari dasar rawa.
Setelah naik ke darat, lumpur dan air di tubuhnya segera menghilang, memperlihatkan wujud aslinya.
Secara keseluruhan... dia adalah siluman ikan (berdasarkan kredit akhir film "The Monster Squad", makhluk ini bernama gillman, menurut saya bisa diterjemahkan sebagai "manusia insang"). Wajahnya seperti perpaduan Benbo'erba dan Babo'erben (dua siluman kecil dari "Journey to the West"), postur tubuhnya mirip manusia dengan otot dada dan perut yang menonjol; tangan dan kakinya memiliki selaput dan cakar, seluruh tubuhnya diselubungi kulit seperti buaya.
Monster ini jelas-jelas menunjukkan kekurangan kecerdasan hanya dari penampilannya. Setelah mengangkut peti besar ke darat, dia diam-diam memandang Dracula sambil menunggu perintah sang Bos.
Tiba-tiba, gemuruh guntur samar terdengar dari langit di atas kabut tebal itu.
Dracula kembali berjongkok penuh perasaan di samping peti besar itu, lalu menyodorkan tongkatnya ke Mumi yang berdiri di samping belakangnya.
"Aku sudah menunggu terlalu lama..." Dracula mengulurkan tangannya perlahan membuka tutup peti, "...terlalu lama..."
Melihat sikap Pangeran ini, sembilan dari sepuluh orang akan menduga... di dalam peti itu terbaring kekasih lamanya.
Namun setelah tutup peti terbuka, yang terlihat justru pria berotot tinggi besar.
Dibandingkan tiga monster lainnya, makhluk di dalam peti ini cukup terkenal - Frankenstein (si manusia buatan sains).
“Tongkat.” Dracula menatap Frankenstein selama beberapa detik, lalu berpaling dan berkata pada Mumi.
Mumi segera mengulurkan tongkat di tangannya, meletakkan kepala tongkat di depan tubuh Dracula.
Kepala tongkat ini berbentuk ukiran kelelawar tembaga seukuran apel, dengan detail yang sangat hidup.
Tanpa melihat sekalipun, Dracula dengan mahir menarik kedua "telinga kelelawar" di kepala tongkat menggunakan kedua tangannya, lalu menempelkannya di kedua telinga Frankenstein.
Entah siapa yang mendesainnya... Setelah kedua komponen ini ditarik, muncul dua kabel tembaga tipis panjang, dan "telinga kelelawar" itu sendiri bisa berfungsi sebagai penjepit.
“Bangunlah... Sahabat lamaku.” Setelah selesai, Dracula mengambil tongkat itu dan berdiri dengan wajah bersemangat, berujar, "Era kita telah tiba!"
Usai berkata demikian, ia menegakkan ujung tongkatnya tinggi-tinggi. Setelah menekan suatu mekanisme di badan tongkat, ujungnya tiba-tiba mengeluarkan batang logam yang berubah menjadi penangkal petir tegak yang aneh...
……
Di sisi lain, di dalam selokan komunitas.
Pertarungan empat lawan empat antara Garis Depan Neraka dan Blade telah berpindah dari atas tanah ke bawah tanah.
Dari pertempuran sniper jarak jauh di seberang jalan, berubah menjadi perang serangan mendadak dalam lingkungan khusus.
"Apakah ini jebakan lagi..." Setelah mengalami ledakan terarah skala kecil yang keenam, nilai kelangsungan hidup Tanlang akhirnya turun di bawah 20%. Untuk mengantisipasi kemungkinan terburuk, dia terpaksa meminum sebotol suplemen health point dosis besar.
"Setiap jebakan ditempatkan dengan bentuk yang berbeda-beda..." Tanlang berpikir dalam hati, "Aku tahu... Garis Depan Neraka tidak hanya memiliki Feng Bujue sebagai strategis... Tapi bisa mencapai tingkat seperti ini, benar-benar mengagumkan..."
"Hei... Kamu sudah kena enam kali, benar-benar tidak apa-apa?" Pojun yang mengikuti di belakang rekan tim sekitar belasan meter bertanya dengan khawatir, "Bagaimana kalau gantian aku yang jalan di depan?"
"Jangan bercanda." Tanlang menjawab, "Kalau kamu yang depan, bukan enam kali kena... Mungkin sudah mati enam kali."
"Berani sekali kamu bicara." Pojun mencibir, menjawab dengan nada tidak mengiyakan.
"Aku serius..." Tanlang menjawab dengan ekspresi serius, "Aku terus menjaga konsentrasi tinggi selama berjalan, ditambah dengan peralatan khusus dan skill spesialisasi medis level S yang menyokong, kalau tidak aku sudah mati beberapa kali."
"Oh? Hanya beberapa jebakan saja sudah serumit ini?" Pojun heran.
"Dalam kondisi normal mungkin tidak separah ini, tapi jangan lupa..." Tanlang melanjutkan, "...tubuh kita sudah menyusut. Dalam kondisi ini, peralatan dan hasil spesialisasi summoning akan memberikan efek lebih besar." Dia berhenti sejenak, "Dan contoh paling khas adalah... bahan peledak."
“Kalau bicara bahan peledak, aku juga punya.” Pojun melanjutkan, “Mengingat pihak pengejar justru dirugikan, kenapa kita harus mengambil inisiatif menyerang? Kita bisa meniru mereka, memasang jebakan dan melakukan manuver di sepanjang jalan...”
“Lalu keuntungan yang sudah kita raih di atas tanah sebelumnya jadi sia-sia dong?” Tanlang membalas, “Susah payah mengendalikan situasi dengan serangan pertama, memaksa mereka kabur ke bawah tanah... Kalau berhenti mengejar dan membiarkan mereka kabur dengan selamat, bukankah semua usaha kita sia-sia?”
“Tenang dulu...” Pojun memang pria yang dianggap Bujue, dalam situasi ini justru pertimbangannya lebih rasional dibanding Tanlang si strategis, “...Mungkin lawan sengaja memanfaatkan psikologimu untuk memancing terus mengejar... lalu memperbesar kerugian kita...”
Setelah diingatkan Leader, Tanlang pun tersadar: “Tunggu... Kau benar...” Wajahnya berubah, “Sepertinya tanpa sadar aku terjebak dalam pola pikir seperti penjudi...”
Pola pikir penjudi terdiri dari banyak unsur, dua yang paling khas adalah: Pertama, kemenangan kecil tidak dianggap menang, tidak untung banyak sama dengan rugi; Kedua, semakin rugi semakin menambah tawaran, agar modal bisa kembali.
“Benar! Tidak boleh terus mengejar...” Saat itu, gambar-gambar berkelebat di pikiran Tanlang, ia buru-buru berkata pada Pojun, “Bukan karena aku jenius, tapi jebakan peledak itu... cuma trik pengalih perhatian! Tujuan sebenarnya lawan adalah...”
Boom——
Pada detik itu.
Ledakan keras menyela ucapannya.
Guncangan hebat mengganggu langkah mereka.
Namun terlihat...
