Waktu sedikit mundur ke belakang, mari kita tinjau apa yang terjadi sebelum Meng Jingchan menghubungi Feng Bujue...
Saat Kak Zen menelepon ke rumah Guixiao, kira-kira pukul 11:20, ibu Guixiao kebetulan sedang di rumah. Setelah berkomunikasi, kedua pihak menyadari bahwa Guixiao telah meninggalkan perusahaan sejak pukul tujuh pagi, namun hingga saat ini belum pulang dan belum menghubungi keluarga.
Jika ini terjadi di hari biasa, mungkin mereka tidak akan terlalu paranoid.
Guixiao toh sudah berusia Tujuh Belas tahun, lagi pula dia anak laki-laki. Umumnya orang tidak akan langsung berpikir tentang penculikan. Bahkan keluarganya menduga... mungkin anak ini kehilangan ponsel dan pergi melapor sendiri.
Tapi hari ini bukan hari biasa... melainkan hari pelaksanaan lomba krusial.
Meng Jingchan... bisa merasakan sesuatu yang tidak beres dari kejadian ini.
Dari kebiasaan "Si Hisap-Minum-Bakar" Kak Zen dan slogan "Jangan lihat penampilanku sekarang, dulu aku juga pernah..." kita bisa tahu ini pemuda yang berpengalaman di masyarakat...
Untuk berjaga-jaga, dia khusus menemui jajaran pimpinan Studio Order untuk melaporkan hal ini...
Pemain bintang kan, perkataannya punya bobot. Apalagi... kecurigaannya memang masuk akal.
Pimpinan Order juga cepat menyadari keseriusan situasi. Suasana mencekam ini semakin menjadi seiring berjalannya waktu...
Hingga pukul dua siang, Guixiao masih belum bisa dihubungi. Kini keluarganya tentu menyadari keanehan ini, dan tiba-tiba menjadi yang paling panik.
Akhirnya, mereka melapor ke polisi.
Kak Zen tidak hanya rekan kerja Guixiao, tapi juga salah satu orang terakhir yang melakukan kontak dengannya. Hubungan pribadi mereka terbilang cukup baik.
Oleh karena itu, Meng Jingchan secara sukarela datang ke kantor polisi untuk membantu investigasi.
Sayangnya, perkembangan kasus ini jauh dari yang dibayangkan...
Bukan berarti...begitu kamu melapor ke kantor polisi, langsung satu tim polisi akan menyambar kasusmu untuk pengumpulan bukti dan investigasi, lalu menyelesaikannya dalam beberapa jam.
Hanya kasus perampokan atau pembunuhan dengan kekerasan berat yang mendapat perlakuan seperti itu.
Sedangkan untuk kasus pencurian biasa (terutama dengan kerugian tidak terlalu besar), dan kasus orang hilang jenis ini (bukan anak-anak, laki-laki, hilang kurang dari sehari), ceritanya sudah berbeda.
Tahukah berapa banyak kasus pencurian kecil terjadi setiap tahun...tidak...setiap hari? Beberapa korban bahkan tidak melapor karena mereka tahu sekalipun melapor, barangnya 80-90% tidak akan kembali.
Untuk populasi orang hilang setiap tahunnya...begini...jumlah orang dewasa yang hilang di negara kita setiap tahun mungkin sama banyaknya dengan ponsel yang hilang.
Singkatnya...untuk kasus jenis ini, saat melapor biasanya hanya dilakukan wawancara dan pendaftaran, lalu...menunggu.
Berapa lama? Itu tidak pasti...
Tentu saja, investigasi tetap akan dilakukan secara normal, hanya saja personel terbatas dan efisiensi tidak terlalu tinggi. Apa? Kamu ingin mereka membentuk tim khusus untuk kasusmu, mengerahkan dua tim secara bergiliran untuk meninjau rekaman, turun lapangan, menganalisis kasus? Bisa saja...asal kamu kenal Kepala Polisi, atau minimal kepala unit...
Seperti disebutkan sebelumnya, kedua orang tua Ma Junxiao adalah pekerja kelas menengah, untuk lebih sederhananya - rakyat biasa. Tidak punya hak suara apalagi hak istimewa. Dirinya sendiri juga bukan orang penting, kalau mau dibilang figur publik... gelar "pemain bintang" seperti ini di mata Departemen Kepolisian paling setara dengan aktor tingkat dua-tiga.
Dengan semua pertimbangan di atas, progres investigasi sangat lambat. Melapor saja harus antre 20 menit; setelah antre hanya ada satu polisi yang melayani. Setelah orang tua Guixiao dan Kak Zen selesai menjelaskan situasi, hampir pukul tiga setengah, baru polisi bersiap memeriksa rekaman CCTV di sekitar gedung Order Studio.
Melihat ini, Kak Zen juga tak bisa berbuat banyak. Mari kita coba pakai koneksi... Dia pun menghubungi manajemen perusahaan. Atasan langsung merespons, "Pakai koneksi? Tenang, koneksi... kita punya." Di dunia ini, mulai dari pengusaha kelas kakap sampai preman jalanan, yang bisa mencapai puncak industri pasti punya jaringan... alias "koneksi". Pentingnya Guixiao untuk kompetisi sudah jelas, ini menyangkut langsung kepentingan studio. Sekalipun dia dianggap sebagai "aset", penggunaan koneksi tetap sepadan.
Hasilnya, kurang dari 10 menit setelah telepon Meng Jingchan, tim khusus... langsung dibentuk.
Di zaman sekarang, asal punya koneksi di atas, semua urusan lancar. Kekurangan personel? Suruh polisi yang sedang libur kerja lembur! Fungsi HP 24 jam siap sedia buat apa? Untuk melayani rakyat!
Setelah empat poin, proses investigasi berkembang pesat. Unit kerja mengerahkan tujuh delapan orang untuk menonton rekaman monitor, rute sebelum menghilang segera terlacak; lima mobil polisi dikerahkan ke lapangan, melakukan interogasi saksi mata sepanjang rute pulang kerja Guixiao.
Dengan strategi menghajar dua kali lipat, polisi segera mempersempit perkiraan waktu hilangnya korban, mengidentifikasi sebuah mobil van putih dan tiga tersangka. Kasus ini hampir dipastikan sebagai insiden penculikan.
Namun... tepat saat Kak Zen mulai sedikit lega dan ingin menyelinap ke ruang terpisah kamar mandi untuk BAB sambil merokok... sesuatu yang membuat bulu kuduknya merinding terjadi.
Kebetulan yang satu ini benar-benar bertumpuk-tumpuk...
Kak Zen punya kebiasaan berjongkok saat di toilet. Karena kamar mandi yang ditujunya menggunakan toilet duduk, pria ini dengan seenaknya berjongkok di tepi kloset.
Baru saja stabil posisi jongkoknya dan bersiap menyalakan rokok, terdengar suara dari luar ruang terpisah. Sepertinya seseorang memasuki kamar mandi.
Pria ini sudah melakukan panggilan telepon via ponsel sejak masuk. Dengan suara berbisik ia berkata: "Kenapa sekarang? Aku sedang di kantor polisi... Tidak nyaman bicara..." Sambil berbicara, ia mengunci pintu kamar mandi dari dalam.
Setelah mengunci, ia menyamping beberapa langkah, mengintip satu per satu ruang terpisah dari celah bawah pintu untuk memastikan tidak ada orang...
Mungkin karena merasa bersalah seperti pencuri, pria ini secara instingtif memegang ponsel dengan satu tangan sambil menutupi mulutnya dengan tangan satunya. Hal ini membuatnya tak bisa memutar gagang pintu ruang terpisah... Pintu tak bisa dibuka tanpa memutar gagangnya... Karena tak bisa membuka pintu, akhirnya ia mengintip dari bawah...
Sementara Kak Zen... berjongkok di toilet, sehingga kakinya tak terlihat dari luar.
Karena kesalahan takdir, Meng Jingchan pun berhasil memulai penyadapannya...
"Sudah... Tak ada orang di sekitar, bicaralah..." Setelah memeriksa, pria itu berdiri di wastafel dan sedikit menaikkan volume suaranya.
Dari beberapa kalimat pertama pria itu, awalnya Meng Jingchan mengira ini adalah telepon dari selingkuhan.
Tapi... setelah mendengar tiga puluh detik, Kak Zen terkejut.
Pria di luar ruangan itu bernama Zheng, Wakil Kepala Polisi di kantor cabang ini. Si penelepon misterius... sedang menginstruksikannya untuk mengulur investigasi.
Dari nada bicara Wakil Zheng, jelas bahwa dia pernah menerima suap atau memiliki aib yang dipegang orang... Intinya dia tampaknya akan menuruti perintah itu.
Lagipula, mengulur-ulur investigasi tidak terlalu sulit dilakukan, dan risikonya... juga kecil. Perilaku seperti ini sulit dibuktikan setelahnya... Apa definisi "penguluran"? Bisa juga disebut kehati-hatian berlebihan yang menyebabkan keterlambatan. Bagaimana membedakannya dengan sengaja? Bahkan jika akhirnya menimbulkan konsekuensi buruk, apa bukti bahwa "penguluran" ini disengaja?
Sekitar dua menit kemudian, telepon Wakil Zheng berakhir.
"Sedangkan Kak Zen di dalam ruang terpisah... Setengah menurunkan celananya, kedua kakinya menginjak tepi toilet, setengah jongkok, satu tangan memegang rokok, tangan lain menggenggam korek api... Mempertahankan posisi ini tanpa berani menarik napas sedikitpun."
"Bukan hanya kecanduan rokok, bahkan keinginan untuk BAB pun berhasil ditahannya..."
"Setelah Wakil Kepala Polisi Zheng menutup telepon, ia sempat mencuci tangan di wastafel, bercermin sebentar, lalu berbalik..."
"Hmm..." Mungkin karena pengalaman bertahun-tahun di bidang penyelidikan kriminal, atau mungkin karena sifat paranoidnya, tiba-tiba ia ingin membuka semua pintu ruang terpisah untuk memastikan sekali lagi..."
"Klik—"
"Dengan cepat, ia membuka pintu ruang terpisah sebelah Kak Zen, melirik ke dalam."
"Kosong..."
"Lalu, suara langkah kakinya bergerak mendekati pintu ruang terpisah tempat Kak Zen bersembunyi..."
"Pada detik itu, jantung Meng Jingchan hampir melompat ke tenggorokan. Satu-satunya ide yang terlintas adalah... berpura-pura menjadi tuna rungu bisu untuk sementara menghindari situasi ini..."
"PANG PANG PANG—"
"Tepat ketika Wakil Kepala Polisi Zheng hendak membuka pintu kedua ini, pintu utama kamar mandi tiba-tiba diketok orang."
"Hei! Siapa di dalam! Buka pintunya!" Terdengar suara pria dari luar. "Siapa yang mengunci pintu kamar mandi? Cepat buka!"
"Dari nadanya terdengar sangat terburu-buru..."
"Mendengar itu, Wakil Kepala Polisi Zheng mencibir, lalu bergegas mendekat dan membuka pintu kamar mandi."
"Minggir-minggir……" Orang yang masuk bukan polisi, juga tidak mengenal wakil kepala polisi di hadapannya. Pria ini tanpa basa-basi mendorong Wakil Kepala Zheng, langsung menuju bilik pertama. Saat mengunci pintu bilik, ia masih bergumam kesal, "Toilet umum dikunci! Dasar brengsek!"
Tak lama kemudian, suara gemuruh bagai halilintar bergema dari dalam bilik, disertai aroma yang membuat orang ingin mati.
"Haa——" Beberapa detik kemudian, suara lega keluar dari mulut Saudara Kebajikan itu.
Erangannya belum reda, Wakil Kepala Zheng sudah menutup hidung dan kabur jauh dari kamar mandi……
Berkat bantuan "Kak Darurat Tiga" ini, Meng Jingchan pun…… berhasil lolos dari bahaya.
……
Kembali ke waktu sekarang, di aula tunggu kantor polisi.
Sudah hampir empat puluh menit sejak kedatangan Feng Bujue dan kawan-kawan. Selama itu, Meng Jingchan menceritakan pengalaman dan informasi yang ia ketahui, lalu mengajak Jue Ge dan Xiao Tan menyapa orang tua Guixiao dengan memperkenalkan mereka sebagai "teman Xiao Xiao".
Setelahnya, Feng Bujue pergi sendiri untuk melakukan beberapa panggilan telepon……
Hingga pukul enam lewat dua puluh menit sore, sebuah mobil Phaeton hitam kembali berhenti di depan kantor polisi. Seorang pria turun dari kursi penumpang.
Pria itu mengenakan jas hitam rapi, berwajah tampan dengan raut wajah serius.
Saat melewati Porsche perak milik Xiao Tan, ia melirik sebentar sebelum melanjutkan langkah.
Tak lama kemudian, dia memasuki ruang tunggu, mengarahkan pandangannya ke sekeliling, lalu bertatapan dengan Jue Ge dan yang lain.
"Yo, Pak Bao, akhirnya datang juga." Feng Bujue mendekat sambil tersenyum, menyapa agen rahasia Jiu Ke ini.
"Aku bilang..." Bao Qing langsung membalas tanpa basa-basi, "Porsche di depan pintu itu milik Xiao Tan, ya?"
"Iya." Xiao Tan yang berdiri di samping segera menjawab.
"Kamu parkir di situ bisa kena tilang, tahu?" Rupanya ini yang mengganjal pikiran Bao Qing.
"Eh... Jue Ge yang sengaja menyuruhku parkir di situ..." jawab Xiao Tan.
"Tenang saja, Lao Bao." Feng Bujue tertawa, "Makin mewah mobilnya, makin tak ada yang berani menilang meski diparkir di depan kantor penegak hukum."
"Meski hubunganmu dengan departemen penegak hukum selalu tegang, tapi pantaskah mencela mereka begitu terang-terangan di dalam gedung mereka sendiri..." Bao Qing mengernyitkan matanya sambil mencela.
"Hē hē... Kalau ada waktu, mari kita uji eksperimen sosial untuk melihat siapa yang berani menilang." Feng Bujue mengangkat bahu, "Kujamin... Siapa pun yang berani menilang, dialah pilar masyarakat."
"Sudah, sudah..." Bao Qing tak mau berdebat, melambaikan tangan, "Langsung urusan resmi saja."
Singkat cerita, setelah percakapan singkat, Feng Bujue memperkenalkan Bao Qing dengan Kak Zen. Kemudian Bao Qing menunjukkan identitasnya pada seorang polisi...
Lima menit kemudian, keempatnya sudah duduk di kantor kepala polisi...
"Setelah masuk ke ruangan, Bao Qing hanya menyapa Kepala Polisi itu dan memperlihatkan KTP sekali lagi, lalu... menyerahkan sebuah ponsel."
"Setelah menerima ponsel, sang Kepala Polisi langsung masuk ke kamar sebelah."
"Pada titik ini, Meng Jingchan sudah hampir kehabisan akal. Tatapannya pada Feng Bujue dan kawan-kawan tak lagi bisa menyembunyikan kegelisahan."
"'Saudara... Bao,' Kak Zen bertanya penasaran, 'Boleh tahu di mana Anda bekerja?'"
"'Pegawai negeri.' Bao Qing hanya menjawab tiga kata."
"'Eh...' Mendengar jawaban yang sama sekali tidak menjelaskan ini, Kak Zen tentu ingin melanjutkan pertanyaan, 'Maksud konkretnya...'"
"'Pegawai negeri.' Bao Qing tersenyum menatap Meng Jingchan, mengulangi tiga kata itu dengan penekanan."
"Dengan kecerdasannya, Kak Zen langsung paham... tak perlu bertanya lagi."
"'Ngomong-ngomong... siapa yang di ujung telepon tadi?' Feng Bujue kini menoleh ke Bao Qing."
"'Di ujung telepon itu ada seseorang yang berwenang memutuskan banyak hal,' jawab Bao Qing, 'Dan orang berwenang itu baru saja mengobrol dengan seorang "kenalan kita" sepuluh menit lalu.'"
"'Oh...' Feng Bujue mengangguk, 'Jadi sekarang dia datang menemui Kepala Polisi ini...'"
"'Sepertinya percakapan mereka sudah selesai.' Saat Bao Qing mengucapkan ini, sang Kepala Polisi persis membuka pintu kembali dari kamar sebelah."
"'Komandan.' Sang Kepala Polisi menghadap Bao Qing dengan wajah serius, 'Apa instruksi berikutnya?'"
"Pak Bao belum sempat menjawab, Feng Bujue yang sedang duduk bersila dengan santai di sofa langsung menyela: "Kumpulkan semua data investigasi sejauh ini dan kirim ke komputer di sini, sekalian suruh si Zheng menunggu di ruang interogasi..." Setelah bicara cepat, ia menambahkan, "Oh ya, jangan lupa segera menyita ponselnya."
"Woi woi... keterlaluan banget ini..." Melihat adegan ini, Meng Jingchan memandang Jue Ge dengan ekspresi terkejut sambil dalam hati mencela.
Tapi Kepala Polisi itu tidak bereaksi berlebihan. Setelah mendengar semua, ia hanya diam-diam menatap Bao Qing.
"Hah..." Pak Bao menghela napas, lalu berkata pada Tuan Kepala Polisi, "Lakukan saja seperti yang dia katakan..."
