Alam Semesta Utama, Planet Port.
Volume planet ini kurang dari seperenam Bumi, dengan populasi tetap sekitar 280 juta jiwa dan populasi migran yang selalu bertahan di kisaran 100 juta.
Tempat ini dijuluki "Pelabuhan Busuk". Di sini, bajak laut antariksa, buronan galaksi, pedagang ilegal, dan makhluk aneh mutan dapat ditemukan di mana-mana.
Mereka bagaikan lalat yang tertarik pada bau busuk, berkumpul di sini untuk mempersiapkan transaksi berikutnya.
Tak diragukan lagi, ini adalah wilayah yang dikelola oleh "Order Bawah Tanah". Meski tak ada pemerintah resmi, hukum atau lembaga penegak hukum, tapi... di sini ada "Aturan"-nya sendiri.
Setiap orang adalah pengawas, sekaligus penegak hukum.
Bahkan penjahat paling buruk di alam semesta pun tak berani bertindak semena-mena di sini. Jangankan merampok dan membunuh... Di Planet Port, jika berani makan tanpa bayar, bos restoran dan penonton yang penasaran akan mengolahmu menjadi hidangan untuk melunasi utang.
Dalam arti tertentu, ini sangat ironis.
Di planet-planet yang memiliki hukum, banyak orang—terutama mereka yang menguasai sumber daya sosial dalam jumlah besar—sering kali bisa bebas berkeliaran dengan berbagai cara. Mereka menyakiti, merampok, menjiplak, menipu, menindas, memutarbalikkan fakta, bertindak sewenang-wenang... Namun pada akhirnya hanya menerima hukuman yang tidak menyakitkan, atau bahkan lolos begitu saja.
Tapi, di planet tanpa hukum ini, setiap orang harus membayar mahal atas perbuatannya sendiri... Tentu saja, harga yang dibayar ini tidak bisa dibilang wajar.
Sejujurnya, dunia ini memang tempat yang tidak masuk akal; sama-sama tidak masuk akal... Lebih banyak orang tetap memilih tinggal di tempat dengan hukum yang mengikat, berbagi keadilan relatif bersama mereka yang berada di strata sosial yang sama.
Namun, di Planet Pot... tidak ada orang semacam itu.
……
Bang——Kriiik—
Suara engsel pintu geser yang berputar terdengar, menarik perhatian semua orang.
Di bawah puluhan tatapan yang berbeda-beda, seorang manusia Bumi berbaju jas panjang ungu memasuki ruangan.
Ini adalah sebuah bar yang mempertahankan gaya Barat Amerika tradisional.
Tak ada musik yang mengganggu, tak ada lampu berkedip-kedip, apalagi kerumunan orang bego yang kosong, kesepian, erangan tanpa sakit, norak tapi merasa diri istimewa—bergoyang-goyang menggelengkan kepala di lantai dansa.
Di sini hanya ada sebuah meja bar, beberapa meja tamu, dan musik... Seorang pria kulit hitam yang bermain piano di sudut bisa dianggap sebagai standar; asalkan Anda membelikannya segelas minuman, dia akan memainkan solo JAZZ kelas satu yang tidak akan Anda dengar di tempat lain; tapi lebih baik tidak mengajaknya mengobrol, apalagi menanyakan masa lalunya, karena dia akan membuat Anda menjadi bagian dari "masa lalunya".
Tak, tak, tak...
Setelah Feng Bujue masuk ke bar, suasana yang agak ramai tiba-tiba menjadi sunyi. Suara sepatu botnya yang menginjak lantai kayu menjadi sangat jelas.
Saat ini, bartender, pelayan wanita, pianis kulit hitam, dan semua tamu... berhenti melakukan aktivitas mereka. Mereka menatap Jue Ge dalam diam. Suasana mencekam yang tak terucapkan itu cukup untuk membuat orang kabur.
Namun, Feng Bujue sama sekali tidak merasa tidak nyaman.
Dengan santai dia berjalan ke meja bar, melompat ke kursi tinggi (mengingat ukuran tubuh mayoritas tamu sekitar 1.5 kali manusia, ukuran kursi tinggi di sini juga cukup besar), menyandarkan sikunya di meja sambil berkata ke bartender: "Si Gendut~ Kasih aku semangkuk mie jajangmyeon."
Bartender itu memang gemuk. Kepalanya seperti kodok, tubuhnya bulat, kulitnya hijau muda, dengan selaput di sela-sela jarinya.
Jadi dia tidak terlalu memperhatikan panggilan "Si Gendut" dari Feng Bujue.
"Di sini tidak ada mie saus kedelai hitam." Dua detik kemudian, bartender menatap Jue Ge dan menjawab dengan sikap tidak merendah maupun sombong.
"Kalau begitu aku mau bakso ikan dengan mie kasar." Feng Bujue menyambung.
"Di sini juga tidak ada bakso ikan dengan mie kasar." Bartender kembali menjawab.
"Kalau begitu aku mau mie sirip ikan." Jue Ge mengajukan permintaan lagi.
"Ini adalah bar, sama sekali tidak menyediakan mie." Bartender membalas.
"Kalau begitu berikan bakso ikan saja." Jue Ge langsung menyambung.
"Tidak ada bakso ikan..." Sudut mulut bartender mulai berkedut.
"Apakah ada saus kedelai hitam?" Feng Bujue bertanya lagi.
"Tidak ada." Bartender menjawab singkat, lalu segera menambahkan, "Sekadar informasi, sirip ikan juga tidak ada!"
"Baiklah." Feng Bujue mengangkat bahu dengan pasrah.
Tepat ketika bartender merasa lega...
"Aku ingin nasi kari." Feng Bujue memesan sesuatu yang sama sekali tidak terkait lagi.
"Di sini hanya menyediakan minuman..." Pembuluh darah di kepala bartender sudah menonjol, "Jangan pesan makanan lagi."
"Oh~ Seharusnya kau bilang dari tadi." Jue Ge tersenyum, "Beri aku tahu, aku mau yang asin."
Tepat ketika bartender sudah tidak tahan dan hendak marah...
"Hei! Nak." Seorang tamu yang menempati meja sendiri berdiri dan berteriak ke arah Feng Bujue.
Jue Ge menoleh dan melihat seorang "manusia badak" berbadan besar dan berpenampilan garang sedang berjalan cepat mendekatinya.
“Mau apa, Rocksteady（Rocksteady adalah nama badut badak konyol dalam serial 1987 《Kura-kura Ninja》）?” Feng Bujue menatap lawan bicaranya dengan nada mengejek.
Manusia badak itu tak menangkap bahan kritikan dalam ucapan ini. Ia melanjutkan, “Kalau saya tak salah lihat... kau adalah ‘Feng Bujue’ itu?”
“Betul, saya sendiri.” Feng Bujue membalas, “Ada keperluan apa?”
“Hmph...” Manusia badak mendengus keras, lalu mendekati Jue Ge dengan semangat. Matanya menyorotkan pandangan superior selama 5-6 detik, tiba-tiba... senyum lebar merekah, “Hehe... saya fans beratmu. Bisa minta tanda tangan?”
Feng Bujue juga tersenyum: “Hē hē... Bisa. Jabat tangan atau foto bersama juga boleh.”
“Serius?!” Mata manusia badak membelalak penuh antusias.
“Pasti.” Jawab Feng Bujue singkat.
“Aaa!” Sekelompok orang di meja terdekat serentak berdiri. Pemimpinnya, pria berwajah ular yang menjulurkan lidah, berkata gugup: “Anu... kami... kami juga fans Tuan Feng. Bolehkah kami jabat tangan dan foto...”
“Boleh~ Boleh~” Feng Bujue langsung menyetujui sebelum mereka selesai bicara.
“Tuan Feng! Kami juga...”
“Bolehkah kami memelukmu?”
“Tolong tuliskan ucapan untuk putriku yang baru berusia sebulan! Kata-kata kotor biasa saja tak apa!”
Seketika, semua orang di bar berkerumun mengelilingi Jue Ge di tepi meja bar, suasana menjadi seperti acara temu fans... Jelas terlihat bahwa di kubu netral dan Chaos Alam Semesta Utama, sosok Feng Bujue ini memiliki popularitas yang sangat tinggi dan sangat digemari.
Namun, tampaknya tidak semua orang adalah fansnya.
Saat ini, masih ada satu orang di dalam ruangan yang tidak hanya tidak mendekati Jue Ge, tetapi juga diam-diam meletakkan uang minuman lalu pergi diam-diam dari bar tersebut.
Setiap gerak-geriknya... tentu saja tidak luput dari pengamatan Feng Bujue.
……
Lima belas menit kemudian, di sebuah gang gelap puluhan kilometer jauhnya.
Sebuah bayangan manusia mengenakan jaket bertudung, menyembunyikan wajahnya dalam kerudung, berjalan cepat dalam bayang-bayang...
Bayangan ini bukan orang lain, melainkan sosok yang baru saja meninggalkan bar tadi.
Dalam waktu lima belas menit singkat ini, dia telah berpindah sejauh itu hanya dengan berjalan kaki, membuktikan bahwa dia jelas bukan makhluk biasa.
Klang——Klang——Klang——
Tepat ketika bayangan itu hendak keluar dari gang sepi ini, suara berat langkah logam bergema dari depannya. Bersamaan dengan derap kaki itu, sebuah mekan humanoid setinggi tiga meter muncul di mulut gang, menghalangi jalan.
Melihat hal ini, bayangan itu segera berbalik ingin melarikan diri ke belakang.
Namun ketika menoleh, dia baru menyadari... tanpa disadari, sudah ada seorang pria tinggi menggendong kamera berdiri di sana.
"Ssssssss……" Di detik berikutnya, suara tawa aneh bergema dari pengeras suara di dada mekan itu, "Sangat disayangkan, kamu sudah terkepung."
Bayangan manusia itu mendengar ucapan tersebut, melirik ke arah mekan, lalu memandang "kamerawan" di depannya……sebelum akhirnya mengambil keputusan.
"Huuu…… Haaah……" Tiba-tiba ia membungkuk dan berjongkok di lantai, beberapa kali menarik napas dalam-dalam.
Proses ini berlangsung sekitar lima detik. Tiba-tiba bayangan itu menggelegar: "Ha!!"
Sebelum teriakannya usai, kaki sudah menghunjam tanah hingga membentuk kawah. Tubuhnya melesat seperti peluru meriam anti-pesawat, membentuk parabola tinggi ke angkasa.
Ia mengira lompatan ini bisa melepaskan diri dari pengejaran.
Tapi ia keliru……
"Hi~" Di ketinggian seratus meter, pria bernama Feng Bujue sudah menunggu dengan santai, "Lompatanmu cukup tinggi juga~"
Saat Jue Ge mengucapkan ini, bayangan itu tepat tiba. Dengan gerakan santai, ia mengulurkan tangan……dan dengan mudah mencengkeram lengan bayangan itu hingga berhenti.
"Kau……mau apa?" Kali ini, wajah di bawah hoodie akhirnya terlihat.
Fitur wajahnya mirip manusia, tapi tanpa rambut. Kulitnya terdiri dari putih, ungu, ungu muda, dan warna daging, dengan pola otot yang menonjol dan substansi mirip cangkang di permukaan.
"Jangan tegang, aku hanya ingin berbicara denganmu…" Feng Bujue memiringkan kepalanya, menatap langsung ke mata lawannya, mengucapkan nama resmi sang entitas dengan nada malas, "...Dewa Keabadian."
"Dewa Keabadian" ini adalah makhluk misterius yang dulunya dipenjara di Planet Tutu, Benteng Bulu Panjang, dan lantai atas Menara Chun.
Namanya adalah——Domah.
"Tak ada yang perlu kita bicarakan." Domah membalas sambil berusaha melepaskan diri dari genggaman Feng Bujue untuk terus melarikan diri, namun setelah beberapa kali berusaha ia menyadari kekuatan lawannya jauh melebihi dirinya.
"Jangan buang tenaga." Feng Bujue terus berbicara dengan tenang, "Kekuatanmu saat ini sangat lemah dan tidak stabil. Bahkan jika aku melepaskanmu, kau takkan bisa lolos dari telapak tangan iblisku…" Istilah yang digunakannya untuk mendeskripsikan diri sendiri memang tidak biasa, tapi cukup tepat, "Lebih baik kau dengar dulu apa yang ingin kukatakan. Tak akan lama…" Ia melepaskan lengan lawannya, "Lagipula… aku juga sedang terburu-buru."
