Tak lama setelah meninggalkan ruang interogasi, persimpangan jalan muncul di depan mata Feng Bujue dan kawan-kawan.
Ini adalah persimpangan empat tanpa penanda atau notifikasi yang terlihat.
Baik melihat ke kiri, kanan, maupun depan, hanya ada koridor yang seragam.
Jika ini quest tingkat kesulitan Normal, saat ini Feng Bujue pasti akan mencoba membohongi Igor untuk bergerak terpisah, memperluas area pencarian dan meningkatkan efisiensi.
Namun, ini adalah quest Mimpi Buruk... Dan Jue Ge juga telah menyaksikan kekuatan monster di naskah ini.
Sejujurnya, dengan kondisi fisiknya saat ini, bahkan dengan perlindungan Igor pun belum tentu bisa selamat saat bertemu monster... Apalagi bertindak sendiri-sendiri.
"Lagi pula, mengingat karakter Igor yang sangat takut pada hal-hal supernatural, dia mungkin tidak akan setuju untuk berpisah jalan dengan Jue Ge."
"Karena itu, Feng Bujue langsung menunjuk ke depan, memberi isyarat agar lawannya terus memimpin jalan."
"Demikianlah, mereka berdua melanjutkan perjalanan dan melewati... empat ruangan secara berturut-turut di sepanjang jalan."
"Keempat pintu logam ruangan itu semuanya terkunci rapat, tanpa tanda apapun di depan pintu. Meskipun Jue Ge bisa berhenti kapan saja untuk membobol kunci, dia tidak melakukannya; berdasarkan pengalaman sebelumnya di ruangan patung, dia berpikir harus melihat sesuatu yang terkait quest utama dulu sebelum mengambil keputusan."
"'Aneh sekali...' setelah meninggalkan keempat ruangan itu, Feng Bujue bergumam, 'Seberapa besar sih peta quest ini? Setelah berjalan sejauh ini... tidak ada petunjuk alur cerita, teka-teki, atau monster sama sekali. Semua koridor dan ruangan... tanpa tanda apapun. Apakah semua pekerja di laboratorium bawah tanah ini bisa menghafal seluruh peta markas di otak mereka?'"
"Memang, hal ini terasa tidak wajar..."
"Meskipun 'tidak memberi tanda' bisa berfungsi untuk mengecoh musuh yang menyusup, tapi membuat pemandangan di setiap bagian koridor begitu mirip... itu keterlaluan."
"Kecuali orang aneh seperti Feng Bujue yang bisa membuat peta mental dan membedakan posisi melalui pola di dinding, bagi kebanyakan orang normal... tempat ini adalah labirin; Pada dasarnya, begitu sampai di persimpangan empat, tutup mata dan berputar beberapa kali lalu buka mata – seketika kamu tidak akan tahu lagi dari arah mana datangnya..."
Dalam Strategi seperti ini, bukan hanya penyerang yang akan merasa terganggu, bahkan pekerjaan sehari-hari staf internal juga akan terpengaruh. Ini jelas sangat tidak masuk akal.
"Eh? Saudara Feng, kamu harus mengganti blood bottle." Peringatan Igor menarik kembali pikiran Feng Bujue.
"Hmm? Oh..." Feng Bujue mengangkat pandangannya. Benar, blood bottle ketiga juga hampir habis.
Maka, keduanya berhenti melangkah dan bersiap mengganti blood bottle keempat yang juga terakhir.
"Igor, ada hal yang ingin kutanyakan padamu." Saat bersiap menyuntik, Feng Bujue berbicara.
"Apa itu?" Igor menjawab.
"Ketika kamu dibawa ke markas ini, apakah tempatnya sudah seperti ini?" Feng Bujue bertanya, "Dan, apakah kamu ingat rute keluar? Atau tahu di mana bisa menemukan map semacam itu?"
Igor menggelengkan kepala: "Semua itu tidak kuketahui... Aku dibawa masuk dengan kepala tertutup." Gumamnya penuh arti, "Ingatan terakhirku di luar... adalah saat beberapa prajurit (prajurit) mengangkatku ke mobil. Begitu masuk mobil, penutup kepala langsung dipasang. Saat penutup itu dibuka... aku sudah terbaring di markas ini."
Jawaban ini tidak terlalu mengejutkan, Feng Bujue juga hanya bertanya dengan mental mencoba-coba.
"Mengerti..." Sahut Jue Ge sambil menyelesaikan penggantian blood bottle, "Baik, mari kita lanjutkan..." Matanya menatap koridor di depan, "Bagaimanapun terus maju, meski tidak menemukan pintu keluar, setidaknya kita bisa menemukan ujung..."
Ucapannya terhenti di tengah jalan, karena pemandangan yang muncul di hadapannya membuatnya menelan kata terakhir itu dengan paksa.
Pada detik ini, Feng Bujue melihat makhluk humanoid berbentuk mumi... sedang mendekati mereka dari jarak puluhan meter di depan.
"Kekeke..." Monster itu langsung menatap Jue Ge dan mengeluarkan tawa kering yang mengerikan.
Mendengar suara tawa, Yidao menoleh dan langsung terkejut: "Ah! Iblis... iblis-iblis..."
Dia begitu ketakutan sampai gagap, bahkan tak bisa menyusun kalimat utuh.
"Jangan panik, dia tidak bisa melihatmu," kata Feng Bujue dengan tenang sambil buru-buru memberi instruksi, "Pokoknya pasti dia mengejarku. Saat dia mendekat, coba tebas kepalanya dengan sekali tebasan."
Sebenarnya Jue Ge juga tidak yakin metode pemenggalan kepala akan efektif. Tapi berdasarkan pengalaman bertarungnya selama bertahun-tahun dengan berbagai makhluk gaib... metode ini memiliki probabilitas keberhasilan relatif tinggi.
Tak... tak... tak-tak... tak-tak-tak-tak...
Monster itu awalnya berjalan beberapa langkah, kemudian perlahan mempercepat langkah hingga berlari kencang.
Dari suara langkah kaki jelas terdia memakai sepatu; melihat bagian tubuh atasnya... masih ada sisa-sisa pakaian robek. Jadi jelas ini bukan "Si Telanjang Kaki" yang pernah mereka temui sebelumnya. Tapi... keduanya jelas spesies yang sama.
“Hihih... Hahahaha!!!” Saat menerjang ke arah Feng Bujue, monster itu tertawa histeris dengan suara mengerikan. Tawa jahatnya yang dipadu penampilan mengerikannya terlihat semakin mencekam meski di bawah sorot lampu.
10 meter, 7 meter, 3 meter...
Kecepatan monster itu melebihi manusia biasa. Hanya dengan melihat sekilas, Feng Bujue tahu dirinya hampir mustahil menghindar dari serangan itu.
Tapi... dia tetap tenang.
Baru ketika jarak mereka menyempit menjadi 2 meter, Jue Ge menggelegar, "Gol!!!"
Teriakan itu menyadarkan Gol yang terdiam ketakutan. Dalam waktu reaksi 0.01 detik, Gol bertindak sesuai instruksi sebelumnya tanpa pikir panjang!
Hwaaak!
Lengan kekarnya mengayunkan pisau penjagal dengan gesit, menebas angin.
Seperti prediksi Feng Bujue... monster itu benar-benar "tidak bisa melihat" Gol. Saat pisau maut menyambar, sudah terlambat untuk mengelak.
Khek!
Gol membabat tanpa ampun. Fisik manusia hasil rekayasa VNO-9 ini memang setara monster.
Tebasan maut itu merobek kulit, membelah daging, meremukkan tulang, memutus urat.
Kepala monster terpenggal tanpa setetes darah, seolah baru memotong daging beku dari kulkas.
"Aaaaaaah!!!" Kepala yang terpisah dari tubuh itu masih melengking mengerikan.
"Suara ini jelas bukan berasal dari pita suara, tenggorokan sudah putus, mustahil bisa membuat keributan sebesar ini;" Jika tidak ada kesalahan, itu mungkin semacam entitas spiritual yang menggunakan mulut mayat untuk bersuara.
"Memanggil kepala apa!" Dua detik kemudian, Feng Bujue mengangkat satu tangan, menangkap kepala yang terlempar ke hadapannya karena momentum, lalu membalas dengan auman lebih keras sambil menatap wajah monster itu.
Saat itu, bahkan monster itu pun bingung. Tak disangka lawannya mau menangkap kepalanya, lebih tak disangka lagi berani berbicara, dan yang paling mengejutkan... sikap nak muda ini ternyata lebih liar darinya.
"Bicara!" Feng Bujue mengangkat kepala monster itu dan menatapnya tajam, "Kau ini makhluk apa sebenarnya?"
"Hehehehe..." Monster itu tidak menjawab, hanya memandang Jue Ge dengan tatapan mengejek sambil tertawa seram.
Menghadapi respon ini, Feng Bujue terdiam dua detik sebelum berbicara dengan nada dingin: "Aku beri kesempatan terakhir. Hentikan tawa mesummu dan jawab pertanyaanku, atau tanggung sendiri konsekuensinya."
"Hohoho..." Namun monster itu malah mengambil posisi seperti babi mati yang tak takut air mendidih, tertawa semakin arogan, "Hohoho... Wahahaha! Haha..."
Pyurrr——
Tertawanya terputus oleh suara gedebuk.
"Itu suara Feng Bujue mencengkeram kepalanya dan menghantamkan wajah makhluk itu ke dinding."
"Egh——" Setelah dihantam, monster itu mendengus kesakitan, lalu sepertinya akhirnya ingin berbicara, "Kau... berani-"
Pyurrr——
Tapi sepertinya Feng Bujue tidak berniat membiarkannya bicara.
"Hah? Kau bilang apa tadi?"
Pyurrr-pyurrr-pyurrr——
"Tawa mesummu terlalu keras, Sang Master tidak bisa dengar~"
Pyurrr——
Jue Ge terus menghantamkan wajah lawannya ke dinding sambil berbicara dengan nada malas, "Dialog klise seperti ini harus diucapkan sambil melakukan ini."
Tubuh monster yang cuma kulit pembalut tulang itu mulai terkikis. Kulit wajahnya hampir habis terkelupas, balok hidungnya pun patah.
"Ehm... Saudara Feng..." Igor yang terdiam lama akhirnya berbicara, "Dengan begini... dia tidak bisa bicara kan?"
"Oh?" Jue Ge berpura-pura tersadar. Ia mengangkat kepala monster yang wajahnya sudah hancur itu ke hadapannya, "Benarkah?"
Mulut monster yang sudah miring itu menggeram: "Nak... kau... kau..."
Pyurrr——
Sebelum selesai bicara, Jue Ge menghantamkannya lagi ke dinding: "Sebut aku dengan hormat."
Setelah menghantam, ia segera mengangkat kepala itu kembali.
Tapi monster itu masih menunjukkan sikap keras kepala: "Jangan kira... dengan begini aku akan menyer..."
Pyurrr——pup-pup-pup-pup——
"Aku bisa main seperti ini seharian." Feng Bujue berkata sambil menghujani monster itu lima enam kali pukulan.
Kali ini, ketika dia mengangkat kepala monster ke depan, wajah makhluk itu sudah tak berbentuk lagi.
"Kakak, tanya apa saja, aku pasti jawab jujur..." Rupanya pukulan tadi telah menghancurkan harga diri dan tulang punggung monster ini.
"Hmm..." Feng Bujue manggut puas, "Pertama, jelaskan apa sebenarnya dirimu."
"Aku... kami... sebenarnya adalah..." monster itu menjawab——【Kami adalah kegilaan yang bersembunyi dalam jiwamu, selalu merindukan kebebasan dari sangkar rasional. Kami adalah kegelapan yang kau hindari setiap malam di balik selimut. Saat kau berlindung di pelabuhan aman yang tak bisa kami jangkau, kami mengintai dalam kesepian dan kelemahan...】
Kalimat khusus ini diiringi suara latar spesial. Saat dialog itu bergema, Feng Bujue memasuki kondisi seperti sedang menonton CGI.
Begitu dialog itu berakhir, pemandangan di depan Jue Ge tiba-tiba berubah. Dalam sekejap mata, dia telah berada di... istana pikirannya sendiri.
Ingatan berkilauan melayang di udara, pikiran berkabut menyelimuti ruang luas ini.
Waktu seakan membeku.
Enam bayangan manusia berkumpul dalam satu ruangan.
Lima di antaranya berdiri melingkar; di tengah lingkaran... ada sangkar burung setinggi lebih dari dua meter; dan di dalam sangkar itu, berdiri manusia keenam.
“Meski tak tahu mengapa masuk di saat seperti ini, tapi karena sudah di sini, tak ada salahnya kutanyakan...” Feng Bujue pertama berkata.
"Perkataan si brengsek tadi, kau dengar juga kan." Feng Bujue kedua menyambung, "Kurasa... ini terasa familiar."
"Dulu kukira hanya ada lima orang di sini, sampai aku mulai menyentuh Taman Horor dan mendapatkan kemampuan memasuki 'Istana Pola Pikir Termaterialisasi', barulah kusadari... ada orang keenam." Feng Bujue ketiga menjelaskan.
"Sebelumnya aku yakin... kandang itu adalah segel yang dipasang Woody." Feng Bujue keempat menatap penghuni kandang, "Dan kau... adalah ketakutanku yang tersegel."
"Sampai tadi, ketika kudengar perkataan itu." Feng Bujue kelima melanjutkan, "Aku sadar, mungkin... kandang itu... sudah ada sejak awal."
Kelima orang ini terdiam beberapa detik setelah bicara, lalu...
"Siapa kau?"
"Siapa kau?"
"Siapa kau?"
"Siapa kau?"
"Ka... kau siapa?"
Hampir bersamaan, mereka menatap ke kandang dengan lima nada berbeda mengajukan pertanyaan yang sama.
"Ha..." Penghuni kandang tertawa sinis setelah jeda singkat, "Mengapa meragukan diri sendiri?"
Ia membalas pertanyaan mereka dengan pertanyaan.
"Kita adalah satu." Dua detik kemudian, penghuni kandang menambahkan, "Sejak awal, tak ada rahasia di antara kita. Karena... semua jawaban ada di istana ini."
Saat mengatakannya, ia memasukkan tangan ke saku jaketnya dan mengeluarkan sebuah kunci.
Melihat hal itu, kelima orang di luar kandang juga secara refleks memasukkan tangan mereka ke dalam saku.
Pada momen ini, setiap Feng Bujue menyadari... di dalam saku mereka masing-masing juga terdapat sebuah kunci.
"Kandang ini memang sudah ada sejak awal," kata orang dalam kandang, "Karena... kami ingin dia ada."
"Karena kamu tidak mau keluar?" tanya Feng Bujue pertama.
Orang dalam kandang menjawab: "Tapi, aku memang pernah keluar."
"Aku tahu," kata Feng Bujue kedua, "Hari ketika kamu menutupi TKP untuk Xiao Tan, kamu pernah keluar."
"Hari pertama kontak dengan Duhuang Zhai, kamu pernah keluar," kata Feng Bujue ketiga.
"Saat PERANG Jubah, kamu pernah keluar," kata Feng Bujue keempat.
"Dan..." akhirnya Feng Bujue kelima menyambung, "Hari ketika Ruo Yu pergi... kamu juga pernah keluar."
"Karena... sejak awal, aku bisa muncul kapan saja sesuai kemauanku sendiri." Orang dalam kandang mengambil alih pembicaraan mereka, "Orang normal akan berusaha sekuat tenaga agar diri mereka dalam kandang tidak pernah keluar." Saat mengatakan ini, dia membentangkan kedua tangan dan tersenyum jahat, "Tapi kita bukan orang normal, kita... adalah Feng Bujue."
