29 November, pukul enam sore.
Sebuah kapal mewah bernama "Yage Hao" berangkat dari pelabuhan di Kota S.
Malam ini, tamu-tamu khusus diundang ke kapal ini.
Di antara mereka ada politisi korup, pedagang licik tak bermoral, sosialita ternama, dan penjahat berdarah dingin.
Semua orang ini memiliki satu kesamaan: mereka berada di tebing kehidupan karena berbagai alasan, satu langkah lagi akan jatuh ke jurang kehancuran abadi...
"Dan tujuan mereka datang ke kapal ini juga sama, yaitu mempertaruhkan sisa hidup mereka, mencoba meraih... secercah harapan terakhir yang hampir mustahil."
"Namun, dari ratusan orang ini, ada juga pengecualian."
"Misalnya... ada seorang bernama 'Jiang Daode' yang datang bukan atas kemauannya sendiri."
……
"Ah... sebentar lagi kita akan mencapai perairan internasional ya..." Feng Bujue duduk di tempat tidur kabinnya, menatap permukaan laut keemasan di bawah cahaya matahari terbenam melalui jendela kapal, bergumam, "Kalau ingatanku benar... kapal ini terdaftar di Panama." Dia menjilat bibirnya, menyunggingkan senyuman sinis, "Hmph... perjalanan dengan risiko 'bisa dibunuh dan dilempar ke laut kapan saja' ini benar-benar menegangkan."
Saat naik kapal, Jue Ge telah melewati pemeriksaan keamanan ketat; sesuai peraturan, 'tamu' dilarang membawa perangkat elektronik apapun. Tidak hanya ponsel atau laptop, bahkan jam elektronik pun tidak diperbolehkan. Karena itu, dia pun tidak bisa menghubungi pihak luar.
"Lalu pertanyaannya, mengapa Feng Bujue bisa berada di sini saat ini?"
"Masalah ini harus dirunut sejak lima hari yang lalu..."
"Pada tanggal 24, Jue Ge pergi membeli beberapa bahan aneh, di rumahnya dia menghabiskan setengah hari membuat lingkaran sihir iblis, lalu secara aktif memanggil Woody."
"Maksudnya memanggil Woody cukup jelas, yaitu meminta dia tidak perlu memikirkan persetujuan Li Ruoyu lagi, langsung buka segelnya saja."
"Mendengar ini, Woody langsung terkikik-kikik."
Si ini menyatakan... membuka segel itu mudah sekali, asal kakak berdiri di sini menjentikkan jari saja sudah cukup.
Feng Bujue langsung berkata, kalau begitu lakukan saja.
Tapi Woody tiba-tiba menolak, dia bilang... Waktu aku datang memberimu hadiah beberapa hari lalu, sebenarnya ingin sekalian menyelesaikan ini, tapi karena kalian berdua (kamu dan Nona Pendekar Li) sedang bertengkar, akhirnya aku datang sia-sia. Sekarang tiba-tiba kamu bilang tidak perlu pedulikan keinginannya lagi, malah sengaja memanggilku ke sini hanya untuk urusan ini? Apa aku ini kurir? Seperti kata pepatah 'maling tak pernah pulang dengan tangan kosong', kita harus bernegosiasi syaratnya.
Begitu mendengar ini, Feng Bujue langsung mengumpat... Bangsat! Ini kan taruhan kita sebelum final S2 dulu. Sekarang kamu kalah, kapan aku mau menagih janji itu adalah hakku. Ngapain negosiasi syarat, dasar tuan besar?
Woody cuma tertawa hehehe, menjawab... Aku kan memang iblis dari neraka, ngomong soal kewajiban apaan? Sekalipun aku ingkar janji, mau apa? Kalau berani, hajar saja!
Feng Bujue langsung mengeluarkan alat pemadam kebakaran berisi 'air suci' yang sudah dipersiapkannya, menyemprotkannya ke wajah Woody.
Sayangnya, metode ini tidak mempan untuk iblis level Empat Penunggang Kuda. Sejak bertahun-tahun lalu, Woody sudah memiliki konstitusi fisik yang "bisa minum air suci gereja seperti vodka".
Melihat hal ini, Feng Bujue mengeluarkan tumpukan jimat yang digambar sesuai metode dalam Kitab Dunjia Tianshu, lalu menempelkannya dengan keras di tubuh Woody.
Kali ini berhasil, dia benar-benar berhasil mengendalikan Woody selama satu koma beberapa detik, lalu jimat-jimat itu tiba-tiba terbakar sendiri menjadi abu.
Woody juga tidak marah, sambil tersenyum dia menjelaskan pada Jue Ge... Menggambar jimat harus menggunakan darah, lebih baik darah si pengguna sendiri. Kalau tidak mau, pakai darah orang lain atau darah ayam. Kalau benar-benar tidak ada... baru pakai vermilion sebagai pengganti.
Feng Bujue lalu menyatakan... Pertama, Laozi tidak mau menggunakan darah sendiri; Kedua, mengambil darah orang lain bisa ditangkap polisi; Ketiga, N tahun yang lalu pasar sudah dilarang jual unggas hidup, darah ayam lebih sulit didapat daripada darah manusia. Darah babi boleh tidak? Mau beli mangkuk Mao Xue Wang lalu diolah?
Singkatnya, setelah debat cukup lama, Woody mengembalikan topik ke hal penting. Dia menawarkan... Karena kamu merasa dirugikan dalam transaksi, aku akan mengalah.
Makanya... Iblis sangat ahli dalam bernegosiasi. Masalah yang sebenarnya kesalahan mereka, bisa diubah seolah-olah mereka yang berkorban dengan mengajukan tuntutan tidak masuk akal.
Tentu saja, Jue Ge juga jago dalam teknik seperti ini. Langsung dia bongkar trik Woody: "Aku tidak mau peduli! Kalau tidak buka segel, aku hapus akun dan bunuh diri!"
Kedua orang itu saling menguji dan bertingkah konyol beberapa saat lagi, akhirnya mencapai kesepakatan - pada malam tanggal 29, Feng Bujue akan mengambil sebuah "benda" untuk Woody di kapal "Yage". Jue Ge berjanji akan "berusaha semampunya". Namun meski akhirnya gagal mengambil benda tersebut, Woody tetap harus membuka segel Ruo Yu. Jika Jue Ge berhasil, selain membuka segel, Woody juga harus mengungkap seluruh "kebenaran tentang kemampuan" Jue Ge.
Maka... terjadilah perjalanan malam ini.
……
Singkat cerita, selama lima hari terakhir, selain terus-menerus bermain dungeon di game, dalam kenyataan... Feng Bujue juga aktif melakukan investigasi dan persiapan terkait "Kapal Yage" dan hal-hal yang berhubungan.
Pada pukul setengah lima sore tanggal 29, Feng Bujue tiba di "lokasi yang ditentukan" (sebuah parkiran di wilayah kota) sambil membawa tas tangan. Saat itu, beberapa pria berkemeja hitam dan sebuah mobil mewah sudah menunggunya.
Mereka tidak meminta Jue Ge memakai penutup kepala karena tujuan mereka tidak perlu disembunyikan - yaitu pelabuhan. Hanya saja, tamu yang tidak menggunakan kendaraan yang ditentukan panitia tidak bisa masuk ke area boarding.
Pukul lima sore, Feng Bujue tiba di dermaga. Saat turun dari mobil, ia sudah memakai topeng gagak perak yang dipersiapkannya sebelumnya (juga disebut topeng paruh, pakaian khas dokter selama wabah Black Death di abad pertengahan).
Ini jelas salah satu pengaturan panitia... Untuk melindungi privasi tamu, mereka diperbolehkan mengenakan topeng di area publik; mengenai jenis topengnya, bisa dipilih sendiri asal jangan melakukan modifikasi mencurigakan pada topeng tersebut...
Saat Jue Ge naik kapal dengan topeng, tamu-tamu lain juga sedang naik satu per satu.
Di pintu masuk, terdapat alat deteksi canggih yang bisa memindai semua perangkat elektronik dan barang mencurigakan... Mustahil lolos dari pemeriksaan ini, benar-benar perangkat tingkat mata-mata.
Tepat saat Feng Bujue sedang naik kapal, ia menyaksikan langsung dua orang yang mencoba menyelundupkan perangkat elektronik...
Yang pertama menyembunyikan kamera mini dan penerima yang disamarkan sebagai pencukur listrik di tasnya. Ketika ketahuan, ia menangis histeris memohon tetap diizinkan masuk dan berjanji tidak akan nekat lagi. Tapi... akhirnya dia diangkat bersama tasnya oleh sekelompok pria berotot berbaju hitam ke mobil, entah dibawa kemana.
Yang kedua... Lebih gila lagi, dia menanam chip elektronik di pipinya dekat tulang rahang. Tidak perlu ditanya... Orang ini juga langsung diusir.
Bisa diprediksi... Masih banyak lagi yang mencoba menyelundupkan alat kecil seperti mereka. Tapi tak lama kemudian Feng Bujue berhasil naik kapal, dan dia juga tidak tertarik berdiri di pinggir pagar mengamati tamu-tamu lain yang sedang naik.
Saat naik kapal, setiap orang akan mendapatkan kartu magnetik yang dapat digunakan untuk membuka pintu kabin mereka. Feng Bujue segera menemukan ruangannya dengan bantuan petugas, lalu menyentakkan kartu untuk masuk, melempar barang bawaan, dan melepas topengnya.
Di perjalanan, para petugas berbaju hitam berkacamata hitam telah menjelaskan bahwa kabin kapal sama sekali tidak memiliki kamera pengintai dan merupakan satu-satunya "ruang pribadi". Namun begitu keluar kabin, setiap sudut berada dalam pengawasan kamera dan petugas.
Feng Bujue cukup percaya dengan hal ini.
Dia juga paham, bukan berarti panitia tidak ingin memasang kamera di kabin, namun implementasinya cukup merepotkan.
Karena... Bagaimanapun, tidak mungkin panitia memasang kamera di toilet? Jika tamu benar-benar ingin melakukan tindakan tersembunyi di area tak terpantau, mereka tetap bisa melakukannya di toilet meski kabin dipasangi kamera...
Jadi selama "ruang pribadi" tetap harus ada, lebih baik kabin juga tidak dipasangi kamera. Lagipula pemeriksaan sebelum naik kapal sudah sangat ketat, mustahil ada trik licik tersisa.
……
Malam, pukul 18:45, Kapal Yage telah memasuki perairan internasional.
Suara pengeras suara bergema di kabin: "Para tamu, segera kumpul di aula utama kapal. Jamuan makan malam akan segera dimulai."
Pengumuman ini diulang setiap 30 detik selama berkali-kali.
Feng Bujue bahkan belum mendengar pengulangan ketiga saat sudah mengenakan topeng dan meninggalkan kabin.
Di luar kabin kapal dan di geladak, hampir setiap belasan meter terlihat staf berbaju hitam berjaga. Tamu bisa bertanya arah kapan saja.
Setelah bertanya pada pria berjas pertama yang ditemuinya, Jue Ge langsung paham rute dan melanjutkan jalan menyusur sisi kapal dengan santai.
Saat itu adalah momen terakhir sebelum malam tiba.
Cahaya senja masih tersisa, langit ungu muda dihiasi mega merah senja yang memantulkan kilau magis di permukaan laut.
Angin laut asin berhembus dari samping, membuat Feng Bujue tak sengaja menelan ludah.
Sebagai pria yang bisa merasakan rotasi Bumi (kemampuan Jue Ge semakin kuat belakangan ini, tapi dia sudah menguasai kendalinya - setidaknya tidak lagi merasa "mabuk kapal di planet"), pemandangan seperti ini selalu membuatnya merasakan sesuatu yang tak bisa dipahami orang lain.
Tapi... dia sendiri pun tak bisa menjelaskan perasaan itu.
Mungkin... setelah mengetahui kebenaran kemampuan dirinya dalam perjalanan ini, jawabannya akan lebih jelas.
Feng Bujue merapikan kekuatan spiritualnya yang berkeliaran, lalu melanjutkan langkah...
……
Pukul tujuh malam.
Di aula utama Kapal Pesiar Yage.
Jika seseorang terbangun dan menemukan diri di sini, takkan menyangka sedang berada di kapal.
Seandainya ada "kontes ilustrasi kata 'megah'", pemandangan aula ini pasti jadi pemain unggulan.
Ada sebuah istilah bernama "hukum keseimbangan alam", yang sangat cocok digunakan di sini.
Saat pertama kali melihat ruang ini, banyak orang akan terkejut dan terkagum-kagum. Namun setelah emosi awal itu berlalu... kemewahan yang berlebihan ini justru tidak akan mengingatkanmu pada hal-hal indah.
Ini akan membuatmu berpikir tentang raja yang hidup ratusan tahun lalu dan menghabiskan anggaran negara secara besar-besaran; atau tokoh antagonis serakah dalam dongeng-dongeng.
Sekitar dua menit kemudian, bahkan mungkin kamu akan teringat pada korban bencana Ethiopia...
Tapi... sama sekali tidak akan ada perasaan "indah" yang muncul.
Karena setiap orang yang masih memiliki nurani, saat berada di ruang ini akan secara instingtif merasakan kejahatan dan rasa bersalah. Kapal ini, aula utama ini, memberikan kesan seperti itu...
"Wah~ Sepertinya aku salah kostum." Setelah memasuki aula utama, Feng Bujue langsung menyadari sebuah masalah - orang lain berpakaian terlalu resmi.
Para pria hampir semuanya memakai setelan ekor walet lengkap atau jas pesta, meski mengenakan topeng, rambut mereka tersisir rapi berkilau.
"Berlagak seperti manusia beradab..." Feng Bujue memandang sekeliling sambil bergumam pelan, "Sepatumu mengilap sampai bisa dijadikan cermin... Aku bahkan bisa melihat rok para wanita lewat pantulan sepatumu..."
Dan para Nyonya-nyonya juga berbusana resmi. Tak peduli tinggi pendek atau gemuk kurus, semua mengenakan gaun malam yang terlihat mahal harganya. Baik yang bergaya anggun dan megah, seksi dan menggoda, maupun segar dan elegan - semuanya sangat cocok dengan postur tubuh dan daya tarik karismatik sang tuan. Ini menunjukkan... mereka adalah tipe orang yang sering mengenakan gaun malam.
"Sok-sokan gaya manusia tapi berperilaku anjing..." Dalam celaan Jue Ge, semua makhluk setara. Baik pria maupun wanita, semua dihujat seperti anjing. "Hak sepatu tinggi sampai bisa dijadikan tangga... Aku pura-pura mengikat tali sepatu saja bisa melihat celana dalam kalian."
Baiklah, kritik mengalir deras, tapi Jue Ge kita bukan tipe orang seperti itu.
Karena dia tidak terlalu mahir mengikat tali sepatu...
Singkatnya, pada saat ini baru akhirnya Feng Bujue menyadari maksud panitia mengundang tamu naik kapal satu jam lebih awal dan menyediakan "ruang pribadi".
Terus terang... ini memberi kalian waktu untuk berganti pakaian dan berdandan.
Tapi Feng Bujue tidak tahu soal ini. Saat datang, para kemeja hitam itu tidak memberitahunya tentang kode busana resmi untuk jamuan malam... Jadi Jue Ge menduga ini seharusnya pengetahuan umum.
Lalu, mengapa dia tidak tahu? Pasti karena Woody sengaja tidak memberitahunya...
"Apa si cucu itu sengaja mau mempermalukanku..." Saat itu, Jue Ge yang mengenakan jaket kasual menyimpan kedua tangannya di saku, melangkah turun tangga di atas karpet kulit beruang putih sambil berpikir dalam hati, "Hmm... tidak, Woody kalau mau menjebak orang pasti tidak pakai cara semurah itu..." Beberapa detik kemudian, jawabannya muncul, "Oh... karena dia tahu aku memang tidak punya jas malam atau setelan formal yang layak untuk acara seperti ini, jadi sengaja tidak membahasnya ya..."
Dalam arti tertentu, Woody memang paham karakter orang.
"Hmph... baiklah." Feng Bujue tersenyum kecut, melanjutkan pikirannya, "Dari hasil akhirnya... justru gaya berpakaian seperti ini lebih efektif."
Memang, di tengah kerumunan yang semua berpakaian super formal, penampilannya yang unik itu... telah berhasil menyedot perhatian seluruh tamu undangan.
Chapter 1078 Penyelenggara
Setibanya di ruang utama setelah menuruni tangga, Feng Bujue terus memindai lingkungan sekitar dan para tamu.
Meskipun sebelumnya pengeras suara menyebut kata "jamuan makan malam", panitia jelas tidak bermaksud mengundang tamu untuk duduk melingkar menyantap hidangan Tiongkok ala keluarga.
Tentu saja, berbagai hidangan dan minuman tetap tersedia di ruang utama. Beragam minuman keras, pohon sampanye, serta kudapan siap saji dan seafood segar... bisa diambil sendiri oleh tamu.
Atau lebih tepatnya... hanya bisa diambil sendiri.
Karena di sini hanya ada pria berjas dan berkacamata hitam yang bertugas menjaga ketertiban, tanpa kehadiran pelayan sama sekali.
"Mengingat banyak tamu memilih topeng yang 'tidak bisa dilepas saat makan', sebenarnya kebutuhan katering di sini cukup terbatas. Pengaturan seperti ini tampaknya tidak masalah."
Beberapa saat kemudian, Jue Ge yang telah berkeliling cepat di aula utama, menahan keinginan melepas topeng untuk ikut makan... mencari sudut dekat dinding untuk berdiri, terus mengamati situasi.
"Perkembangan yang sudah diprediksi..." pandang Feng Bujue pada tamu-tamu beraneka rupa di hadapannya, "Meski semua memakai topeng dan tak saling kenal, banyak yang sudah membentuk 'kelompok kecil'."
Matanya bergerak cepat, menyapu satu per satu orang-orang yang berkelompok tiga atau lima.
"Wajah yang tertutup pun, mereka yang pandai bersosialisasi tetap mahir."
"Postur, cara bicara, daya tarik karismatik; selera terhadap minuman, kostum, bahkan topeng... semua ini adalah modal nyata yang bisa langsung mencerminkan nilai diri."
Memikirkan ini, ia memandang ke arah orang-orang lain.
"Mereka yang tidak mahir dalam hal itu, hanya bisa menjadi pengikut sementara, atau seperti aku bertarung sendiri."
Lalu, ia mendengus pelan.
"Hmph... Namun dalam jangka panjang, sebenarnya tidak ada bedanya."
"Mereka yang sedang asyik bercengkerama ini pun paham, 'hubungan' yang dibangun dalam kondisi seperti ini hanyalah sekadar berpura-pura dan saling memanfaatkan."
"Begitu menyangkut kepentingan pribadi, siapapun bisa dengan mudah mengkhianati..."
Feng Bujue mengangkat kepala memandang lantai dua aula utama; di sana... terdapat ambang pintu yang dijaga banyak kemeja hitam, tak seorang pun bisa mendekat.
"Pada dasarnya... di mata 'penyelenggara' yang menggerakkan drama ini, semua orang yang berdiri di aula utama saat ini hanyalah mainan hiburan belaka..."
"Pakaian mewah maupun kemampuan sosial yang luar biasa..."
"Pamer pengetahuan maupun berlagak genit..."
"Apapun yang dilakukan, tak bisa menutupi fakta paling mendasar - semua yang datang ke sini telah berada di Jalan Buntu."
"Jika bukan jalan buntu, takkan datang ke kapal ini."
"Jika bukan jalan buntu, takkan mempertaruhkan hidupku."
"Lagipula, mereka... berbeda dengan rakyat jelata yang tak pernah menyentuh sumber daya lapisan atas masyarakat; mereka adalah 'orang sukses', 'elit sosial', 'pemenang hidup'... kemampuan, keberanian, wawasan mereka, dll, semuanya berbeda dengan yang pertama."
"Tapi, mereka semua juga telah membuat hidupnya berada di tepi jurang kehancuran karena suatu kesalahan."
"Mereka... lebih takut pada kemiskinan dan kehilangan kekuatan momentum daripada orang biasa."
"Bagi orang biasa, menjadi biasa adalah hidup, tapi bagi dewa, menjadi biasa... adalah hukuman terburuk."
"Di hati kelompok ini, 'ketakutan' akan hidup sederhana bahkan melampaui rasa takut akan kematian - setidaknya, sebelum mereka benar-benar menghadapi kematian, pasti begitu pikir mereka."
"Jadi, mereka mempertaruhkan segalanya..."
"Jadi, mereka datang ke sini..."
"Untuk melarikan diri dari jurang di depan mata, mereka bergegas menuju sebuah jembatan sempit, namun dengan sikap zì qī qī rén mengabaikan... Hanya segelintir orang yang bisa melewati jembatan; sedangkan sisanya, akan jatuh dari jembatan dan terjerumus ke jurang lain yang lebih dalam..."
Memikirkan hal ini, Feng Bujue tiba-tiba tersenyum.
"Ha... Menyaksikan orang-orang ini berjuang dalam Situasi Genting, saling mencakar... Perlahan menanggalkan lapisan-lapisan penyamaran, menyingkap sifat kotor di balik penampilan mengilap, atau bisa disebut... watak asli mereka, pastilah memberi kepuasan yang tak terungkapkan."
Senyumnya mengandung unsur ejekan diri, juga emosi yang sulit diungkapkan...
Sepertinya Jue Ge sendiri sudah menyadari... Alasan dia bisa memikirkan semua ini justru karena sisi gelap dalam hatinya juga mendambakan "pertunjukan" ini.
……
Malam, pukul tujuh lewat sepuluh menit.
Mungkin untuk menjaga gengsi, mungkin memberi waktu bagi tamu untuk berkomunikasi sebelumnya, atau mungkin... sekadar bertindak sesuka hati.
Bagaimanapun, tokoh utama malam ini baru tiba dengan tergesa-gesa di menit terakhir, bersiap memulai perannya.
Seorang pria Asia berbaju setelan ekor walet dengan tinggi sekitar 180cm, berambut hitam sebahu.
Sama seperti tamu-tamunya, "penyelenggara" ini juga mengenakan topeng.
Karena itu, wajahnya tak bisa dilihat; yang bisa dikenali dari dirinya hanyalah informasi seperti warna rambut, warna kulit, tinggi badan, dan ukuran tubuh.
Ketika pria itu berdiri di pagar pengaman lantai dua, kerumunan di aula utama secara alami menjadi hening.
【Keberadaan】
"Ini adalah kosakata yang melintas di otak orang-orang pada saat ini."
Dia tidak berbicara, juga tidak melakukan gerakan yang menarik perhatian. Sekadar "hadir" dan berdiri di sana, telah memberikan kesan kehadiran yang kuat dan tak terabaikan.
Tak lama kemudian, seluruh aula menjadi sunyi senyap. Ratusan sorot mata membara tertuju pada orang itu.
Orang-orang menunggu... menanti dia untuk berbicara.
Reaksi ini membuat penyelenggara tersebut cukup puas.
"Seperti biasa, kawanan serangga rendahan yang menyamar sebagai elit, orang-orang biasa dan vulgarnya... langsung menyadari keunikan diriku."
Dalam hati, dia melontarkan sindiran, bersiap untuk berbicara. Namun tak disangka——
Rurururururu——
Tiba-tiba, suara sedotan yang nyaring terdengar.
Dalam keheningan aula utama, suara itu menjadi sangat mencolok.
Maka... perhatian orang-orang yang semula tertuju pada penyelenggara, seketika beralih ke sumber suara tersebut.
Tampak seorang pria bertopeng burung gagak sedang memegang piala minuman, menyelipkan sedotan melalui bagian "mata" topengnya, terus mengisap dengan suara Ruru-zhiliu-zhiliu...
Meski dikerumuni orang, pria aneh ini sama sekali tidak berniat menghentikan perilaku uniknya.
Ia hanya dengan santai dan perlahan menghabiskan minuman itu, lalu meletakkan gelas, dengan tenang menutup "kacamata" di topengnya (bagian mata topeng burung gagak didesain seperti jendela kapal bundar kecil; pada topeng yang dibeli Jue Ge ini, kedua kaca mata tersebut bisa dibuka secara terpisah).
"Hei~ Kakak." Setelah menghabiskan minuman, Feng Bujue malah berbalik dan melangkah mendekati pria berkacamata hitam berjas terdekat, menyapanya.
Pria berjas itu terkejut, baru setelah dua detik menjawab terbata-bata: "A... ada apa?"
"Di sini tidak ada sedotan lipat? Yang lurus seperti ini sangat tidak praktis." Feng Bujue mengeluh dengan nada seperti pelanggan di konter minimarket, membahas hal yang terdengar sepele bagi semua orang.
Tapi... dari kondisi aktual, keluhannya memang masuk akal.
Karena bagian mulut topeng Feng Bujue tidak bisa dibuka, saat menyedot minuman tadi ia harus melipat sedotan hampir enam puluh derajat, mengangkat gelas setinggi wajah, memasukkan sedotan melalui lubang di bagian mata topeng, lalu menyuapkannya ke mulut...
Dalam situasi seperti ini, sedotan lurus yang dipaksa dilipat akan menyulitkan proses menghisap, menimbulkan suara 'slurp' yang keras dan mengganggu.
"Tentu saja... Secara normal, kebanyakan orang akan langsung menyerah untuk minum atau makan saat bagian mulut topeng tidak bisa dibuka. Namun jika bagian mulut topeng bisa dibuka, sedotan lurus sebenarnya tidak akan berpengaruh apa-apa."
"Ini... ini..." Pria berjas itu tampak bingung ditanya, sebagai orang kecil yang tak berarti, di bawah sorotan banyak orang, dia secara tidak sadar menjadi tegang.
"Ha... hohoho..." Untungnya, dua detik kemudian, penyelenggara yang berdiri di lantai dua tertawa.
Tawanya kembali menarik perhatian orang-orang.
"Oh? Lebih muda dari perkiraan," batin Feng Bujue setelah mendengar suaranya, "Dari cara berjalan, kulit yang terlihat, dan postur tubuhnya tadi, seharusnya usianya tidak lebih dari empat puluh tahun. Tapi dari tawa ini... mungkin masih di bawah tiga puluh."
"Hei! Kamu yang di sana!" Sebelum tawanya reda, penyelenggara itu berteriak dengan suara agak arogan ke arah pria berjas.
"Ah... Ah! Ya! Tuan!" Pria berjas itu terhenti setengah detik sebelum langsung berdiri tegak dan menjawab keras.
"Sekarang segera temui departemen logistik untuk konfirmasi apakah ada sedotan yang diminta Tuan di sebelahmu di kapal," penyelenggara itu memberi perintah dengan tenang, "Jika tidak ada, naik helikopter kembali ke kota untuk membelikan beberapa."
"Eh... Ya!" Ekspresi pria berjas itu seperti orang yang baru diselamatkan. Dia bahkan melirik Jue Ge dengan pandangan sombong sebelum pergi...
Peristiwa yang terjadi dalam satu menit singkat ini, merupakan "pertarungan" pertama antara Jue Ge dan Penyelenggara tersebut...
Feng Bujue memanfaatkan momen ketika Penyelenggara hendak berbicara, dengan tindakan tak masuk akal yang mengacaukan ritme lawannya.
Sementara Penyelenggara menyelesaikan permintaan pihak lawan dengan cara yang sangat sederhana namun tak terpikirkan oleh orang biasa.
Dengan demikian, posisi Jue Ge saat ini terlihat agak canggung... Tapi berkat kulit wajah tebalnya dan efek tambahan dari topeng hari ini, ia tak terlalu mempedulikan tatapan kerumunan.
Bagaimanapun, dalam "pertukaran jurus" pertama ini... jelas Penyelenggara yang unggul.
"Hmm..." Setelah keheningan yang agak canggung, Penyelenggara membersihkan tenggorokannya dan kembali berbicara, "Nyonya-nyonya, Tuan-tuan..."
Ucapannya membuat orang-orang yang masih memandang sinis pada Jue Ge menarik kembali pandangan mereka.
"Selamat datang di Kapal Yage." Suara Penyelenggara sama sekali tidak ramah, justru menyimpan hawa dingin yang samar, "Saya adalah penyelenggara pesta ini. Panggil saja saya 'Penyelenggara'."
Ia berhenti dua detik, mengamati reaksi kerumunan di bawah, kemudian melanjutkan, "Kalian semua orang pintar. Omong kosong basa-basi dan ucapan berbelit-belit akan saya lewati..."
Lagipula dia bukan tipe yang suka bicara seperti itu - karena "basa-basi" dan "berbelit-belit" adalah retorika yang digunakan saat membutuhkan bantuan orang. Sang Penyelenggara hampir tak pernah perlu mengucapkannya.
"Langsung saja ke bagian yang paling kalian tunggu..."
"Setelah berkata sampai di sini," delapan pria berjas muncul secara diam-diam di kedua sisinya, empat di setiap sisi, berbaris rapi.
Di tangan setiap pria berjas terdapat benda yang ditutupi kain putih. Dari siluetnya... benda di bawah kain itu sepertinya berbentuk persegi panjang dengan panjang sisi sekitar 30 sentimeter.
"Ha..." Setelah beberapa detik, penyelenggara menyeringai sinis, "Izinkan saya memperkenalkan hadiah untuk 'permainan' malam ini."
Sebelum suaranya benar-benar reda, para pria berjas itu serentak membuka kain penutup benda yang mereka bawa.
Di bawah kain putih itu... tanpa terkecuali, terlihat kabinet kaca kecil.
Bagian dasar kabinet terbuat dari logam, dengan tutup kaca persegi panjang di atasnya. Di dalam kabinet tersebut tersimpan...
"Mari saya mulai dari sisi kiri saya... memperkenalkan satu per satu." Penyelenggara hanya melirik sekilas ke kiri dan kanan untuk memastikan posisi dan urutan benda-benda itu, lalu tetap mempertahankan posisi menatap ke bawah kerumunan orang sambil mulai bercerita...
"Pertama, 'Air Mata Merah', salah satu berlian merah alami termahsyur di dunia. Dicuri dari rumah kolektor pada tahun 2040 dan menghilang sejak saat itu. Nilai pasar terakhir saat diapresiasi... sekitar 6 juta dolar AS."
"Kedua, 'Kunang-Kunang', tidak ada yang istimewa, hanya batu mata kucing yang sempurna. Nilai pasarnya sekitar 5 juta dolar AS."
“Ketiga, 'Piao Xiang', artefak kuburan yang ditemukan dari perhiasan kerajaan suatu negara di Eropa. Legenda menyebutkan benda ini akan membawa nasib malang bagi wanita yang memakainya, menyebabkan kematian mereka dalam beberapa tahun. Setiap korban selalu ditemukan meninggal di tempat dengan aroma harum yang aneh. Saat terakhir muncul di lelang, 'Piao Xiang' terjual seharga 12 juta dolar AS.”
“Keempat, 'Qing Ren', berlian terbesar asal Myanmar yang masih eksis. Ditemukan pertama kali pada abad ke-19, bongkahan mentahnya dipotong menjadi dua bagian karena ukurannya yang terlalu besar, lalu dibentuk oleh dua pengrajin Italia yang sangat terampil.”
“Kelima, 'Ai Ren', batu saudari dari berlian sebelumnya. Masing-masing dari dua berlian ini memiliki nilai pasar sekitar 5 juta dolar AS.”
“Keenam, 'Permata Merah Muda Kashmir', sebelumnya dimiliki oleh seorang aktris ternama abad ke-20. Pada tahun 1968, ia ditemukan tewas di ruang tamu rumahnya sendiri. Satu-satunya barang yang dicuri dari rumah mewahnya saat itu adalah permata ini. Setahun sebelum pembunuhannya, ia membeli permata ini seharga 180 ribu dolar AS. Saya yakin para hadirin semua memahami inflasi - berapa nilai 180 ribu dolar AS saat ini pasti bisa segera kalian hitung.”
"Ketujuh, 'Mahkota', hadiah dari serangkaian kompetisi yang diadakan oleh sebuah perusahaan game Amerika Serikat pada tahun 1982, terbuat dari emas murni dengan hiasan berlian, rubi, safir, dan aquamarine. Karena krisis besar di industri game Amerika Serikat pada tahun 1983, game kompetisi terkait hadiah ini hanya dirilis secara terbatas dan akhirnya gagal mengadakan babak final. 'Mahkota' pun menghilang pada tahun yang sama. Perkiraan nilai benda ini saat itu adalah 25.000 dolar AS, dan dengan memperhitungkan inflasi serta latar belakang ceritanya, nilai pasarnya sekarang setidaknya tidak kurang dari 4 juta dolar AS."
"Terakhir..." Ketika menyebut benda terakhir ini, penyelengara berhenti sejenak dan melirik ke arah lemari itu sebelum melanjutkan, "'Hati Samudra'."
Tentang permata ini, dia hanya mengucapkan empat kata itu.
Untuk permata ini, dia juga hanya perlu mengucapkan empat kata itu...
Tidak ada yang tidak mengetahui kisah Hati Samudra di sini, dan tidak ada yang berani menaksir nilai permata ini.
"Hm... Asalkan bisa mendapatkan 'itu' saja kan..." Saat kerumunan di aula utama terpana memandangi permata-permata tak ternilai itu, Feng Bujue tetap tenang. Yang menjadi perhatiannya... hanyalah "target" dari kedatangannya kali ini.
"Baik, saya rasa Tuan-tuan sudah memahami nilai hadiah kali ini." Setelah jeda beberapa detik, penyelengara melanjutkan, "Sudah pasti, setiap perhiasan di sini mampu membebaskan kalian dari kesulitan saat ini."
"Asalkan kalian menang dalam 'permainan' ini, kalian bisa memilih salah satu untuk dibawa pulang."
"Tapi... Jika kalian kalah dalam 'permainan' ini..."
