“Selama berabad-abad terakhir, di atas dimensi yang kau ketahui dan lihat, beberapa faksi berbeda terus berebut kekuasaan atas dunia manusia.” Narasi Woody dimulai.
Tapi Feng Bujue tak berniat hanya menjadi pendengar: “Hei… Ini kan kamu mengembangkan konsep dari hadiah kompetisi game ‘Mahkota Atari’ era 80-an abad lalu? Plot macam apa ini?”
“Hehehe… Nanti juga akan jelas kalau terus didengar.” Woody menyesuaikan kacamatanya lagi, “Tapi perang ini pasti akan menjadi tarik ulur yang panjang… Meski tahun 1999 semua orang sangat menantikan, Vincent malah memodifikasi peristiwa dalam Kitab Wahyu melalui bocah bernama Lu Kun itu…”
“Eh… Siapa sih Lu Kun itu?” Feng Bujue bertanya, “Dan… Peristiwa dalam Kitab Wahju, maksudmu teori kiamat milenium?”
“Hmph… Bukan kiamat total sih, mungkin cuma Empat Penunggang Kuda datang membersihkan permukaan bumi, manusia belum tentu punah.” Jawab Woody, “Soal Lu Kun… Dia salah satu yang terkuat di dunia manusia, ngomong-ngomong… Kebanyakan yang terkuat di dunia manusia itu otaku…”
Saat mengatakan ini, Woody menunjukkan ekspresi kontemplatif, berhenti sebentar, lalu melanjutkan: “Pokoknya… Hal-hal itu tidak terlalu terkait denganmu, lagipah sudah lewat, mari kita lanjutkan…”
“Oh.” Feng Bujue mengangguk. Karena merasa "lubang" yang disebut lawan bicaranya tadi terlalu besar, dia tidak melanjutkan pertanyaannya.
“Sepuluh tahun setelah 'Mingmo' dihentikan, atas perintah 'kemauan tertinggi', dunia manusia mengadakan 'permainan kandidat'.” Woody tertawa, “Hehehe... Dan saat itu yang bertanggung jawab mengorganisir permainan itu adalah kami empat bajingan neraka.”
“Tunggu dulu...” Ekspresi Feng Bujue berubah, “Benar ada yang disebut 'empat bajingan neraka'?”
“Hehe... Kau dengar dari kucing... eh... maksudku Gu Chen tentang kami, ya?” Woody bertanya sambil tersenyum.
“Kukira dia sedang memaki.” kata Feng Bujue, “Ternyata ini gelar yang benar-benar ada? Ngomong-ngomong... ada tiga orang jahat lagi sepertimu selain Vincent?”
“Simon dan Sid.” jawab Woody.
“'Simon' itu?” Feng Bujue mengangkat kedua tangan membuat isyarat tanda kutip, “Tidak mungkin? Dia tidak terlihat sejalan dengan kalian.”
“Hehe... Kau dan Wang Tanzhi juga tidak terlihat sejalan.” balas Woody.
“Hmm...” Jue Ge tak bisa membantah.
“Mengenai Sid... lagipula kau belum pernah bertemu, jadi tak perlu diperkenalkan lebih jauh.” Woody berhenti sebentar setelah mengatakan ini, lalu melanjutkan, “Mari kembali ke urusan game...”
“Yang disebut 'permainan kandidat' adalah sebuah 'ritual' yang telah berlangsung sejak era persaingan para dewa; Ini menyangkut kelangsungan hidup dan kematian, masa lalu dan masa depan, merupakan penunjuk arah takdir, ikatan ruang-waktu, maknanya bagi dunia ini bahkan tak bisa diungkapkan dengan kata-kata……”
“Pemenang dalam permainan ini hanya ada satu……meskipun partisipannya bisa banyak; Kami menyebut para partisipan ini sebagai 'kandidat'; Sudah pasti, mereka yang memenuhi syarat menjadi kandidat bukanlah orang biasa……Setiap kandidat memiliki kemampuan yang luar biasa.”
“Ketika para kandidat ini bersaing dalam 'permainan kandidat' dan menentukan satu-satunya pemenang, orang tersebut akan menjadi 'Yang Terpilih'——yakni yang diakui oleh para dewa.”
“‘Yang Terpilih’ adalah eksistensi yang mampu 'mendorong zaman', 'mengubah takdir', 'membunuh dewa dan membantai iblis'; Setiap abad, paling banyak muncul satu atau dua orang seperti ini, mereka biasanya meninggalkan legenda terkenal di dunia manusia. Contohnya selama Perang Olympus……ada seorang Sparta yang menjadi kandidat, hasilnya hampir dengan kekuatan sendiri ia mengakhiri perang antara manusia dan dewa, itupun diselesaikan dengan kekuatan fisik.”
“Maksudmu si botak yang mengikat dua pisau dapur dengan rantai besi itu ya……” Feng Bujue sepertinya sudah tahu siapa yang dimaksud.
“Hehehe……” Woody sekali lagi menghindari pertanyaan dengan tawa mesumnya tanpa memberikan jawaban langsung, lalu melanjutkan dengan santai, “Siapa sebenarnya tidak penting, yang penting kamu paham konsep 'Yang Terpilih', toh… kamu juga salah satu kandidatnya.”
“Oh?” Entah itu kepercayaan diri atau kesombongan… Feng Bujue benar-benar tidak terkejut sama sekali, “Kalau begitu… Taman Horor adalah 'permainan kandidat' yang kamu maksud?”
“Taman Horor… adalah bahan percobaan.” Woody menjawab, “Jika berhasil, dalam waktu lama ke depan, ia akan menjadi template untuk 'ritual' yang akan digunakan.”
“Lalu… kalau gagal?” Feng Bujue bertanya.
“Itu bukan urusanmu…” Woody mengubah nada bicaranya sambil merendahkan suara, “Setidaknya… belum saat ini.”
“Apa maksudmu?” Jue Ge dengan tajam menangkap sesuatu dari kalimat terakhir lawan bicaranya.
“Hehehe… Maaf, untuk hal ini aku tidak bisa memberi tahu.” Woody tertawa.
“Gaya khasmu yang selalu mengoceh saat sampai di bagian penting… eh… maksudku tertawa hehe…” Feng Bujue menyambung, “Benar-benar menyebalkan...”
“Hehehe… Terima kasih.” Woody justru tampak bangga bukannya malu, bahkan berterima kasih sebelum mengembalikan topik, “Mari kita kembali bahas 'Taman Horor'...”
"Permainan kandidat di masa lalu, umumnya cukup kejam. Meskipun bentuknya berbeda setiap kali, pada dasarnya... ini adalah permainan yang memaksa manusia saling membunuh."
"Orang-orang di zaman kuno memiliki keyakinan. Mereka menghargai kehormatan, menyembah dewa-dewa... demi memperoleh gelar 'terpilih', mereka rela bertaruh nyawa."
"Tapi kemudian, manusia berubah... Bisa dibilang mereka menjadi lebih pintar, atau mungkin lebih jahat... Meski masih menyimpan rasa hormat pada dewa, mereka mulai memahami arti 'berjuang untuk diri sendiri'."
"Lama kelamaan, manusia kehilangan keyakinan. Permainan semakin sulit dijalankan. Kami bahkan harus menggunakan metode ancaman dan bujukan untuk memaksa talenta-talenta terbaik dari dunia manusia berpartisipasi. Kadang sampai harus mencari orang dari alam semesta paralel untuk memenuhi kuota."
Tepat saat Woody sampai pada bagian ini...
"Hah!" Feng Bujue tertawa terbahak, "Soal ancaman dan bujukan, aku punya pengalaman mendalam."
"Hehe... Padahal aku sudah sangat sopan padamu, toh kita bukan musuh." Woody tersenyum.
"Lalu kalau nanti jadi musuh?" Feng Bujue menyipitkan matanya, berbicara dengan nada penuh makna.
Mendengar ini, ekspresi Woody tiba-tiba berubah. Dia tertawa seram tiga kali: "Hehehe... Setelah mendengar penjelasanku, mungkin kau akan menemukan jawabannya sendiri..."
