“Terakhir kali kita bertemu, aku masih seekor kucing.” Wanita di luar pintu segera menjawab kebingungannya.
“Eh...” Feng Bujue terdiam sebentar, lalu mencoba menebak, “Arthas?”
“Sebenarnya... namaku adalah Molly (Gremory).” Molly menjawab, “Selain itu... bisakah kau izinkan aku masuk dulu?”
Feng Bujue sedikit ragu selama beberapa detik, lalu membuka pintu kamar.
"Perubahanmu cukup besar ya..." ujar Jue Ge sambil menatap lawan bicaranya setelah membuka pintu.
"Bagi ku, berubah menjadi kucing baru disebut 'perubahan besar'." Molly tak sungkan-sungkan, langkahnya sudah masuk sebelum kalimatnya selesai.
Setelah lebih dari setahun bermetamorfosis dalam bentuk kucing di sini, dia sudah hapal betul kondisi rumah. Langsung menuju ruang tamu tanpa ragu.
"Kau benar-benar tak anggap diri sebagai orang luar ya?" Saat Jue Ge menutup pintu dan kembali, Molly sudah duduk nyaman di sofa bahkan dengan kaki bersilang.
Meski mantelnya menutupi tubuh bagian atas dengan rapat, sepasang kaki panjangnya yang terbungkus stoking hitam tetap mencolok. Lekuk betisnya yang ramping memicu imajinasi liar.
"Sial..." Sifat tajam lidah Molly tak berubah. Matanya mengernyit sambil bersenda gurau, "Kalau benar tak anggap diri sebagai orang luar... aku sudah teleportasi masuk. Tapi aku juga takut 'terbunuh seketika' olehmu."
Feng Bujue tersenyum tipis, duduk di sofa seberang sambil menanggapi, "Ha... Dari nada bicaramu... Saat ku permainkan Uriel, kau sudah ada di luar pintu ya?"
"Lebih awal dari itu," jawab Molly. "Aku datang hampir bersamaan dengannya. Hanya saja... dia di tempat terang, aku di bayangan."
"Oh?" Feng Bujue menangkap sesuatu dari pernyataan itu. "Kau sedang melacaknya?"
"Alasan aku bertanya begitu, karena Jue Ge sudah menghitung jelas utang Uriel. Dia tahu lawannya pasti datang diam-diam kali ini."
"Aku tidak perlu melacaknya, atau siapapun..." kata Molly, "Aku hanya perlu 'menjaga'mu saja."
Hanya dengan jawaban ambigu itu, Feng Bujue langsung menebak sesuatu: "Hmph..." gumamnya, segera memalingkan wajah ke dinding tak jauh darinya.
"Kau benar." Molly menyambung, "Bekas cakar yang kutinggalkan di dinding dulu, tidak sesederhana kelihatannya..."
"Itu barrier tipe deteksi ya?" tanya Feng Bujue, "Yang jenis... 'begitu makhluk non-manusia masuk area sekitarmu, kau langsung dapat sinyal'?"
"Sulit dijelaskan singkat, anggap saja begitu." jawab Molly.
"Hmm..." Jue Ge teringat sesuatu, "Ngomong-ngomong... Saat aku menambal dinding, aku menutupi barrier-mu di lantai atas dengan formasi magis pengendalian serbaguna. Apa tidak ada efek samping?"
“Maksudmu formasi magis yang pernah mengurung Zakharia itu ya.” Ekspresi menghina tampak di wajah Molly, “Hmph… Fungsi benda itu sebenarnya tidak penting…” ujarnya dengan lesu, “Saat kau menggambar formasi itu, kesadaran spiritualmu bahkan belum terbuka, pada dasarnya kau hanyalah orang normal; Apakah kau benar-benar mengira… seorang biasa, hanya dengan pengetahuan misteri dangkal dan coretan sembarangan di dinding… bisa mengendalikan makhluk setengah dimensi lebih tinggi darimu?”
“Maksudmu…” Feng Bujue memberi isyarat agar lawannya melanjutkan.
“Kau hanya beruntung.” Molly menjelaskan, “Formasi itu berasal dari sistem Raja Salomo, dan… kebetulan tergambar di barrierku.” Dia mengangkat bahu, “Berkat kekuatan level '72 Dewa Iblis'-ku, barulah kau bisa mengendalikan Zakharia.”
“Oh!” Feng Bujue tiba-tiba mendapat pencerahan, “Aku pikir namamu tidak asing, ternyata kau salah satu dari 72 Dewa Iblis.” Setelah jeda setengah detik, dia bertanya, “Lalu… kenapa kau menjadi bawahan Woody? Secara hierarki, bukankah statusmu bangsawan kegelapan?”
“Ha…” Senyum palsu mengembang di wajah Molly, “‘Bangsawan’… Itu sudah terjadi sangat~sangat lama.”
“Bagaimana jika… kau bercerita, dan aku mendengarkan?” Feng Bujue merasa ada cerita menarik di balik ini, dan dia cukup tertarik.
"Mendengar itu, Molly berpikir beberapa detik, lalu mulai bercerita: 'Dulu, di kegelapan... kelompok Satan bangkit dengan cepat, momentum tak terbendung, sementara faksi Berial semakin melemah; Melihat posisi Raja Kegelapan hampir berpindah tangan, Berial pun punya ide gila... Dia menggadaikan 72 iblis besar terkuatnya kepada Raja Salomo, dan membuat transaksi 'mengambil jiwanya setelah mati'." Di sini dia tertawa sinis, "Ha, rencana Berial adalah dalam 72 hari, merancang kematian tidak wajar untuk Raja Salomo, lalu menggunakan jiwa kuat itu untuk membalikkan keadaan... Tapi dia tak menyangka, Raja Salomo punya transaksi rahasia dengan banyak dewa, dewa jahat, dan semi-dewa, membuat mengambil nyawanya hampir mustahil."
"Jadilah, Berial menjadi contoh sempurna buku pelajaran tentang 'ingin mencuri ayam malah kehilangan beras'; Dalam keadaan sudah lemah, dia malah menyia-nyiakan kekuatan tempur utamanya."
"Hasil selanjutnya, tidak perlu dijelaskan lagi..."
"Setelah Satan naik tahta, kami 'mantan menteri' ini menjadi tulang ayam; Lagipula kegelapan tidak membutuhkan kami, sedangkan iblis yang berkeliaran di dunia manusia sebanyak pasir... 72 tambahan kami pun tak berarti."
“Sejak tahun Babilonia menyerbu Yerusalem, kami menjadi pengembara di dunia manusia. Hingga masa Perang Salib, untuk melawan surga yang sedang di puncak kejayaannya, Satan baru mengirim ‘Empat Pengkhianat’ itu ke dunia manusia untuk melacak kami... Saat itulah aku kembali masuk dalam sistem neraka.”
Setelah mengatakan semua itu, Molly menghela napas panjang dan menyimpulkan: “Itulah mengapa... pangkatku berada di bawah si ‘Hehehe’ itu.”
“Oh...” Feng Bujue mengangguk, lalu bertanya lagi, “Hei, kenapa semua ini... tidak pernah kau ceritakan sebelumnya? Bahkan nama ‘Molly’ pun baru kali ini kudengar.”
“Situasi berbeda, waktu berbeda...” Molly menjawab, “Situasi terus berubah - beberapa bulan lalu, sebaiknya kau tidak tahu apa-apa; saat aku pergi tanpa pamit, kau sudah boleh tahu sebagian; sekarang...”
Sambil berkata demikian, dia mengangkat tangan kanannya dan mulai membuka kancing mantelnya.
“Hey hey... Mau apa kau...” Feng Bujue memandangnya dengan sudut mata sambil menyandarkan tubuhnya ke belakang, “Malam gelap berangin begini, cuma berdua pria-wanita, tidak baik melakukan ini...”
Saat ucapannya selesai, gerakan Molly membuka kancing juga berhenti.
Sebenarnya... dia hanya membuka dua kancing saja, karena harus mengambil sesuatu dari saku dalam baju...
"Aku tidak tahu apa yang salah dengan mengeluarkan pena." Molly mengeluarkan kotak kaca kecil dan meletakkannya di meja kopi. Di dalam kotak itu... terdapat pena bulu berwarna hitam. "Tapi kurasa dalam pola pikirmu yang sudah tercemar itu pasti ada jawaban yang masuk akal... Tentu saja, aku tidak tertarik dengan detailnya."
"Heh... hehe..." Feng Bujue tertawa kecut, berusaha mengalihkan topik. "Pena ini... ada apa istimewanya?"
"Ini adalah pena yang digunakan Dante saat menulis draf pertama Divina Commedia." Molly menoleh ke arah rak buku Jue Ge. "Kau bisa menggunakannya untuk menulis di 'buku itu'."
"Maksudnya?" Ekspresi Feng Bujue berubah halus, bertanya setengah bercanda. "Apakah ini settingan semacam... 'cukup tulis nama dan cara mati, lalu orang itu akan mati'?"
"Kau berlebihan." Molly menjawab. "Saat ini, buku itu hanyalah 'buku draft'. Saat kau mengisinya sampai penuh, ia akan menjadi 'buku formula'."
"Buku draft... buku formula..." Pikiran Feng Bujue berputar cepat, gumamnya terdengar. "Hmm... Haruskah aku melakukan kalkulasi di sini?"
"Ini bukan pertanyaan yang bisa saya jawab." Molly membentangkan kedua tangannya, "Lagipula... Saya tidak memiliki kemampuan seperti 'Kesalahan Kebenaran'; Saya hanya menerima sinyal, datang untuk memastikan keamanan dan posisimu... sekalian mengantarkan pulpen. Untuk urusan lain... harus kau selesaikan sendiri." Dia berdiri, "Sudah, cukup sampai di sini. Belakangan ini saya juga sibuk, semoga saat bertemu lagi nanti, sudah ada kemajuan."
