【Misi utama telah terpicu】
【Misi sampingan telah terpicu】
Setelah ketiganya saling menyapa, notifikasi sistem langsung terdengar——bahkan datang berturut-turut dua kali.
Detik berikutnya, mereka bertiga serentak melihat daftar quest.
Pertama, misi utama: 【Temukan terjemahan asli 《Ramayana》 dalam harta karun Janggut Hitam】
Kemudian, tiga misi sampingan berturut-turut, yaitu——
【Bantu Janggut Hitam menemukan anak buah lamanya di Pulau Jumo】, 【Naik ke kapal musuh selama pertempuran laut dan bunuh setidaknya tiga awak musuh】, dan 【Ikuti pertandingan tinju di geladak dan kalahkan "Orang Viking"】.
"Hmm... urusan di quest ini cukup banyak ya." Setelah membaca cepat konten misi, Feng Bujue bergumam dengan dialog yang cukup hambar.
Ini salah satu teknik percakapan andalannya, dengan cara "melempar batu sembunyi tangan" ini, membuat orang di sekitarnya mengutarakan pendapat mereka terlebih dahulu.
"Dilihat dari kontennya, ini semua adalah misi yang bisa diselesaikan sambil melakukan misi utama..." Hong Hu cukup memahami Jue Ge, jadi dia langsung menyambung dengan omong kosong tak bermutu serupa, menunjukkan bahwa sang Jenderal Cerdik takkan terjebak tipuanmu.
"Hmph..." Hasilnya, dua detik kemudian, Snow yang cepat berpikir namun "kurang pengalaman" itu tersenyum dan berkata, "Jika dipikir sebaliknya... Berdasarkan prinsip misi sampingan 'bisa dikerjakan atau tidak', apakah tiga quest ini mengisyaratkan... Kita bisa tidak bergabung dengan kubu Janggut Hitam, tidak membantunya mencari orang, tidak ikut perang laut, juga tidak ikut turnamen tinju antar awak kapal... Melainkan memilih terus bersembunyi di sini sampai kapal merapat ke pantai, lalu langsung menuju harta karun untuk menyelesaikan quest utama."
"Eh?" Mendengar ini, Hong Hu langsung bersemangat, "Kamu ini, Snow... Kamu cukup hebat. Mari berteman, ya?"
Hong Hu juga orang bijak. Dia paham: Di dalam game "Taman Horor", pemain yang bisa langsung menganalisis empat quest di atas seperti ini setidaknya sudah satu level di atas pemain "biasa".
Level, peralatan, skill, spesialisasi... Semua ini bisa didapatkan dengan waktu atau uang. Tapi kecerdikan tidak semudah itu diperoleh. Jadi... Teman seperti ini semakin banyak semakin baik.
"Hmph... Baiklah." Satu detik kemudian, Snow menjawab, "Nama besar Hong Hu juga sudah kudengar. Merupakan kehormatan bisa berkenalan dengan selebritas seperti dirimu."
Sebenarnya ada sedikit sarkasme dalam ucapannya. Secara objektif... Jika dia berteman dengan Hong Hu, justru Hong Hu-lah yang seharusnya merasa terhormat.
Di dunia nyata, Hong Hu paling banter bisa dianggap sebagai selebritas tingkat satu di lingkaran game, tapi kalau bicara pengaruh atau kekuatan di masyarakat... mungkin dia bahkan tidak lebih kuat dari selebritas kecil tingkat dua-tiga.
Sedangkan Snow... tanpa berlebihan, dia seperti "Pangeran Dunia Bawah Tanah"; asalkan dia mau, dalam hitungan menit bisa membuat orang-orang yang disebut "kelas atas" itu berlutut menjilat sepatunya, bahkan membuat mereka menguap dari dunia.
Tapi, di dunia game yang ada di hadapan ini, mereka berdua hanyalah... "pemain".
Inilah salah satu pesona internet - jaringan ini bisa, pada waktu dan tempat tertentu... menempatkan orang-orang dengan status dan posisi yang sangat timpang di dunia nyata ke dalam lingkungan yang relatif adil.
Di lingkungan ini, berbagai sumber daya yang biasa dikuasai para "penguasa" itu... seperti hak suara prioritas, hak pilih; kemampuan mengarahkan peristiwa dengan berbagai "cara di luar arena" yang legal maupun ilegal, dll... semuanya akan lenyap.
Seperti hewan ternak yang perlahan kehilangan kemampuan berburu, ketika orang-orang itu keluar dari kandang bernama "Uang" dan "Kekuasaan", sebagian besar dari mereka... akan terlihat sangat rapuh, tidak berdaya, bahkan bodoh.
Tentu saja, ada pengecualian...
Snow adalah pengecualian itu, bahkan jika kau mengambil semua yang ada di sekitarnya, dia tetap karakter yang sulit ditangani.
Yang patut disyukuri, saat ini... dia adalah teman, bukan lawan.
"Di mana~di mana~saya cuma cari nafkah, tidak pantas disebut orang terkenal. Kita semua teman sesama pemain game, tidak perlu terlalu formal." Setelah mendapat jawaban lawan, Hong Hu memberikan respons yang sangat rendah hati.
Hong Hu sekarang jelas jauh lebih matang dibanding saat pertama kali bertemu Jue Ge. Bisa dikatakan... justru proses "mengenal Feng Bujue" inilah yang membuatnya berkembang pesat.
Dulu... di awal quest "Catatan Mendaki Gedung", dia langsung saling puji dengan dua pemain studio di hadapan Jue Ge. Hal seperti itu... sekarang sama sekali tidak akan dia lakukan lagi.
Semakin tinggi posisi seseorang di suatu bidang dan semakin luas wawasannya, semakin dia paham prinsip "di atas langit masih ada langit". Untuk mencapai "tempat yang lebih tinggi", seseorang harus belajar "menghormati", belajar "introspeksi", belajar "rendah hati"...
Perasaan "puas diri" biarlah dinikmati oleh mereka yang berpuas diri dengan pencapaian kecil dan berhenti berkembang. Itu adalah kompensasi ilahi bagi orang yang "kemampuannya hanya sampai di sini".
Hong Hu jelas bukan tipe orang seperti itu... Karena itu, dia sudah lama membuang rasa "puas diri" itu. Dia menempatkan diri pada posisi yang sangat rendah, berjuang dengan mentalitas seperti saat pertama memulai karir.
Saat ini, Hong Hu telah mengalami kemajuan pesat dalam hal retorika, kecerdasan spontan, dan visi jangka panjang. Sebagai penasihat strategi tim, kemampuannya kini setara dengan Jue Ge. Prestasinya membantu [Aliansi Sampah] menerobos masuk ke babak final pada S2 menjadi bukti nyata. Dalam hal interaksi sosial, Hong Hu juga mulai menunjukkan kharisma pemimpin besar. Jika bicara soal "kemampuan berpura-pura lemah", ia pun mampu bersaing sejajar dengan Jue Ge.
"Menurutku... begini saja." Setai mendengarkan percakapan kedua orang itu beberapa saat, Feng Bujue menyela dengan penuh niat jahat, "Kalian berdua... masuk saja ke dalam satu tong, ngobrol santai di situ; Aku... akan keluar sendiri, bergabung dengan kru bajak laut, menyelesaikan misi sampingan, lalu memanggil kalian setelah kapal merapat ke pulau."
"Lupakan..." Hong Hu yang telah mendorong tutup tong kayunya keluar sambil menyalakan senter yang selalu dibawanya, "Jika kau keluar sendiri, dalam tiga menit kau pasti sudah menjual kami berdua."
"Apa kau sama sekali tidak percaya padaku?" Jue Ge juga membuka tutup tong di atas kepalanya, menampakkan setengah wajahnya sambil mengangkat alis.
"Hah!" Hong Hu tertawa kering, "Aku bahkan sudah membayangkan detail caramu mengkhianati rekan tim - Pertama, sengaja ketahuan dan ditangkap; Kedua, mengaku sangat mengagumi Kapten Janggut Hitam dan ingin bergabung dengan kru bajak lautnya; Ketiga, memberikan posisi aku dan Snow sebagai tawaran sambil menimpakan tuduhan 'menghilangkan Anggur Daun Kering' ke kepala kami... Tamatlah ceritanya."
"Hmph…" Belum selesai bicara, Snow juga muncul dari embernya, "Rencana yang cukup bagus. Dengan begini, kau sudah menyingkirkan dua teman yang suatu saat akan berbagi hadiah quest utama, sekaligus mendapatkan kepercayaan Janggut Hitam… Meski kepercayaan ini tidak terlalu kokoh, setidaknya cukup untuk membuatmu tetap di kapal."
"Sial… Apakah aku orang yang tidak punya ambisi?" Feng Bujue mengernyitkan matanya, melirik ke kiri dan kanan, lalu mengeluarkan 【Pisau Kecil Harian Bell】 dari pinggangnya, memotong jaring tali yang menutupi tiga ember.
"Aku? Feng Bujue yang agung, perlu mengkhianati rekan untuk mendapatkan kepercayaan NPC?" Setelah memotong jaring, Jue Ge menyimpan pisaunya dan berdiri, bergumam, "Camkan baik-baik, ini adalah Alam Semesta Utama…" Sambil menepuk dadanya, "Aku punya banyak koneksi di sini."
"Ya~ Ya~" Hong Hu menyipitkan mata, ikut berdiri, "Aku hampir lupa… Bahkan Dewa Iblis itu adalah orangmu, kan?"
Insiden di final S2 dimana rombongan Hong Hu dikalahkan oleh siasat Feng Bujue, hingga seluruh tim dikeluarkan dari Alam Semesta Utama, tentu masih diingatnya.
"Ah… Siapa yang tahu." Jue Ge tertawa ringan, tidak memberi jawaban pasti, lalu cepat mengalihkan topik, "Intinya, aku pasti akan melakukan misi sampingan. Kalian berdua mau ikut atau tidak… Terserah kalian."
"Tentu, kenapa tidak?" kata Hong Hu, "Semua keputusan itu omonganmu sendiri. Aku tidak pernah bilang mau bersembunyi di sini."
"Hē hē... Sepertinya, kalian berdua sudah cukup akrab ya." Snow yang diam sejenak di samping, kali ini juga merangkak keluar dari tong dan tersenyum menanggapi.
"Ah... Bisa dibilang begitu." Hong Hu menjawab, "Berkolaborasi dengan Saudara Feng... Baik sebagai rekan tim maupun lawan, pasti akan menjadi pengalaman yang sangat tak terlupakan."
Mendengar ini, Snow tersenyum kompak: "Ha... Memang, saya juga merasakan hal yang sama."
"Oh?" Sekejap, Hong Hu juga menyadari sesuatu, "Ngomong-ngomong... Kalian berdua juga bukan pertama kali bertemu kan?" Ia menoleh ke Snow dengan ragu, "Saya ingat, tadi Snow memanggilnya 'Tuan Gagak'?"
"Benar." Snow tidak berniat menyembunyikan, "Sekitar sebulan lalu, kami bertemu dua kali. Selama periode itu terjadi beberapa hal... Jadi..."
"Hei, hei, hei..." Feng Bujue menyela Snow, "Kenapa kamu mendeskripsikannya dengan nada seolah kita bertemu di gaybar gitu?"
"Hah?" Snow terdiam, "Apa iya?"
"Tentu saja ada." Jue Ge membalas dengan logat kampung halamannya yang sok benar, lalu segera menatap Hong Hu dan bertanya, "Kamu yang nilai... Bukankah penjelasannya tadi sangat mudah mengarah ke kesimpulan 'Saya pakai nama Tuan Gagak main-main di gaybar terus diajak rayuan sama dia'?"
"Emm..." Hong Hu bingung menentukan ekspresi yang tepat untuk menanggapi, "Awalnya sama sekali tidak terpikir ke situ, tapi sekarang kamu sudah memaksa saya masuk ke ritme imajinasi yang tidak ingin saya masuki..."
"Nah, lihat." Setelah mendapat jawaban, Feng Bujue menoleh kembali ke Snow dan berkata, "Terbukti penjelasanmu bermasalah, kan?"
"Hei... Jelas-jelas ini masalahmu..." Hong Hu menahan dahi sambil menggeleng, "Lagipula... Masalah seperti ini perlu dipusingkan? Banyak yang sudah tahu kalau kau punya pacar!" Suaranya sengaja dipanjangkan, "Jika tidak ingin kubahas 'apa yang sebenarnya terjadi antara kalian berdua'... Langsung katakan saja, tak perlu mengalihkan pembicaraan dengan topik aneh... Lagian aku juga tidak terlalu tertarik dengan urusan ini."
Mendengar itu, ekspresi Feng Bujue berubah halus. Dalam hati ia bergumam, "Huh... Jadi makin lihai ya, niatku terbaca semua rupanya."
"Baik, mari kita kembali bahas quest." Namun Jue Ge tidak memuji lawan bicaranya, langsung mengalihkan topik, "Snow, kau mau tetap di sini atau ikut kami keluar?"
"Aku..." Selama belasan detik terakhir, Snow terus mengamati dan menganalisis hubungan kedua sosok di hadapannya beserta setiap ucapan mereka; Ditanya tiba-tiba oleh Jue Ge, ia ragu sebentar sebelum menjawab, "...Tentu ikut bergabung dengan kalian."
"OK, kau yang buka pintunya." Feng Bujue sama sekali tidak memberi waktu berpikir, langsung mengajukan permintaan.
"Hmm..." Snow tidak bodoh, ia langsung mengajukan tiga pertanyaan kritis, "Boleh tahu... Mengapa harus aku yang buka? Mengapa aku harus menuruti perintahmu? Dan... Kenapa kita tidak menggeledah 'Ruang Penyimpanan Ketiga' ini dulu sebelum pergi?"
"Sederhana saja..." Feng Bujue langsung menjawab, "Karena aku punya koneksi. Membangun hubungan dengan Black Beard juga harus lewat aku. Jadi... pekerjaan eksplorasi seperti 'membuka pintu yang mungkin langsung diserang penjaga dan terbunuh seketika' ini tentu tidak bisa kukerjakan." Dia berhenti sejenak, "Alasan tidak merampas barang di ruangan ini... juga jelas; nanti kita akan bergabung dengan kru bajak laut. Kalau sekarang kau 'mencuri' barang mereka, bukankah itu akan menjadi celah tersembunyi nanti?"
"Ah..." Snow terdiam selama tiga detik, lalu melakukan gerakan mata ke atas dan bergumam, "Mengapa aku bisa terbujuk oleh alasan yang agak tidak masuk akal ini..."
Setelah berkata demikian, dia berbalik dan berjalan menuju pintu.
Feng Bujue dan Hong Hu saling memandang. Yang pertama hanya tersenyum sambil mengangkat bahu, sedangkan yang kedua menggelengkan kepala dengan frustrasi.
Beberapa detik kemudian, Snow sudah sampai di ambang pintu Ruang Penyimpanan ketiga.
Pintu kayu yang sangat tebal, baik papan pintu maupun kuncinya jelas tidak bisa dihancurkan dengan senjata biasa seperti pisau atau tombak.
Setelah berdiri tegak, Snow meletakkan tangannya di gagang pintu. Sebelum membuka, dia menoleh melihat kedua rekannya di belakang.
Saat itu, Feng Bujue sedang melihat ke sekeliling dengan ekspresi biasa saja, sedangkan Hong Hu dengan wajah serius memegang senter untuk menerangi Snow.
"Ha..." Snow tersenyum tipis saat kembali menghadap ke pintu.
Jue Ge dan Hong Hu tidak mendengar suara tawa itu, karena suara ombak yang tak henti-hentinya di telinga mereka telah menenggelamkannya.
Gurgle——
Segera setelah itu, Snow memutar gagang pintu dan membukanya.
Seperti yang diduga, di luar pintu memang ada penjaga, tapi saat ini penjaga itu sedang tertidur pulas di tempat tidur gantung yang berjarak beberapa meter dari pintu kayu; goyangan kapal dan suara sekitar tidak berpengaruh sama sekali padanya... Jelas, dia sudah terbiasa tidur dalam lingkungan seperti ini, deretan dengkurannya membuktikan dia sedang tidur nyenyak.
Chapter 1200: Sang Bajak Laut Kembali (Empat)
Melihat situasi ini, Snow menoleh kembali dan memberikan kode mata pada Feng Bujue dan yang lain.
Feng Bujue dan Hong Hu tentu saja juga telah melihat kondisi di luar pintu. Detik berikutnya, keduanya secara spontan saling memandang, dan dalam kesunyian menjalin kesepakatan...
……
Lima menit kemudian, ketiga pemain telah berdiri di geladak Queen Anne's Revenge.
Mungkin karena keberuntungan, atau mungkin memang tingkat kesulitan quest ini... Sepanjang perjalanan, ketiganya sama sekali tidak dihalangi, bahkan tidak ada yang meragukan mereka.
Tentu saja, jika dipikir-pikir, ini cukup masuk akal.
“Di kapal bajak laut ini, setidaknya ada lebih dari seratus orang, lebih dari separuhnya direkrut sebelum pelayaran; para pelaut baru ini tidak tahu banyak, dan tidak perlu tahu terlalu banyak... Bagaimanapun, selama mereka bisa mengenali kapten, mualim, perwira kedua, bosun, dan kru berpangkat tinggi lainnya, serta patuh pada perintah... itu sudah cukup. Saat merapat ke pantai berikutnya, mereka yang masih hidup bisa memilih tetap melanjutkan atau membagi trofi lalu pergi.”
“Ini... adalah tradisi bajak laut yang mewarnai era Karibia.”
“Faktanya, banyak kapal dagang bahkan kapal militer saat itu juga menggunakan aturan serupa, karena sebagian besar kapal akan kehilangan kru setelah berlayar, ditambah para pelaut sering ingin berganti lingkungan karena berbagai alasan... Jadi wajar jika awak kapal yang berbeda saling tak mengenal.”
“Mengingat tingkat kesulitan quest tim Normal, perkembangan ini lebih mudah dari perkiraan.” Setiba di geladak, Feng Bujue berkata pada dua rekannya, “Mungkin... saat kita menyelesaikan quest ini, hilangnya tiga tong ‘Anggur Daun Kering’ bahkan belum terdeteksi.”
“Apakah itu berarti...” Snow menyela, “kita sebenarnya merugi karena tidak ‘mencuri’ barang di Ruang Penyimpanan ketiga tadi?”
“Mau kembali sekarang untuk mengambil?” Feng Bujue menanggapi.
“Pintunya sudah terkunci...” Snow membentangkan kedua tangan, “Kalau mau masuk, harus mencuri kunci dari penjaga... Itu urusan yang sama sekali berbeda.”
"Jadi ngapain kamu ngasih komentar telat." Jue Ge baru mengungkapkan inti pertanyaan yang diajukan sebelumnya.
"Hmm... baiklah." Snow juga cepat GET maksud tersirat dalam ucapan lawan bicara, dengan bijak tidak membahas urusan itu lagi.
"Kalau begitu..." Hong Hu melanjutkan bicara kepada Jue Ge, "Dalam situasi seperti sekarang, haruskah kita mempertimbangkan perubahan rencana?"
"Perubahan seperti apa?" Sebenarnya Feng Bujue sudah menebak sebagian rencana yang akan diungkapkan Hong Hu, namun sengaja bertanya lebih dulu.
"Mengingat kita sekarang sudah dianggap sebagai kelasi biasa yang menyamar di antara kru, bukankah... kita harus merancang siasat balasan?" Hong Hu menjelaskan.
"Maksudmu..." kata Feng Bujue, "Aku tidak perlu menemui Janggut Hitam untuk memperkenalkan diri?"
"Aku juga setuju, itu tidak perlu." Snow menyambung pendapat Hong Hu, "Tiga misi sampingan itu bisa diselesaikan dengan status kelasi biasa. Tapi urusan membangun koneksi dengan Janggut Hitam... mungkin ada variabel tak terduga. Jika dia mengabaikanmu, bahkan menunjukkan niat jahat, itu akan merepotkan."
"Hmm..." Feng Bujue berpikir sejenak, bergumam, "Baiklah, untuk sementara kita tetap menyamar. Jika ada masalah, baru aku buka identitas."
"Baik, nama samaran apa yang akan kau gunakan?" Setelah mendapat jawaban, Hong Hu segera bertanya.
"Dia juga cukup teliti dalam mempertimbangkan masalah. Perjalanan berikutnya masih panjang, mereka bertiga kemungkinan besar akan ditanya nama oleh orang lain; dia dan Snow masih bisa diatasi, tapi nama 'Feng Bujue' jelas tidak bisa diberitahu sembarangan... Jadi mempersiapkan nama samaran yang diketahui ketiganya sebelumnya sangat diperlukan."
"Ini sudah kupersiapkan sejak lama." Satu detik kemudian, Feng Bujue menjawab dengan serius, "Namaku Burung Gagak, laki-laki, 250 tahun, seorang bajak laut Gotik. Motto hidupku adalah: Tak ada Gotik, tak ada bajak laut..."
"Hei... bukankah cukup dengan membuat nama? Apa maksud semua omongan berantakan seperti hantu itu?" Hong Hu tak tahan mencela.
"Semakin palsu, semakin detail pengaturannya. Baru lebih meyakinkan." Feng Bujue membalas dengan sikap yang sok benar.
"Baiklah... Terserah kamu." Hong Hu malas melanjutkan, menghindari terbawa ritme percakapan Jue Ge.
"Dua sosok." Melihat persiapan sudah hampir selesai, Snow menyela, "Jika tidak ada masalah lain, apa kita harus mulai bergerak terpisah sekarang?"
"Oh?" Saat ini, Hong Hu juga sedang memikirkan hal yang sama. Ketika mendengar Snow mengutarakan ide itu lebih dulu, dia melirik dengan pandangan penuh penerimaan, "Kamu juga berpikir begitu?"
"Tentu saja, dalam lingkungan seperti ini, bertiga bersama... itu hanya membuang sumber daya," Snow mengangguk, menjawab. "Selain itu, terlihat sangat mencurigakan..." Dia berhenti sejenak, lalu melanjutkan, "Dengan menjelajah sendiri, kita bisa memperluas area pencarian, memaksimalkan efisiensi penyelesaian Quest, dan menghindari masalah distribusi item. Yang paling penting... jika ada yang kena masalah, kita takkan dihabisi sekaligus."
"Ha... Kamu benar-benar hebat, Snow." Hong Hu tersenyum memuji setelah mendengar jawaban Snow.
"Bukankah kamu juga memikirkannya?" Snow tertawa balas, "Ini namanya pahlawan berpikiran sama."
"Aduh... Laozi hampir muntah." Feng Bujue, si perusak suasana abadi, memandang mereka dengan tatapan ikan mati sambil berbisis lirih, "Lanjutkan obrolan heroik kalian, demi lambungku, aku harus pergi dulu."
Usai berkata, dia berbalik dan berjalan menyusur geladak kapal.
Melihat ini, Hong Hu dan Snow saling tersenyum, mengangkat bahu dengan ekspresi dan gerakan serempak, lalu berpisah ke arah berbeda.
……
Cuaca di laut sangat mudah berubah.
Saat CG pembuka diputar, di luar kapal masih terlihat ombak bergulung tinggi disertai gemuruh kilat.
Tapi ketika para pemain keluar dari tong anggur, badai telah mereda cukup banyak.
Beberapa menit kemudian, saat ketiganya naik ke geladak, langit telah mengusap awan menyingkap matahari.
“Dan kali ini, setelah Feng Bujue berjalan-jalan sebentar, sekeliling tiba-tiba sudah dalam keadaan langit cerah tanpa awan, angin dan ombak tenang...
Para pelaut sedang beristirahat di geladak, mengobrol, berjudi, dan nongkrong. Kecuali segelintir orang yang masih sibuk dengan urusan sepele, yang lain tidak melakukan pekerjaan resmi; Badai mengerikan beberapa waktu lalu terasa seperti mimpi belaka. Hanya air laut yang masih belum kering di pakaian mereka yang mengingatkan bahwa apa yang mereka lihat bukanlah khayalan.
"Hmm... Kenapa satu kapal penuh Jinak ini..." Feng Bujue berjalan mondar-mandir selama belasan menit baru berhenti. Dia berjongkok di sebelah peti kayu sambil berpikir, "Awalnya ingin menilai siapa 'kader' lewat kekuatan data, tapi terlalu banyak karakter kuat di kapal ini... Dan..." Saat memikirkan ini, pandangannya tak sengaja tertuju ke arah Ruang Kapten, "Di ruang kapten masih ada makhluk yang layak disebut 'monster'... Pantas saja makhluk level 'Master Seni Pukulan Dewa Bulu Pendek' seperti Brother Rabbit hanya bisa jadi anak buah... Kekuatan tempur si Janggut Hitam ini jelas tidak kalah dari Empat Pilar."
Tepat saat Jue Ge sedang merenung, tiba-tiba sebuah telapak tangan besar yang kasar menepuk bahunya.
Ketika Feng Bujue menoleh, yang pertama menyambut matanya adalah hamparan bulu hitam yang lebat.
"Hei, kawan, aku lihat kamu terlihat asing." Pria yang berbicara ini hanya memiliki tinggi 1,5 meter, tapi memiliki otot berlapis seperti batu. Otot-ototnya yang seperti batu itu seolah akan merobek kaos oblong yang dikenakannya, membuatnya tampak seperti meriam mini humanoid. Ciri khas utamanya bukanlah postur tubuh ini, melainkan bulu tubuhnya yang luar biasa lebat... Meski wajahnya hanya memiliki janggut tipis, area dada, ketiak, lengan, hingga kaki... semuanya ditutupi bulu hitam pekat yang membuat pusing melihatnya.
"Ha..." Setelah melihat jelas wajah pendatang, Feng Bujue berdiri sambil melepaskan tangan besar berbulu yang menempel di bahunya, "Kurasa kamu juga terlihat asing."
Reaksi Jue Ge cukup cerdik. Sebelum memahami situasi, ia berusaha tidak menunjukkan sikap jelas atau mengucapkan apapun yang bisa membocorkan informasi tentang dirinya.
"Hehe..." Si Berbulu Lebat juga menyunggingkan senyum sambil mendongak (perbedaan tinggi badan) ke arah Jue Ge, "Tak masalah asing, kita semua teman seperahu. Akan cepat akrab juga nanti."
"Kak, ingin akrab dengan cara seperti apa?" Feng Bujue bisa merasakan, melihat, dan menebak - orang yang tiba-tiba menyapamu seperti ini... pasti punya niat jahat.
“Hehe……begini ya……” Kakak Bulu menunjukkan ekspresi licik, menjawab, “Aku dan beberapa komplotan sedang main kartu di sana, tapi kurang seru kalau cuma sedikit orang. Aku lihat kamu mondar-mandir sendirian di sekitar sini setengah hari, kayaknya nggak ada kerjaan, jadi……”
“Aha!” Feng Bujue tak perlu mendengar sampai habis untuk tahu skema macam apa ini. Dia langsung menyela lawan bicara, membuat wajah ikan cupang standar sambil berseri-seri berkata, “Nah kamu benar-benar nemu orang yang tepat, main kartu tuh hobi favoritku~ Jujur aja……di kampung halaman aku jagoan main kartu, mulai dari bandingin ukuran, dua puluh satu, cabut kura-kura……aku nggak pernah kalah seantero desa!”
Akting Jue Ge benar-benar total……baru dua kalimat, bukan cuma raut wajah, bahkan aksennya berubah, dan peralihannya sangat natural.
Kembali ke sisi Kakak Bulu……jelas termakan tipu, dengan IQ-nya, mana sangka bakal kena skema balik. Sekarang dia yakin betul pria di hadapannya ini ikan air tawar super, nggak sampai setengah jam, nak ini pasti kalah sampai celana dalam pun habis.
“Ha ha ha……oke oke, mari kita……” Dua detik kemudian, Kakak Bulu sudah tak sabar ingin membawa Jue Ge ke tempat komplotannya.
Namun……
“Dll.” Di momen genting ini, Feng Bujue kembali menyela lawan bicaranya, “Hehe...” Dia tertawa bodoh beberapa kali sebelum melanjutkan, “Jangan anggap gua bodoh, gua nggak mau pergi sendirian sama lu. Kalau nanti kalian kalah dan ngeles pake alasan banyak orang, gimana?” Dia berhenti setengah detik, sebelum Kakak Bulu sempat menjelaskan, langsung menambahkan, “Gua akan ajak satu orang temen kampung buat main, biar kalau kalah nggak bisa ngeles.”
Mendengar ini, Kakak Bulu dalam hati mencela: “Sial... Kirain si kampungan ini mau ngomong apa. Dasar orang yang cuma bisa main Bandar, Twenty-one, dan Tarik Kura-kura aja sok jaim...”
Meski begitu, di permukaan dia tetap tersenyum ramah: “Apa sih... Kita kan satu kapal, masa iya gua bakal ngatur permainan buat nipu lu?” Dia membuat ekspresi sangat tulus, lalu melanjutkan, “Ya udah... Cepat ajak temen kampung lu. Gua nunggu di...” sambil mengangkat jari menunjuk tiang layar yang berjarak belasan meter, “...sana, iya, tepat di bawah tiang layar. Gua tunggu di situ ya... Cepetan.”
Percakapan usai, Feng Bujue langsung berlari kecil pergi sambil menengok berteriak: “Santai, gua buruan balik!”
Benar saja janjinya...
Bahkan belum tiga menit, dia sudah kembali – membawa Snow.
Entah apa yang diomongkan Jue Ge ke Snow, yang jelas saat muncul di depan Kakak Bulu dan kawan-kawannya, seluruh wajahnya terlihat dalam keadaan tegang.
"He he... Maaf sudah lama menunggu, ini teman sekampungku." Feng Bujue menepuk bahu Snow sambil tersenyum memperkenalkan.
"Gak penting, cepat duduklah. Mainkan dua ronde selagi cuaca masih cerah, nanti entah kapan bisa berubah lagi." Seorang pria berotot dengan ikat kepala biru muda melirik mereka dan menyuruh dengan nada kesal.
"Oke!" Feng Bujue menjawab riang, lalu duduk dengan wajah penuh kegembiraan.
Snow tidak bicara, hanya duduk di samping Jue Ge.
Saat itu, mereka berdua langsung duduk di geladak kapal; tepat di hadapan mereka, ada tiga pelaut yang duduk bersandar pada tiang kapal.
Dari ketiganya, yang pertama adalah Si Bulu Badan yang mendatangi Jue Ge, kedua adalah Si Ikat Kepala Biru tadi, dan yang ketiga adalah pria kurus berambut keriting cokelat.
……
"Hei, liat nggak? 'Si Bawang' mereka sudah mulai beraksi lagi."
"Ah... tadi sudah kulihat. Target kali ini jelas dua ikan air tawar... Lihat kulit putih mereka, kira-kira 80% pertama kali ke laut."
"Eh? Apa kita harus lapor ke kepala pelaut?"
"Ngapain? Biar saja dua newbie itu dapat pelajaran... Supaya nggak mempermalukan Bajak Laut Janggut Hitam kelak."
……
Percakapan berbisik dua pelaut yang terjadi sekitar 7-8 meter di belakang mereka tadi.
Secara logika, di atas geladak yang riuh ini, bahkan jika kedua orang itu berbicara lebih keras, ucapan mereka seharusnya tidak sampai ke tiang layar.
Namun, Feng Bujue dan Snow sama-sama mengetahui dengan jelas apa yang dibicarakan kedua orang itu.
Karena... Jue Ge dan Snow telah memasuki "status perjudian" masing-masing (Catatan: Ini bukan skill dalam game, melainkan kemampuan yang sudah mereka kuasai di dunia nyata); Dalam kondisi ini, konsentrasi dan kemampuan observasi mereka akan meningkat pesat... Membaca gerakan bibir dua orang dari jarak 7-8 meter adalah hal yang mudah bagi mereka.
