Meski kini sudah terpecah-belah, Pulau Jumo tetap merupakan wilayah dengan luas tak diketahui. Hanya dari sisi tempat pendaratan ini, masih mustahil menilai seberapa besar "pulau pecahan" di hadapan ini sebenarnya.
Selain itu, faktor lingkungan mematikan di pulau ini membuat orang tak boleh lengah. Oleh karena itu, eksplorasi jalur sangat diperlukan.
Lima menit setelah turun ke air, tim penjelajah yang dipimpin Suan Tou telah berlayar dengan aman melintasi hamparan pasir dangkal di depan Kapal Ratu Balas Dendam.
Karena tak ada kabut di permukaan laut, dan Suan Tou memegang lampu, para bajak laut di kapal besar bisa langsung melihat gerakan orang-orang di perahu kecil.
"Lihat, setelah jeda singkat dan pengamatan, Suantou langsung menginjakkan kaki pertama di pantai sambil membawa lentera tengkorak di tangannya."
Di antara bajak laut ada pepatah—"Jangan pernah menginjak daratan asing dengan kaki telanjang".
Meski bukan kader, Suantou tetap anggota berpengalaman dari Bajak Laut Janggut Hitam, tentu dia pernah dengar itu. Makanya saat menyiapkan perahu kecil tadi, dia sengaja memakai sepatu bot longgar.
Mungkin ada yang heran, ini bukan gunung pisau atau lautan api, cuma pantai biasa, apa bahayanya bertelanjang kaki?
Jawabannya adalah...
Sssst——
Baru tiga detik Suantou berdiri di darat, orang-orang di perahu mendengar suara mirip daging dipanggang di teppanyaki.
Refleks Suantou luar cepat. Begitu suara itu muncul, dia langsung berbalik dan terjun kembali ke perahu... Lalu merebahkan tubuh di perahu dengan kedua kaki menggantung di sisi lambung.
"Pasir Belalang! Cepat ambil pisau dan bersihkan!" Teriak Suantou bahkan sebelum gerakan terjunnya selesai.
Madi yang duduk di haluan gesit mencabut cutlass di pinggangnya. Swis-swis! Sepatu Suantou langsung hancur berkeping-keping. Begitu potongan sepatu berpasir itu jatuh ke air, Suantou melompat lagi, mencelupkan kaki ke air laut dengan kecepatan tinggi, baru kemudian menariknya kembali ke perahu.
“Sial... Benar-benar sial.” Setelah lepas dari risiko, Suantou duduk di perahu kecil, mendengus, lalu memerintahkan, “Pulang saja, tempat ini tidak bisa didarati.”
Awak kapal di perahu kecil itu pun tidak banyak bicara, langsung mengambil dayung dan berbalik arah.
Di sisi lain...
Para pemain yang menyaksikan kejadian ini tentu penasaran. Snow yang pertama bertanya, “Ada apa itu? Ada sesuatu di pantai? Kenapa baru sampai sudah balik?”
Feng Bujue dan Hong Hu juga tidak tahu situasinya, jadi mereka tidak langsung menanggapi.
“Sepertinya itu 'Belalang Pasir'.” Namun, Janggut Hitam yang berpengalaman sudah menangkap petunjuk.
“Oh?” Feng Bujue mengikuti alur pembicaraan, “Apakah pasir di pantai itu semacam zat korosif?”
“Bukan 'zat', tapi 'hewan'.” Jawab Janggut Hitam, “'Belalang Pasir' adalah hewan yang sangat mirip pasir biasa.”
“Coba tebak...” Snow tiba-tiba tersenyum misterius, “Karnivora juga?”
“Tidak hanya daging, mereka juga memakan kulit bulu dan tekstil. Material yang tercerna... akan dikonversi menjadi Belalang Pasir baru dengan rasio tertentu.” Janggut Hitam menjelaskan.
“Hoh~” Feng Bujue langsung bereaksi secara instingtif, “Barang bagus, bisa dimanfaatkan sepenuhnya.”
“Ha...” Mendengar itu, Janggut Hitam seakan teringat sesuatu, lalu melanjutkan dengan penuh minat, “Dulu sekali, pernah ada seorang di kru bajak lautku yang ahli desain arsitektur... Namanya sudah kulupakan... Hanya ingat dulu dia khusus membantu seorang tiran dari negara kecil merancang penjara dan alat penyiksaan.” Janggut Hitam menatap Jue Ge, lalu berkata lagi, “Singkatnya, cara berpikirnya sangat mirip denganmu. Atas sarannya, kubangun sebuah 'Kolam Belalang Pasir' di kapal, khusus untuk mengurus mayat; Harus diakui... kolam itu memang sangat praktis. Cukup lempar tawanan yang ditangkap ke dalamnya... kurang dari satu menit, orang beserta bajunya akan lenyap tanpa sisa, sedangkan barang logam, kayu, atau kertas di tubuh mereka bisa tetap utuh.”
“Kutebak... ceritanya baru sampai separuh di sini.” Hong Hu sudah menangkap beberapa petunjuk dari penggunaan "past tense" (lawan sedang berbicara bahasa Inggris) dalam ucapan Janggut Hitam tadi.
Janggut Hitam tersenyum lagi, melanjutkan: “Ha... Bukan cuma separuh, karena selanjutnya langsung ke akhir cerita.” Dia berhenti sebentar, lalu berkata, “Sebulan setelah kolam selesai dibangun, di suatu sore berangin kencang dan ombak besar, si ahli desain itu tanpa sengaja... terjatuh ke dalam kolamnya sendiri; Hehe... Dengan nyawanya, dia memberitahuku dua hal——Pertama, dia sepertinya lupa merancang alat darurat untuk menyelamatkan orang jika terjadi kecelakaan; Kedua, memelihara Belalang Pasir di kapal yang terus bergoyang bukanlah ide bagus.”
“OK，cerita yang sangat mengharukan.” Feng Bujue tampak tidak terlalu tertarik dengan cerita Janggut Hitam, “Ngomong-ngomong... kamu tidak keberatan kalau aku mengambil beberapa sampel hewan di sana untuk kenang-kenangan kan?”
“Ha! 'Kenang-kenangan' ya...” Janggut Hitam merasa empat kata ini sangat lucu.
Dalam arti tertentu, memang sangat lucu.
“Sesuka hatimu, mau aku sediakan kapal kecil khusus untukmu?” jawab Janggut Hitam.
“Tidak perlu, aku punya cara sendiri untuk ke sana.” kata Feng Bujue, “Tapi, aku ingin meminta wadah untuk menyimpan pasir belalang darimu.”
“Oh...” Janggut Hitam mengangguk, tangannya meraih ke kekosongan tak berujung. Seketika, sebuah botol kaca muncul di genggamannya.
Botol tersebut sebelumnya pernah dilihat para pemain, yaitu botol yang awalnya disiapkan Janggut Hitam untuk menyimpan "Kapal Alga Coklat".
“Hmm...” Feng Bujue menerima botol kaca itu dari tangan Janggut Hitam yang matanya berbinar. Awalnya dia ingin berkata "Kamu terlalu picik ya", tapi setelah dipikir-pikir, dia menelan kembali ucapannya.
……
Beberapa menit kemudian, kapal kecil Brother Bawang Putih dan kawan-kawan kembali, sementara Feng Bujue sudah bolak-balik ke pantai menggunakan Langkah Bulan.
Karena skill【Menginjak Kekosongan】milik Jue Ge memiliki efek khusus "dapat berdiri di udara untuk beberapa waktu", proses pengambilan pasirnya hampir tidak menemui kesulitan atau risiko, dan cepat selesai.
Setelah Brother Bawang Putih memberikan penjelasan singkat pada kapten, Janggut Hitam segera memerintahkan para bajak laut untuk mengangkat jangkar dan berlayar mencari lokasi pendaratan baru.
Namun… tepat saat jangkar akan dinaikkan, terjadi situasi tak terduga.
"Capek-capek kerja dasar brengsek! Kalian pada ga makan ya?" Tuan yang pernah ditemui para pemain di bawah geladak, kini telah naik ke atas geladak untuk memimpin para pelaut menaikkan jangkar.
Kapal layar bertiang banyak jelas tidak memiliki alat penarik jangkar modern (perangkat untuk menggulung jangkar). 90% pekerjaan di kapal ini dilakukan manual, termasuk menaikkan jangkar.
Bagi awak kapal bajak laut Janggut Hitam, pekerjaan ini sebenarnya tidak sulit. Beberapa kader bahkan tidak membutuhkan poros (bisa dianggap sebagai alat penarik jangkar manual), hanya mengandalkan kekuatan kasar untuk menarik jangkar.
Tapi kini, di perairan dangkal dekat pulau ini, para pelaut sudah mengerahkan seluruh tenaga namun jangkar tak bergerak sedikitpun.
"Biar aku!" Saat para pelaut penarik jangkar terjebak kesulitan, si "Pembuka Botol" yang kalah di babak pertama pertarungan tinju geladak maju ke depan.
Meski kalah dalam pertarungan, saat tidak ada pembatasan kekuatan, dia sangat tangguh - terutama di bidang "kekuatan". Pembuka Botol yakin kemampuannya tidak kalah dari sebagian kader kapal.
"Oh, kau nak, tepat waktunya." langsung menyuruh antek-anteknya menyingkir saat melihat Pembuka Botol datang, "Minggir semua, biar dia yang urus."
Pembuka Botol langsung bertindak. Setelah para hadirin memberi ruang, dia mengabaikan poros penarik, langsung meraih rantai besi pengikat jangkar, mengumpulkan tenaga lalu mulai menarik.
"Tarikannya kali ini benar-benar efektif……"
Jangkar sama sekali tidak terangkat, malah kapal miring beberapa derajat.
"Ah——" Beberapa detik kemudian, pembuka botol itu jelas-jelas kehabisan tenaga, dia berteriak lalu melepaskan pegangan dan terjatuh duduk, "Ha~ Ada apa ini?"
Bukan hanya dia, orang-orang di sekitarnya juga diliputi kebingungan dan ketakutan; bahkan kapalnya sudah bergerak, tapi jangkar tetap tak bergeming... Itu pasti bukan masalah apakah para pelaut sudah mengerahkan tenaga atau tidak.
"Mungkin jangkar tersangkut sesuatu di bawah air." Tepat pada momen ini, Hong Hu mendekat, memberikan hipotesis kepada para bajak laut.
Setelah mendengarnya, Wogg menoleh memandangnya sebentar, tapi tidak menanggapi.
Namun, dia tetap mengikuti saran Hong Hu, lalu berkata kepada para bajak laut: "Kalian dengar semua? Ngapain masih bengong? Suruh beberapa orang turun periksa!"
Begitu kata-katanya habis, beberapa bajak laut di dekat pagar kapal saling pandang. Setelah ragu beberapa detik, empat orang akhirnya bergiliran memanjat pagar kapal dan terjun ke air.
Di kapal Janggut Hitam, bahkan awak paling junior pun memiliki keahlian luar biasa; loncat indah dari ketinggian (jarak antara geladak dan permukaan air memang cukup jauh) adalah hal biasa, bertahan di bawah air selama tiga hingga lima menit juga termasuk kemampuan dasar.
Hanya saja... Kemampuan melihat dalam kegelapan bawah laut memang tidak dimiliki semua orang; empat orang yang baru saja terjun itu maksimal hanya bisa melihat objek dalam radius dua meter di sekitarnya, jauh di bawah kemampuan Erdini yang dikorbankan siang tadi, tapi tetap lebih baik dari orang biasa.
……
Waktu terus mengalir dalam penantian……
Semakin lama keempat orang itu menyelam ke dasar laut, pemikiran dan 『Hati』 orang-orang di geladak juga mengalami perubahan halus.
"Tidak bisa menunggu lagi." Tiba-tiba, Feng Bujue mendekat dan langsung berkata, "Aku juga akan turun ke bawah."
Pandangan para bajak laut dan pemain langsung tertarik padanya. Dari kejauhan, Janggut Hitam pun mengalihkan sudut pandangnya ke situ.
"Hmm... Ini cukup mengejutkan..." gumam Snow pelan, "Dalam situasi yang tampak berisiko tanpa keuntungan, dia malah berani maju..."
"Ha... Aku sudah lama menyerah untuk memahami pikirannya." Hong Hu di sampingnya langsung menyeringai dan menurunkan volume suaranya.
Saat mereka berbincang, Jue Ge sudah siap untuk menyerang.
Terlihat dia mengeluarkan 【Pipa Oksigen】 dan meletakkannya di mulut, lalu langsung memanjat tepi kapal.
Dua detik kemudian, di bawah pengamatan semua orang, Feng Bujue berdiri tegak di tepi kapal. Lalu, dia membentangkan kedua tangannya dan terjun ke depan... Dengan gerakan "lompatan keyakinan", dia menyelam ke dalam lautan kekacauan yang dingin.
