"Halo, hmm...ya, saya Zuo Yan...bukan...Hubungan saya dengan Aivelina bukan seperti yang Anda bayangkan...Pokoknya...Sudah tahu semuanya? Baik...Hmm...Dia sedang berdiri di depan saya...Oke." Setelah berbicara singkat dengan orang di ujung telepon, Zuo Yan mengangkat kepala dan melihat Sheriff Doster, "Sheriff, tolong terima teleponnya."
“Ha?” Dost terdiam sejenak secara instingtif, dalam hati bergumam, "Nak ini cari gara-gara ya? Udah kamu sendiri yang datang nawarin petunjuk, tiba-tiba nelpon sendiri pas lagi cerita setengah-setengah. Sekarang suruh aku yang nerima?"
"Telpon siapa? Siapa yang nelpon? Kamu ngapain sih?" Dost meningkatkan volume suaranya sambil bertanya tiga kali berturut-turut.
Lebih tepat disebut tiga hardikan daripada pertanyaan.
Zuo Yan menjawab dengan wajah frustasi, "Eh... Menteri Dalam Negeri mau bicara sebentar dengan Bapak."
"Siapa?" Dost membelalakkan matanya, memiringkan kepala hingga telinganya mendekat beberapa senti. Jelas... dia meragukan pendengarannya sendiri.
"Menteri Dalam Negeri..." Zuo Yan mengulang empat kata itu, namun suaranya semakin pelan hingga suku kata terakhir hampir tak terdengar.
"Hē hē..." Dost tertawa getir, "Kenapa nggak sekalian bilang Pangeran Wales yang nelpon?" Tangannya menyambar ponsel dari genggaman Zuo Yan, langsung berteriak ke layar, "Hei brengsek! Tau nggak konsekuensi isengin polisi?!"
Usai berteriak, Dost menyimpan ponsel di telinganya selama sekitar tiga detik. Tiba-tiba senyumannya membeku di wajah.
Segera, Dost berbalik badan, dengan suara gemetar yang terbata-bata menyambung, "S...ss...se...sir! Maaf, saya tidak mengenali suara Anda!" Dia menahan dagu dengan tangannya, perlahan memulihkan ritme bicara normal, "Ya... ya... Saya Dost... Saya sangat tersanjung Bapak masih ingat nama saya! Benar... Saya masih ingat jamuan makan malam itu, Bapak sempat menyapa saya..."
Percakapan selanjutnya antara Dost dan Manajer Dalam Negeri hanya diketahui berdua, karena sambil berbicara, Dost telah mengambil ponselnya dan meninggalkan ruangan, menuju tempat sepi sendirian.
Sekitar tujuh menit kemudian, Dost kembali ke ruang tamu ini, dengan sorot mata kompleks mengarah ke Zuo Yan, menyerahkan ponselnya kembali dengan sopan.
"Jadi... Anda juga seorang detektif." Nada bicara Dost pada Zuo Yan masih tidak ramah, tapi dibandingkan sikapnya tujuh menit lalu... sudah jauh lebih baik.
Zuo Yan berpikir beberapa detik, lalu mengangguk: "Bisa dibilang begitu..."
Sebenarnya, dalam hatinya ingin menyangkal...
Karena selalu bersama detektif legendaris level dewa seperti Vidocq, Zuo Yan merasa dirinya belum layak menyebut diri sebagai "detektif". Biasanya, ketika ditanya seperti ini, dia akan menolak identitas itu dan menegaskan bahwa dirinya hanya Manajer Klub Deduksi universitas.
Tapi kali ini situasinya spesial; demi tetap di TKP dan terlibat investigasi, Zuo Yan bahkan rela "menggunakan koneksi". Pada momen seperti ini... memaksakan penyangkalan identitas detektifnya yang justru bisa menimbulkan komplikasi... terasa terlalu dibuat-buat.
“Apa maksud 'dianggap'? Siswa Zuo Yan adalah detektif terkenal yang sangat hebat.” Di detik berikutnya, Feng Bujue dengan wajah puas diri berkata kepada Sheriff Doster, “Tuan Sheriff, kami orang Tionghoa pada umumnya sangat rendah hati dan tidak mencolok. Jika ada kesempatan pamer yang tak berwujud, harap maklum.”
Meski tidak langsung mendengar isi telepon, tetapi dengan potongan kalimat Zuo Yan dan Doster, Jue Ge sudah bisa memprediksi alur percakapan telepon tadi...
Menurut settingan dalam "Detektif Kelas Dua dan Kucing", Zuo Yan berkuliah di universitas fiksi "Difeng". Apa istimewanya sekolah ini? Kurang lebih... lebih sulit masuk daripada Hogwarts, tapi untuk manusia normal yang kuliah.
Calon mahasiswa Difeng harus memenuhi tiga syarat: kemampuan, kekayaan, dan identitas. Dua syarat pertama masih relatif mudah – asal lulus ujian masuk menyimpang ala Difeng dan kebetulan punya keluarga dengan kekayaan puluhan juta dolar AS. Tapi untuk "identitas"... Bagaimana menjelaskannya... Sebaiknya pangeran mahkota, negara asalnya tidak penting. Bukan keluarga kerajaan? Tingkat di bawahnya, bangsawan juga boleh – pokoknya dalam tiga generasi ada hubungan darah dengan bangsawan. Jika benar-benar tidak bisa, keturunan birokrat atau konglomerat juga diterima. Beberapa negara kan sejarahnya pendek sampai tidak punya sistem bangsawan... Tapi anak pejabat/pengusaha ini harus menyumbang lebih ke sekolah – soalnya kalian kaum "vulgar" yang mau jadi warga kelas dua di Difeng... Setahun minimal harus menyumbang 10-20 juta dolar.
Singkatnya... Ini adalah sekolah yang mustahil ada di dunia nyata. Makhluk seperti Long Aotian (Mary Sue juga) bertebaran bagai ikan yang menyebrangi sungai di Di Feng, bukan hal aneh; Yang gagal menyandang gelar "Long Aotian" karena masalah ketampanan atau garis keturunan, hanya akan disebut jenius kaya raya. Orang seperti ini... Di Di Feng pasti sulit dapat pacar.
Kembali ke Zuo Yan... Sebagai protagonis novel, dia jelas berbeda dari yang lain.
Orangtua Zuo Yan adalah ahli "arkeologi" yang mengembara ke penjuru dunia sepanjang tahun, jarang terlihat. Sejak kecil, Zuo Yan memanggil mereka "Pasangan Bandit Jantan dan Betina". Alasannya... Silakan tebak sendiri...
Meski berasal dari keluarga kaya, garis keturunannya tidak terkait dengan pejabat berkuasa. Secara logika, mustahil bisa masuk sekolah seperti Di Feng.
Tapi kebetulan selalu jadi bumbu cerita. Di tahun Zuo Yan masuk kuliah, Di Feng melakukan "reformasi" dengan melonggarkan sedikit persyaratan "status" dalam penerimaan mahasiswa. Demikianlah Zuo Yan si "rakyat biasa" menyusup lewat celah "kebijakan" ini.
Tentu saja, sebutan "rakyat biasa" hanyalah hinaan dari sebagian orang di sekolah. Di mata orang luar, dia tetap tergolong Long Aotian...
Dengan demikian, kenyataan bahwa Zuo Yan bisa bertelepon langsung dengan menteri dalam negeri asing menjadi sesuatu yang wajar dan biasa saja.
"Jujur saja... Dia cuma menelepon seorang teman sekelas dalam perjalanan ke sini, minta tolong; lalu temannya itu menghubungi keluarganya, menjelaskan situasi. Hasilnya... kurang dari setengah jam, keluarga temannya sudah menyelesaikan semuanya."
Dari sudut pandang Feng Bujue, bahkan jika Zuo Yan tidak menyerahkan teleponnya ke Dowst di hadapannya, tetap mudah baginya untuk memprediksi metode intervensi Zuo Yan dalam kasus ini... Lagipula Jue Ge sudah menguasai informasi latar belakang pihak terkait.
Kali ini, setelah mendengar kata kunci seperti "Aivilena", tentu saja Jue Ge bahkan tahu persis siapa yang dimintai tolong oleh Zuo Yan.
"Baik~ Baik~ Dua Detektif Hebat..." Ekspresi dan nada suara Dowst saat ini selain frustasi, juga mengandung sedikit kegembiraan tersembunyi; Sepertinya... sarafnya yang tegang akhirnya putus oleh sikap pasrah. "Agar pekerjaan tidak macet dan fisik tidak BAB... Mulai sekarang... aku akan mundur ke garis belakang, jadi penonton saja." Dia berhenti sebentar, "Kalian berdua... lakukan apa saja sesuka hati, silakan lanjutkan investigasi. Setelah selesai, tolong tunjukkan hamba jalan yang benar."
Sambil bicara, dia sudah mengeluarkan botol logam kecil dari saku dalam jaketnya; Tutup botol itu terhubung ke mulut botol, bisa dibuka dengan sekali sentil. Dowst mengangkat botol dengan satu tangan, lalu menuangkan cairan tak dikenal ke mulutnya.
"Eh... Itu minuman keras?" Zuo Yan sudah mencium aroma alkohol, pertanyaannya sekedar formalitas.
“Tidak, ini darahku, mantan istriku setiap hari menggunakan ini untuk merendam teh sore……” Setelah melepas tanggung jawab, humor misterius Dost tiba-tiba aktif. Dia sepertinya menggunakan sindiran bernuansa kritik diri ini untuk merespons komentar Jue Ge sebelumnya tentang kondisi hidupnya, “……Mau mencicipi?”
“Usianya belum cukup.” Zuo Yan belum sempat menjawab, Feng Bujue sudah menyambar bicara. Tangannya mengambil botol kecil berisi minuman dari tangan Sheriff, “Dan kau…Tuan Sheriff, yang kau butuhkan sekarang bukanlah barang murahan seperti ini…” Setelah berkata demikian, dia menengadahkan lehernya dan menghabiskan sisa minuman murahan dalam botol itu, “Menurutku, kita bisa periksa dulu gudang anggur John…lihat apakah ada petunjuk di sana.”
