Waktu adalah sesuatu yang ajaib. Saat kau ingin ia berlalu cepat, ia seolah berjalan seperti kaki patah. Tapi saat kau ingin ia melambat, ia justru berlari kencang.
Ada yang bilang, waktu hanyalah ilusi manusia. Jadi, perasaan "cepat" atau "lambat" hanyalah kesenjangan antara kecepatan aliran waktu dengan keinginan subjektif manusia.
Tapi menurutku, teori ini bisa dijelaskan dengan kalimat yang lebih sederhana dan mudah dimengerti - waktu adalah seorang bajingan (Time is a bitch).
Pada titik ini, prajurit Kerajaan Monster di medan perang merasakan dengan intens kekuatan jahanam dari waktu tersebut...
Sejak Xiao Tan mengaktifkan skill-nya, lima belas menit hampir berlalu dalam sekejap mata.
Stamina dan kekuatan magis mereka belum pulih banyak, luka-luka mereka juga belum sembuh sepenuhnya, tapi pasukan redundan... benar-benar telah kembali dengan jumlah yang belum pernah terjadi sebelumnya.
Bisa dibayangkan, begitu pasukan redundan sebanyak awan hitam itu turun dari langit, dalam kondisi pasukan Raja sekarang ini, bertahan saja sudah sulit, apalagi harus melindungi area tempat Xiao Tan dan Dewa Iblis berada.
Dan jika skill Xiao Tan disela, kemarahan Dewa Iblis yang akan bertindak mungkin lebih mengerikan daripada mati dihajar pasukan redundan.
"Feng Bujue lompat ke sumur sudah hampir satu jam..." kata Freddy Krueger yang mulai putus asa kepada teman-teman Jue Ge di kerumunan orang, "Jangan-jangan dia kabur sendirian?"
"Logikamu jelas bermasalah." Sikap Billy masih tetap tenang, ia melanjutkan, "Jika ingin kabur, dia bisa langsung lari di depan semua orang. Feng Bujue tidak akan ragu hanya karena kabur dianggap 'memalukan'. Lebih lagi, mengapa dia harus kabur? Jika tidak ingin mengambil risiko, sejak awal dia tidak perlu datang membantu kalian."
"Hmm..." Freddy menatap lawan bicara, "Benar juga..." Ia berhenti sejenak, "Kalau begitu... mungkin... dia mati di dalam sumur?"
"Mungkin saja." Nada suara Billy masih datar tanpa gejolak emosi, "Lagi pula sumur itu memang bernama 'Sumur Samsara', dan tidak ada yang tahu apa sebenarnya isi di dalamnya."
"Hei!" Dari kejauhan, Xiao Tan yang sedang berdiri tangan sambil menggaruk ketombe langsung mencela, "Hal seperti ini harusnya diberitahu sebelum Jue Ge melompat!"
Berbeda dengan Dewa Iblis, sebagai pengguna 【Salju Menari di Sembilan Langit】, selama skill tetap aktif, Xiao Tan masih bisa melakukan beberapa gerakan seperti berbicara atau mengedipkan mata.
"Memberitahu pun tidak ada artinya..." Billy menyambung, "Kemungkinan seperti itu pasti sudah dipertimbangkan Feng Bujue. Dia tidak akan mengubah keputusannya hanya karena aku menyebutkan hipotesis itu..." Setelah jeda setengah detik, ia menambahkan, "Feng Bujue lebih paham dari siapapun bahwa dengan kekuatan yang ada sekarang, kita tidak mungkin MENANG dalam pertempuran ini... Untuk bertahan hidup dan meraih kemenangan, kita harus memanfaatkan kekuatan tak dikenal di dasar Sumur Samsara."
Mendengar ini, Xiao Tan berpikir sejenak lalu menyadari... Billy memang benar.
Karakter Feng Bujue memang seperti ini. Selama sesuatu berada dalam batas kemampuannya dan bisa dilakukan, Jue Ge akan berusaha menyelesaikannya dengan sumber daya yang ada. Meskipun rencananya terlihat sulit dan berisiko bagi orang lain, dalam logikanya sendiri..."yang diketahui" adalah elemen teraman dan paling pasti. Feng Bujue tidak akan menaruh harapan pada hal "tidak diketahui" kecuali terpaksa.
Kali ini, tak lama setelah tiba di medan perang dan memahami situasi Pasukan Redundan serta fakta kedatangan Dewa Iblis, Jue Ge langsung menetapkan target pada "Sumur Siklus" yang efeknya tidak diketahui siapa pun...
Meskipun Feng Bujue terlihat santai sebelum melompat ke sumur, Xiao Tan merasakan bahwa itu hanyalah sikap yang sengaja ditunjukkan Jue Ge agar teman-temannya tidak khawatir.
Faktanya, pertempuran kali ini sudah mencapai tingkat krisis "mati-matian". Situasi pertempuran telah mencapai titik dimana bahkan Feng Bujue harus mengandalkan faktor "tidak diketahui" untuk membalikkan keadaan.
Gaa——
Saat Xiao Tan sedang berpikir, tiba-tiba suara aneh dari langit menyela pikirannya.
Saat itu, kebanyakan orang berasumsi sumber suara itu adalah Terowongan Ledakan lain yang dibuka Pasukan Redundan.
Tapi...Xu Huai Shang langsung merasakan keanehan.
"Ini..." Dia pernah melihat portal teleportasi seperti ini sebelumnya. Meskipun mirip, bentuk portal dan suara saat terbuka berbeda dengan Terowongan Ledakan,"...Pintu Ratapan?"
"Benar, ini adalah Gerbang Ratapan, sebuah portal teleportasi yang didukung oleh energi iblis unik dari Kerajaan Necropolis."
Portal ini berbentuk oval seperti cermin tegak, di tepinya terlihat banyak benda mirip tangan-tangan tulang yang "mencengkeram", seolah menggunakan "kekuatan kasar" untuk mempertahankan keberadaan pintu ini.
"Oh? Situasi apa ini?"
Orang pertama yang keluar dari Gerbang Ratapan dikenali oleh kedua pemain yang hadir, namanya adalah——Dewa Mayat Darah.
"Situasi ini... jauh lebih besar dibanding saat menghancurkan Kerajaan Necropolis kita..." gumam Dewa Mayat Darah sambil melayang keluar perlahan dari portal; sebelum suaranya menghilang, dia sudah mulai menggerakkan bahu dan lengannya, jelas sedang melakukan pemanasan.
"Hē hē... Lagi pula kekuatan Kerajaan Monster lebih kuat." Yang muncul berikutnya adalah Talium.
Kemudian, tiga bayangan pemain melompat keluar dari portal dan mendarat dengan gesit.
Ruo Yu, Xiao Ling, Hua Jian... Tiga Ksatria Necropolis akhirnya tiba di sisi rekan tim mereka pada momen ini.
"Hei——Xiao Tan, Kakak Shang, kalian baik-baik saja?" Xiao Ling yang masih di udara telah melihat kondisi di area Xiao Tan, dan dengan tepat menemukan posisi Xiao Tan serta Xu Huai Shang di kerumunan, sehingga begitu kakinya menyentuh tanah langsung berteriak ke arah mereka.
"Kami baik-baik saja." Xu Huai Shang segera membalas dengan suara keras, mempertimbangkan kondisi Xiao Tan yang mungkin sulit berteriak saat ini, sehingga merespons dengan cepat.
Sementara mereka berteriak, dari Pintu Ratapan, sebuah bayangan lagi terbang keluar.
"Tak kusangka... akan ada hari seperti ini..." Samodiel mengepakkan kedua sayap hitamnya, bertahan di udara hanya dengan kemampuan fisik dasar, "Aku malah bersama begitu banyak orang besar..." Nada suaranya terdengar aneh, pandangannya menjelajahi pasukan Kerajaan Monster, lalu cepat menangkap beberapa sosok familiar, "...berdiri di garis pertempuran yang sama."
Tentu, "orang besar" yang dia maksud... bukanlah manusia-manusia di darat, melainkan kedua sosok yang kini mengikutinya dari belakang.
"Kepala Iblis, silakan."
"Raja Arwah, jangan sungkan..."
Sebelum Senja Para Dewa, kalimat seperti ini mungkin terdengar mustahil.
Tapi kini, Pemimpin Segala Iblis bukan lagi sosok angkuh yang dulu; Fu Ling pun bukan Raja Gelap Abyss yang keras kepala...
Setelah dua sapaan singkat, Sang Pemimpin Iblis yang lama menghilang, dan Raja Arwah yang telah kehilangan kerajaannya... menyusul melewati Pintu Ratapan, melayang di angkasa.
Tepat saat pasukan redundan ini akan melancarkan serangan akhir, bala bantuan dari faksi Alam Semesta Utama akhirnya tiba.
