Waktu habis, pertempuran dimulai.
Dua orang yang mirip ini tak perlu banyak kata.
Sorot mata bertemu, aura perang sudah terlihat jelas.
Sebilah pedang menyambar horizontal, mata pisau membawa kobaran api liar.
Pada detik itu, Uesugi Jin bergerak seketika; aura pedang tak tertandingi di seluruh tubuhnya berubah menjadi api di ujung pedang, berusuhaha membelah lawan menjadi dua bagian.
Di sisi Qisha, aura tempur pun berkobar; menghadapi jurus membunuh yang penuh momentum ini, kedua lengannya mengembangkan gaya telapak tangan seperti air yang mengalir, mendorong perlahan hingga mengubah sudut serangan tajam ke atas, menyimpang dari atas dahinya.
"Datsuryoku ya..."
" kah..."
Pada pertemuan pertama jurus pamungkas ini, keduanya dalam hati sama-sama mengidentifikasi teknik yang digunakan lawan.
Dugaan mereka pun tepat...
Uesugi Jin memang menguasai "Datsuryoku", dari tim [Periode Negara Berperang] saat ini total ada tiga orang yang bisa menggunakan teknik ini, dan dia salah satunya.
Sedangkan yang digunakan Qisha memang adalah ""...
Setelah S2 berakhir, karena merasa "tinju keras" yang dilatihnya telah mencapai hambatan, jika tidak membuka bidang baru maka kekuatan dan tingkat pencapaiannya akan mandek, Qisha pun mempelajari gaya bertarung mengalahkan yang keras dengan yang lembut, meningkatkan latihan teknik lantai berbagai jenis, sekaligus berlatih penggunaan energi tingkat tinggi...
Kini, ia pantas disebut sebagai "penyempurna" di bidang bertarung. Seluruh tubuhnya adalah senjata mematikan - berubah-ubah seperti aliran air, namun juga sekeras dan sekokoh berlian.
"Hmph... cukup baik, tapi... takkan bisa mengalahkanku!"
Satu detik kemudian, keduanya secara bersamaan dan serempak mendengus dingin sambil mengucapkan kalimat yang sama.
Caa——
Sebelum gema suara menghilang, telapak tangan dan pedang telah bertaut kembali, memicu gesekan aura tempur yang membuat bulu kuduk merinding.
Selanjutnya, bayangan mereka berubah dari nyata menjadi samar dalam pusaran aura tempur yang saling menjalin, babak pertarungan kecepatan ultra baru dimulai di antara tabrakan bunga api energi.
"Jurus-jurus berantakan ini memang sulit diadaptasi..." batin Qisha selama pertarungan, "Andai tak meneliti rekamannya sebelumnya, mungkin aku bahkan tak bisa tahan sepuluh jurus..."
Ia bersyukur telah menghabiskan waktu mempelajari "materi" sebelum pertandingan. Meski hanya sehari, Qisha berusaha semaksimal mungkin menonton semua rekaman lomba level tinggi ketujuh anggota【Periode Negara Berperang】.
Di antara mereka, Uesugi Jin jelas meninggalkan kesan yang lebih dalam baginya.
Karena... "mode pertarungan" Uesugi dianggap sangat aneh oleh ahli bela diri aliran ortodoks.
Senjata yang digunakannya "Teicho" adalah senjata yang sangat unik, dengan karakteristik utama "panjang" yang luar biasa. Hanya bagian gagangnya saja sudah lebih panjang dari sarung pisau pendek, dan jika dihitung bersama mata pedangnya, tingginya melebihi tubuhnya sendiri saat berdiri...
Untuk menguasai senjata seperti ini, Uesugi Jin terpaksa meninggalkan sebagian besar skema pertarungan konvensional dan menciptakan teknik bela diri khusus yang disesuaikan dengan Teicho.
Awalnya, dia sangat tidak terbiasa dengan perubahan ini, bahkan pernah terlintas pikiran untuk "menyerah menggunakan senjata 'tidak ergonomis' ini dan menggantinya dengan senjata lain"... Namun setelah latihan panjang, kini Uesugi sudah bisa menggunakan tachi super panjang ini dengan mahir layaknya menggerakkan tangan dan kaki sendiri, senjata yang bahkan sulit dipegang oleh orang biasa.
Keunikan "senjata" dan "metode tempur" ini memberinya keunggulan strategis dalam duel melawan para jago.
Zing——
Sesaat kemudian, kilauan darah tiba-tiba muncul dalam hembusan angin, disertai suara aneh yang menggema.
Kedua petarung yang sedang beradu serangan itu tiba-tiba membeku dalam posisi mereka.
Pada momen ini... bahkan penonton dengan penglihatan dinamis yang buruk bisa melihat jelas mata pedang Teicho menghujam bahu dan leher Qisha... Meski lukanya tidak dalam, sudah pasti merobek otot trapezius yang terakhir disebut.
“Waktu terkena tebasan... Lebih cepat dari perkiraanku...” Pada titik ini, Qisha sama sekali tidak merasakan ketegangan, seolah situasi ini sudah diprediksinya. Namun, dalam hati ia bergumam, "Ah... Mungkin inilah hambatan bagi 'aliran' sepertiku... Latihan bertahun-tahun telah membentuk memori otot... Ini menentukan reaksi pasti yang akan kulakukan dalam kondisi limit; Jika orang tanpa dasar seni bela diri mungkin justru lebih cepat beradaptasi dengan pola aksi lawan dan melakukan serangan balik."
Pikiran melayang, tapi gerakannya tak berhenti. Saat otaknya masih berpikir, tubuhnya sudah condong ke depan melakukan salto udara...
Gerakan cerdik ini tak hanya menetralkan sisa tenaga dari serangan tajam dan menjauhkan ujung pedang dari bahunya, tapi juga memutar tumitnya seperti kapak yang menghunjam ke ubun-ubun lawan.
"Sial..." Sebelum tendangan Qisha mendarat sempurna, Uesugi Jin sudah tahu... Tebasan ini tidak hanya gagal memberi keuntungan, malah menimbulkan masalah serius. Tak tertahan, ia mendengus kesal.
Kelebihan kapak panjang dengan jangkauan serangan luas dan kekuatan dahsyat pasti memiliki kelemahan - yaitu ritme penarikan jurus dan pembentukan momentum ulang yang terlalu lambat setelah serangan mendarat.
Qisha yang membaca kelemahan ini, dengan sengaja membiarkan bahunya terluka pedang, berhasil memaksa pertarungan masuk ke ritme andalannya: "pertarungan sengit jarak dekat".
Chiii——
Saat tekanan angin dari "kapak kaki" itu menyambar ujung hidungnya, sensasi panas yang menyengat langsung menyeruak.
Meski Uesugi Jin mundur selangkah untuk menghindari serangan itu, momentum tubuhnya sudah kacau... Sangat merugikan baginya karena lawan berhasil masuk ke jarak serang efektif tombak panjang Dingchang yang sedang diayunkan.
Sebagai perumpamaan, Uesugi Jin saat ini bagaikan memegang senjata mesin dengan lengan terentang lurus, sementara lawannya yang hanya membawa pisau kecil sudah berada sejajar pergelangan tangannya.
"Gigi Serigala..." Tanpa peduli rasa sakit di bahu usai melakukan gerakan kapak kaki sambil salto, Qisha langsung menyambar seperti hantu, tak memberi kesempatan bagi Uesugi untuk menata ulang postur, "...Pukulan Angin!"
Jurus terangkat, aura pembunuhan menyapa.
Tinju Qisha bergerak bagai taring serigala, gaya bertarungnya laksana angin puyuh.
Uesugi membawa pedangnya mundur tergopoh, mengarahkan mata pedang untuk menghadang.
Berpengalaman lama menggunakan Dingchang, Uesugi jelas tahu cara menghadapi situasi serangan jarak dekat ini... Saat 【Pukulan Angin Gigi Serigala】 datang, kakinya menghentak tanah sambil mundur, lengannya menarik pedang secara diagonal membentuk lingkaran untuk mengalihkan tenaga... Meski tak bisa memperbaiki situasi, setidaknya bisa menahan damage serangan.
Duang——
Di luar dugaan, dalam sekejap Qisha menghentikan jurus tinjunya, mengubah pola serangan, menggunakan dua jari tangan kanannya menjepit mata pedang Uesugi yang terhunus di depan dada.
“Teknik Dua Jari Vakum?” Jurus ini pernah Uesugi Jin lihat digunakan Qisha dalam rekaman, jadi tanpa perlu lawan berbicara, dia sendiri sudah meneriakkan nama jurus dalam hati; Tapi yang lebih ingin dia ketahui saat ini... "Apa yang dia rencanakan? Jurus ini jelas bukan untuk pertarungan jarak dekat, apa dia berniat mematahkan senjataku dengan skill bertahan dari serangan terbang ini?"
Tentu saja mustahil... Senjata Legendary sekalipun dengan 【Jari Pengetahuan Batin】 tak bisa dipatahkan, apalagi 【Teknik Dua Jari Vakum】?
Langkah Qisha ini bukan untuk mematahkan pedang lawan, melainkan ingin sementara menggenggam mata pedang musuh... Meski hanya sedetik.
Karena satu detik... Sudah cukup untuknya menggunakan tangan kiri mengeluarkan 【Li Baiba Shi·Orochinagi】.
