"Ini..." Meski sudah ada persiapan mental, wajah mereka tetap dipenuhi kekecewaan.
Terpengaruh oleh mereka, yang lain juga mulai memandang angkasa luar. Tak lama kemudian, fakta tentang dua bulan purnama yang tergantung di langit pun terungkap.
"Bagaimana mungkin begini?" Teriakan histeris pecah saat harapan terakhir untuk kembali ke kediamannya hancur berkeping-keping. Banyak teman sekelas perempuan menangis tersedu-sedu. Semua akhirnya memahami bahwa mereka benar-benar telah terpisah jauh dari Bumi tanpa kemungkinan repatriasi.
"Mars... memiliki dua satelit, setara dengan bulan yang kita lihat di Bumi..." gumam Kade dalam bahasa Mandarin terbata-bata, lalu beralih ke bahasa Inggris dengan lancar sambil berdiskusi intens dengan Li Xiaoman.
Selama puluhan tahun, beberapa detektor luar angkasa telah memindahkan banyak data berharga tentang Mars kembali ke Bumi. Dua satelit yang mengelilingi Mars merupakan benda langit yang sangat kecil. Ditambah pengaruh faktor seperti ketinggian dari permukaan tanah, jika diamati dari Mars, Phobos terlihat berukuran sekitar setengah dari Bulan yang terlihat dari Bumi. Deimos bahkan lebih kecil lagi, namun lebih terang dibanding bintang-bintang lain, bagaikan bulan miniatur.
Setelah mereka yang memahami Mars menjelaskan hal ini, semua orang diliputi kekecewaan mendalam. Saat ini sepertinya tidak ada jalan pulang, sehingga tugas utama kini adalah menemukan jalan hidup untuk bertahan hidup.
Telah berjarak 600 meter dari altar lima warna, semakin mendekati sumber cahaya lemah itu yang kini hanya berjarak sekitar 500 meter. Semua orang tidak menunda lagi dan melanjutkan perjalanan ke depan.
Di bawah langit malam, angin sepoi-sepoi berhembus membawa hawa sejuk yang menyentuh kulit.
"Maju lagi lebih dari 100 meter, jarak ke sumber cahaya semakin dekat. Tiba-tiba seseorang berteriak kaget, menemukan reruntuhan bangunan kuno yang tampaknya merupakan paviliun tua yang telah runtuh akibat erosi zaman."
"Paviliun buatan manusia! Di planet tandus ini pasti ada manusia. Kami pasti dapat mencari jalan untuk bertahan hidup."
"Apakah ini benar-benar Mars? Mengapa ada bangunan manusia? Udara, suhu, gravitasi dan sebagainya hampir sama dengan Bumi, hanya seperti gurun pasir di Bumi saja."
Meskipun kecewa tak terkira, semua orang tidak putus asa. Mereka masih memiliki banyak kecurigaan.
"Kami bahkan sudah melihat mayat naga, apa artinya ini semua? Mungkin ini adalah wilayah spesial di Mars."
"Mungkin. Di sini ada altar lima warna megah yang bisa memanggil sembilan mayat naga dan peti tembaga. Bisa dibilang tempat ini adalah domain segel para dewa."
“Jika prediksi kami benar, ini cuma wilayah spesial di Mars, maka ruang hidup kami mungkin tidak akan luas.”
Begitu kata-katanya terucap, semua orang terdiam sejenak.
“Kalau di Mars cuma ada tanah suci yang sempit ini, lalu apa jalan keluar kami?!”
Hati semua orang bergolak, ini menyangkut hidup-mati dan masa depan mereka, tak ada yang bisa tetap tenang.
"Ah..." Seorang siswi tiba-tiba menjerit keras, suaranya bergema jauh di bawah langit malam.
"Ada apa?" Wajah mereka berubah pucat, buru-buru bertanya.
"Tengkorak, tengkorak manusia!" Wajah siswi itu putih pucat, tubuhnya gemetar tak terkendali sambil mundur tertatih.
Tak jauh dari reruntuhan paviliun itu, setengah tengkorak putih pucat tersembul di antara pasir, baru saja terinjak oleh siswi tersebut sehingga membuatnya panik luar biasa.
Semua teman sekelas pria berkerumun. Pang Bo menendang tengkorak itu keluar dari pasir dengan kakinya. Jelas ini adalah tengkorak orang dewasa yang sudah tidak diketahui berapa tahun lamanya, hampir lapuk. Struktur tulangnya tidak lagi halus, dengan banyak retakan kasar di permukaannya.
Yang mengejutkan, tulang dahinya memiliki lubang bundar sangat rapi seukuran jari, seperti ditusuk senjata tajam. Area sekitar lubang terlihat sangat rata.
"Tampaknya tempat ini penuh ketidaktahuan dan faktor tak terduga. Meski ini hanya tulang-belulang kering dari tahun lalu, sebaiknya kita tetap berhati-hati."
Lingkungan asing dan berbagai faktor yang tidak pasti membuat hati merasakan kilatan dingin.
"Apa itu di depan?"
Di bawah langit malam yang samar, cahaya bintang dan bulan tidak cukup terang. Hanya terlihat samar bayangan yang naik turun di depan, seperti tumpukan batu kacau yang saling terhubung, tinggi-rendah tak beraturan bagai gigi anjing.
"Ketika berjalan mendekat, semua orang terdiam sejenak. Ini ternyata adalah wilayah reruntuhan, dan yang menghalangi di depan hanyalah sebagian kecil. Reruntuhan yang jauh lebih luas membentang horizontal hingga ke kejauhan."
"Dinding runtuh dan puing-puing berserakan, seolah menceritakan kisah masa lalu yang tak tercatat. Di bawah sinar bulan malam, tempat ini terasa sangat sunyi. Dahulu kala, pasti ada istana megah yang membentang di sini, tapi kini hanya menyisakan pemandangan menyedihkan."
"Ini adalah reruntuhan raksasa dengan area yang sangat luas. Fondasi kokohnya seluruhnya terbuat dari tumpukan batu raksasa. Bayangkan betapa agungnya kompleks istana ini di masa kejayaannya."
"Sementara sumber cahaya itu berada di ujung reruntuhan ini, di balik tembok yang runtuh."
"Kami... benar-benar berada di Mars? Pernah ada kompleks istana megah di sini?"
"Proyek sebesar ini butuh berapa banyak tenaga manusia untuk menyelesaikannya?"
"Apa alasan yang membuat tempat ini menjadi reruntuhan, dengan semua bangunan tinggi megah itu runtuh?"
“Semua orang hampir melupakan ketakutan, reruntuhan raksasa di hadapan ini membuat semua orang terkesima. Jika benar-benar berada di Mars saat ini, semua ini sungguh di luar akal sehat.”
Ye Fan berkata dengan tenang: “Sebenarnya tidak ada yang istimewa. Kami telah mengalami banyak hal hari ini, yang secara logis seharusnya tidak terjadi. Bahkan jika ada yang bilang reruntuhan luas ini adalah situs Istana Langit, aku pun tak akan terkejut.”
Pang Bo menghela nafas: “Situs Istana Langit... Ini mungkin saja, toh kita bahkan sudah melihat mayat naga.”
Mendengar perkataan ini, semua orang tertegun. Situs Istana Langit - mungkin ini bukan omong kosong belaka!
Sumber cahaya berkilauan lembut dari balik tembok runtuh di depan, memancarkan aura samar nan suci yang tak terdefinisikan.
“Apa sebenarnya itu?”
Cahaya yang mengalir di ujung reruntuhan kuno semakin menyoroti kesepian puing-puing, menciptakan aura misteri yang tak tertandingi.
“Kresek-kresek...”
Suara langkah kaki kelompok orang menginjak reruntuhan bergema di bawah langit malam yang kosong. Melewati istana-istana yang runtuh satu per satu, akhirnya mereka berhasil melewati reruntuhan raksasa ini. Di depan, meski sebagian tembok yang patah itu rusak, tingginya masih mencapai empat hingga lima meter. Sungguh tak terbayang betapa megahnya struktur ini di masa lalu.
“Aku ingin tahu sumber cahaya itu apa sebenarnya!”
Kelompok ini dengan hati-hati mengitari tembok patah raksasa tersebut. Saat tiba di ujung reruntuhan, tiba-tiba mereka merasakan aura menyegarkan yang menyelimuti seluruh tubuh. Seolah kilatan magis melintas di ruang hampa, terpantul di pupil mata semua orang.
Mereka telah sepenuhnya keluar dari reruntuhan, berdiri di belakang tembok patah itu. Kini sumber cahaya di depan terlihat jelas.
Tepat lima puluh meter di depan, sebuah kuil kuno berdiam tenang. Lentera biru kehijauan dan patung Buddha kuno terlihat samar-samar, dengan cahaya lampu kecil seperti kacang.
Di depan kuil kuno, sebatang pohon bodhi purba kokoh bagaikan naga berkulit sisik, seluruh batangnya kering kerontang. Hanya pada ketinggian dua meter tersebar lima enam helai daun hijau yang jernih berkilauan, masing-masing memancarkan cahaya hijau gemerlap laksana giok suci.
