Saat ini, Li Lin, Li Yun, Han Feiyu, dan yang lain benar-benar ingin menguliti Ye Fan dan Pang Bo hidup-hidup. Bagaimana pun mereka memandang, senyuman kedua orang itu terlihat sangat menjengkelkan, seperti layak dipukul dan ditampar. Tentu, ini hanya perasaan subjektif mereka. Nyatanya, Ye Fan dan Pang Bo merasa senyuman mereka sangat cerah. Pori-pori kulit seluruh tubuh mereka terbuka lebar, merasakan kenyamanan yang luar biasa.
“Pang Bo kau benar-benar bunuh diri, aku takkan mengampunimu!” Li Lin mengutuk, wajah cantiknya membeku bagai es, dipenuhi aura mengerikan yang menakutkan.
Li Yun juga marah luar biasa, bencana tak terduga ini benar-benar tak masuk akal. Dikejar-kejar siluman ular tanpa alasan jelas, dia menghardik: "Pang Bo kau memaksa kami! Meski kau bibit immortal, mulai sekarang takkan ada kata damai. Juga si sampah itu, tunggu saja! Harus kuhabisi kau dengan tanganku sendiri!"
"Brak!"
Kabut beracun lima warna menyembur deras, bagai jubah warna-warni menyelimuti kerumunan orang. Li Lin dan Li Yun langsung berhenti bicara, menyambar maju secepat kilat, takut tertutup racun ular.
"Aaaa...!" Tiba-tiba terdengar jerit kesakitan. Salah satu anggota kelompok mereka gagal menghindar, tubuhnya meleleh menjadi cairan mayat. Tulang-tulangnya menghitam terbakar, terkorosi hingga hampir remuk.
Semua orang merasa ketakutan, siluman ular ini terlalu mengerikan. Cuma dengan sekali sembur racun, seorang cultivator langsung berubah jadi tulang-belulang kering, membuat bulu kuduk merinding. Yang paling membuat Li Lin, Li Yun, dan lainnya membenci adalah Pang Bo yang larinya lebih cepat dari kelinci. Di depan dia terus menyapu sambil melompat-lompat, meninggalkan mereka jauh di belakang, benar-benar memperlakukan mereka sebagai perisai daging manusia lapisan terbawah.
Sedangkan sampah dalam pandangan mereka, Ye Fan, bahkan lebih cepat. Berlari di barisan paling depan memimpin kerumunan, membuat Han Feiyu dan kawan-kawan merasa ingin mengamuk. Bahkan seorang sampah bisa mendahului mereka, membuat murid-murid berbakat luar biasa ini malu sekaligus kesal, diam-diam membenci diri sendiri.
"Cis!"
"Lao She" semakin mendekat, tanduk giok di kepalanya memancarkan sinar suci yang terang benderang, menerobos langit seperti kilat yang menyambar. "Brak!" Suara tebasan mengiris tubuh seseorang menjadi dua bagian, genangan darah merah segar menyembur ke tubuh beberapa orang di sekitarnya, membuat jiwa mereka nyaris tercabut.
"Ahhhhh...!" Seorang cultivator perempuan menjerit panik. Fakta berdarah yang kejam ini membuat mereka menyadari betapa kecilnya diri di hadapan siluman ular perkasa. Di depan kekuatan "Lao She", para pemula yang baru menginjakkan kaki di jalan kultivasi ini benar-benar tak akan tahan serangan.
"Braak!"
Daratan berguncang. "Lao She" dengan mata merah menyala menggilas hutan, cepat mendekati kerumunan. Dalam siksaan ketakutan, seseorang tak kuasa mengumpat dalam hati: "Sialan! Bagaimana caranya si sampah itu bisa lari begitu cepat? Hampir tak terlihat lagi bayangannya!"
“Sampah menyebalkan, bagaimana bisa lari lebih cepat dari kami?” Semua orang menggigit gigi hingga gatal, ketidakseimbangan ekstrem dalam hati. "Sampah" di mata mereka melesat seperti terbang, melangkah di ujung rumput hingga hampir melayang.
“Dua brengsek ini, tunggu sampai ada peluang, pasti akan kukuliti hingga mati!” Wajah cantik Li Lin dipenuhi embun beku. Di rautnya tergambar kemarahan bercampur kegelisahan, namun tak ada solusi sama sekali.
Meski kemampuan bela diri mereka luar biasa, tetap tak bisa melawan Siluman ular. Li Lin dan Li Yun memang berbakat langka, tapi baru tiga tahun bergabung di Lingxu Dongtian. Meski kemajuan kultivasinya cepat, belum mencapai level "kilatan cahaya suci" sehingga tak bisa melayang di udara, hanya bisa berlari di daratan.
Meskipun kemampuan bela diri mereka jauh lebih kuat dibandingkan Ye Fan dan Pang Bo, namun tubuh fisik mereka sama sekali tidak bisa menyaingi kedua orang yang telah menelan Buah Suci. Ye Fan dan Pang Bo telah mengalami transformasi total layaknya kelahiran kembali, konstitusi fisik mereka sama sekali tidak bisa dibandingkan dengan cultivator biasa. Karena itulah mereka berhasil meninggalkan beberapa orang itu jauh di belakang.
Li Lin dan Li Yun tentu tahu bahwa ular bermata giok paling membenci Ye Fan dan Pang Bo. Pasti mereka berdua yang mengambil ramuan spiritual di dekat sarang ular, sehingga membuat siluman ular memburu. Beberapa orang ini terus-menerus mengubah arah, tak ingin satu rute dengan Ye Fan dan Pang Bo, berusaha melepaskan diri dari Lao She. Namun yang membuat mereka hampir gila, Ye Fan dan Pang Bo bagai plester yang menempel erat, dengan kecepatan luar biasa "whoosh! whoosh! whoosh!" beberapa kali sudah berputar kembali, terus memimpin lari di depan mereka.
Paru-paru mereka hampir meledak marah. Bahkan Li Lin tak peduli dengan citra gadis cantiknya, melepaskan harga diri dan mengumpat dalam hati: "Sialan! Si Pang dan sampah itu, aku Li Lin akan mengingat kalian!"
Dikejar gila-gilaan oleh Ular Bertanduk Giok, hidup-mati tak pasti. Kini dihujani hinaan "sampah" berulang kali oleh Li Lin dkk. Sekalipun patung tanah punya tiga fen kemarahan. Ye Fan pun membalas mengumpat: "Dasar! Si Li, aku juga ingat kau. Tapi bukan tertarik, tubuhmu datar seperti papan cuci..."
Pang Bo menoleh menambah minyak ke api: "Hei papan cuci bermarga Li! Daripada buang waktu mengutuk kami, mending kumpulkan tenaga hadapi siluman ular di belakang!"
"Aku benar-benar kesal!" Li Lin gemetar sepenuh badan, tapi tetap harus lari sekuat tenaga, tak berani terlalu banyak membuyarkan konsentrasi.
Li Yun mengaum dari belakang: "Kalian berdua brengsek! Sungguh tak bermoral! Kukutuk kalian mati mengenaskan!"
“Kakek nenekmu, siapa yang kurang ajar? Kalian dari dulu ingin menyingkirkan kami berdua, sekarang ketemu kebetulan, layak kalian sial.”
Li Lin, Li Yun, dan Han Feiyu hampir tak bisa berkata-kata karena marah. Bertemu kedua orang ini, mereka merasa seperti dapat sial delapan keturunan. Saat ini hidup-mati tergantung di ujung tanduk.
Selain Li Lin, Li Yun, dan Han Feiyu, beberapa orang lainnya jelas sudah kehabisan tenaga. Beberapa dengan suara menangis berteriak ke depan: "Dua Adik seperguruan..."
"Siapa yang kau sebut adik seperguruan!" Ye Fan dan Pang Bo sangat tidak puas dengan panggilan ini.
"Salah, maksudku dua Kakak..." Beberapa orang itu dengan suara menangis berteriak: "Terutama Kakak Sampah itu, kau lari begitu cepat... Tidak perlu ikut kami! Silahkan kakek lari lebih jauh, aku mohon padamu!"
Ye Fan yang sudah dikejar begitu lama, nyawanya bisa melayang kapan saja di tempat ini, kehilangan ketenangannya yang biasa. Langsung membalas umpatan: "Lao Lao-mu, siapa yang sampah ini..."
Pang Bo juga menoleh berteriak: "Kalian kan ingin menyingkirkan kami berdua? Sekarang rasakan juga rasa nyawa yang tak tentu ini." Usai bicara, dia menggeber lari secepat kilat, melesat dan menyapu, lebih cepat dari kelinci. Dalam sekejap kembali menjauh dari mereka.
"Berdegup kencang bagai genderang perang!"
Di antara kelompok Li Lin, cultivator paling belakang wajah suram, menghirup sedikit bisa ular, kehabisan tenaga dan terjatuh. Ular Bertanduk Giok menyapu lewat, tubuh ular besar-nya langsung menggilas tubuhnya jadi bubur daging, memercikkan bunga darah. Adegan berdarah yang ekstrem.
"Ssss"
Suara desisan lidah ular raksasa terdengar, kemudian seorang murid ditarik oleh kekuatan tak kasat mata, terbang mundur dan langsung menghilang ke dalam mulut lebar ular bertanduk giok.
"Aah!"
Dia hanya sempat mengeluarkan teriakan ketakutan yang pendek sebelum suaranya terputus. "Brak!", semburan darah muncul dari sela-sela gigi putih sang ular tua. Tubuh orang itu kemudian ditelan hidup-hidup ke dalam perut ular. Faktanya, selama proses penelanan, tubuhnya sudah mulai mencair. Adegan mengerikan ini membuat semua orang merinding ketakutan, dari ujung rambut sampai kaki.
Jarak semakin dekat. Ular bertanduk giok berhenti menyemburkan bisa dan tidak lagi memancarkan kilatan magis dari tanduknya. Ia hanya membuka mulut darahnya, menjulurkan lidah bercabang, lalu menyedot korban dengan daya tarik mengerikan untuk ditelan bulat-bulat.
"Brak!"
Bunga darah beterbangan, seorang lagi ditelan hidup-hidup olehnya. Garis-garis noda darah mengalir turun melalui gigi-gigi tajamnya. Dalam sekejap mata, empat lima orang kehilangan nyawa. Selain Ye Fan dan Pang Bo, hanya tersisa Li Lin, Li Yun, dan Han Feiyu.
"Pang Bo, dan si sampah itu! Kalian tunggu saja! Kakek pamanku pasti akan membuat kalian hidup lebih menderita daripada mati, menghancurkan kalian sampai ke tulang-belulang!" Han Feiyu berteriak panik sambil gemetar ketakutan. Saat ini, dia berlari di posisi paling belakang, tampaknya akan menjadi target berikutnya dari Lao She.
Lao She mengeluarkan lidah bercabang sepanjang 2-3 meter. Tetesan racun yang jatuh mengorosi daratan hingga mengepulkan asap putih. Sepasang bola mata merah darah mengunci Han Feiyu.
"Tidak...!" Han Feiyu menjerit ketakutan. Tubuhnya terasa ringan diseret oleh kekuatan tak kasat mata, terangkat dari tanah dan melayang menuju mulut menganga Lao She.
"Pada saat kritis ini, Han Feiyu mengeluarkan Segel Kayu Hijau. Pusaka seberat 10.000 jun ini memancarkan cahaya hijau, dikelilingi kabut kebiruan yang meliuk-liuk, lalu dihantamkan dengan dahsyat ke bawah."
"Bang!"
Segel Kayu Hijau menghantam kepala ular tua dengan keras, membuatnya terguncang. Namun tak ada kerusakan sama sekali. Tanduk kristalnya memancarkan sinar suci yang menyambar segel itu hingga terlempar jauh, menghancurkan tumpukan batu karang menjadi debu halus.
Segel Kayu Hijau tetap utuh karena merupakan senjata yang secara khusus ditempa oleh kakek pamannya. Di bagian dalam segel terukir banyak pola energi dan medan energi kuat yang membuatnya sulit dihancurkan. Karena keterbatasan kemampuan Han Feiyu, kekuatan sejati pusaka ini belum bisa dikeluarkan, sehingga tidak mampu melukai Ular Tanduk Giok.
"Kakek Paman... Selamatkan aku!" Han Feiyu yang tersedot ke udara oleh siluman ular berteriak panik. Tiba-tiba giok di dadanya berkilau membentuk tirai cahaya yang membekukannya di udara, membuat Lao She tak bisa menelannya.
Han Feiyu teringat pesan Kakek Pamannya yang selalu menyuruhnya membawa giok itu. Rupanya benda ini berfungsi sebagai penyelamat nyawa di saat genting.
Dari tebing jauh, kilatan hijau melesat. Seorang pria mengendarai sinar pelangi mendekat dalam sekejap. Lao She yang seketika gentar langsung mundur, meninggalkan Han Feiyu yang masih melayang.
Li Lin dan Li Yun langsung berseri wajahnya. "Cepat selamatkan aku, Kakek Paman!" teriak Han Feiyu sambil menunjuk ke arah siluman ular yang mulai menjauh.
Kilatan cahaya suci membelah angkasa, cahaya hijau berkedip-kedip. Seorang tua bertubuh bungkuk dengan rambut terurai muncul di tempat ini. Dengan gerakan cepat ia menyambar Han Feiyu dan mendarat di daratan. Li Lin dan Li Yun segera maju memberi salam.
Di kejauhan, Ye Fan dan Pang Bo berhenti. Kedua orang itu saling pandang, merasa agak gelisah. Mereka ingin segera melarikan diri, namun menyadari pandangan tua itu menyapu mereka beberapa kali. Mereka pun tak lagi terburu-buru mengambil tindakan. Mustahil melarikan diri jika penguasa kuat yang mampu mengendarai sinar pelangi ini mengunci mereka. Keduanya tetap diam di tempat sambil mengamati situasi.
Tubuh tua ini tidak tinggi, kurus kering dengan postur membungkuk, tingginya tak sampai satu setengah meter. Rambutnya yang putih pucut terurai menutupi wajah, membuat penampilannya tak terlihat jelas. Hanya tangan-tandannya yang tampak seperti cakar burung hitam legam - kulit melekat langsung pada tulang tanpa daging.
"Tetua Han untung Anda datang tepat waktu, kalau tidak kami semua sudah mati di sini..." Setelah memberi salam, Li Lin dan Li Yun berkata demikian, sambil melirik ke arah Ye Fan dan Pang Bo dengan tatapan penuh kebencian, "Kali ini kalian pasti mati!"
Han Feiyu bahkan menggeretakkan gigi, terus-menerus berbisik sesuatu kepada orang tua itu. Dari ekspresinya terlihat dia berniat mencelakai Ye Fan dan Pang Bo. Tatapannya ke arah sini terasa mengerikan dan dingin, dipenuhi kebencian.
Tetua Han yang kurus seperti hantu tua itu tidak menghiraukan ketiga orang di hadapannya. Ia mengamati Ular Tanduk Giok di depan sambil terus mengangguk, suaranya rendah dan serak seperti orang sekarat, "Bagus, sangat bagus... Tanduk giok ular siluman ini bahan bagus untuk pengolah obat..."
Ular Tanduk Giok yang telah memiliki spiritualitas itu merasakan bahaya, dengan gesit mundur ke belakang. Lidah bercabangnya terus-menerus menjulur keluar, berusaha melarikan diri.
Pada detik ini, orang tua berambut kusut itu melayang maju bagai hantu, sama sekali tak ingin melepaskannya pergi. Ular tua itu menyemburkan kabut racun, seketika menerpa tubuhnya. Namun cahaya hijau berkedip, sekumpulan sinar misterius muncul di sekitar tubuh Tetua Han, sepenuhnya menahan racun ular di luar.
"Cis!"
Tanduk giok di kepala ular tua itu memancarkan cahaya Dewa yang berkilauan, beberapa sinar menusuk mata berturut-turut melesat, menembus ke arah Tetua Han.
"Dang! Dang! Dang!"
Suara seperti senjata legendaris yang saling bentur terdengar. Tetua Han memegang penggaris kayu hijau, menghancurkan semua sinar sakti hingga tercerai-berai di antara pepohonan. Ular tanduk giok merasakan bahaya, berbalik cepat dan berusaha kabur. Namun Tetua Han tak lagi memberinya kesempatan, dari tubuh keriputnya tiba-tiba menyembur dua belas sinar hijau. Dua belas pedang kayu hijau membesar dengan cepat, masing-masing tertancap di tanah membentuk sangkar yang mengurung ular tanduk giok di dalamnya.
“Tanduk giok akan terlepas otomatis! Kalau kau berani merusaknya, aku akan mengulitimu hidup-hidup!” Tatapan Tetua Han membeku bagai es, menatap tajam ular bertanduk giok itu.
Siluman ular itu tampak murka luar biasa. Mata monster itu memancarkan sinar jahat, tanduk gioknya berkilau terang seolah ingin mengkonsentrasikan seluruh kekuatan terakhirnya untuk serangan pamungkas.
Jelas Tetua Han takkan membiarkannya melancarkan serangan itu. Dua belas pedang kayu hijau berpendar cahaya kehijauan samar. Pola ukiran di permukaannya bergerak-gerak seperti cacing, lalu tiba-tiba cahaya hijau dari pedang-pedang itu menyala terang benderang disertai aura yang mengerikan. Seketika dua belas senjata itu menghujam ke pusat formasi.
"Braak-braak-braak..."
Darah memancur deras. Dua belas pedang hijau itu membelah tubuh ular bertanduk giok menjadi puluhan potongan. Bangkai ular raksasa itu mengalirkan darah bak anak sungai, mengeluarkan bau anyir menusuk. Kabut darah dan racun berbaur menyebar ke segala penjuru.
Di kejauhan, Ye Fan dan Pang Bo menghirup napas tajam. Paman buyut Han Feiyu benar-benar mengerikan. Hanya dengan gerakan tangan sederhana, ia berhasil membunuh siluman ular. Kemampuan beladirinya yang misterius dan sulit dipahami membuat bulu kuduk merinding.
Perlu diketahui, tubuh fisik Lao She sangat tak terbantahkan. Ia bisa dengan mudah meremukkan pohon raksasa dan menghancurkan batu karang besar. Kulit ularnya sekeras baja ilahi. Namun sama sekali tak mampu menahan serangan dua belas Pedang Kayu Hijau itu, langsung terbunuh di tempat. Darah mengalir seperti sungai, memenuhi permukaan daratan dengan genangan darah. Tetua Han berambut acak-acakan dan tubuh bungkuk ini menimbulkan perasaan ngeri yang terus-menerus.
