"Cis cis cis!"
Desisan melesat terus bergema, semburan aura ilahi berhamburan ke arah gunung batu yang hancur, bagai hujan meteor yang melesat liar.
Tadi, Jubao Pen muncul sekejap, meski sudah menjauh, namun sebelumnya mengguncangkan cahaya tak terbatas, menyedot semua senjata spiritual di sekitar ke sini.
"Keberuntungan! Keberuntungan!" Pendeta gemuk tertawa terkekeh, melempar Ye Fan, dengan gesit melesat ke langit menyambut hujan cahaya itu.
Sekaligus, kilatan cahaya suci bertebaran, seluruh cultivator di posisi ini berhamburan menyambut hujan cahaya yang terkumpul dari senjata spiritual.
"Aah......"
Tapi ini bukan pesta mewah. Senjata spiritual yang terbang cepat itu sangat ganas, di tempat langsung menembus belasan orang, menyapu lewat hanya menyisakan noda darah dan mayat-mayat.
Pendeta gemuk menjerit-jerit kesakitan, kabur sambil melompat-lompat dengan belati pendek emas tertancap di pantatnya, tangan mencengkeram erat perisai merah darah.
Meski sedang menggeram dan menunjukkan gigi, tidak ada luka di tubuhnya. Setelah mencabut belati emas di bokongnya, tidak ada darah yang mengalir. Dia bertingkah seolah tidak terjadi apa-apa, "Senjata spiritual yang berkesadaran, kalau tidak berhenti sendiri, sulit dihadang."
Relatif lebih beruntung, mayoritas orang yang menerobos tadi tertembus langsung. Banyak yang mati sia-sia.
"Swoosh!" Bikuni gemuk itu kembali mengejar. Cultivator lain juga mengendarai kilatan cahaya suci, membuntuti dengan ketat, berusaha merebut pusaka spiritual.
Tiba-tiba, hujan cahaya kembali melesat. Beberapa langsung mendarat di puncak gunung sekitar. Banyak sinar pelangi jatuh di area Ye Fan. Namun setelah melihat jelas barang-barang ini, dia langsung kehilangan minat - sebagian besar adalah pecahan genteng dari makam Yāodì yang hancur.
Banyak cultivator menyisir gunung ini, sesekali mengamati Ye Fan dengan tatapan penuh pertanyaan.
"Dang!"
Pada saat itu, sebuah objek lagi jatuh dari langit dan menghantam daratan. Begitu Ye Fan memungutnya, beberapa cultivator langsung mengepungnya. Ini membuatnya merasa sangat frustrasi. Hari ini mustahil ada hasil, bahkan jika dia beruntung mendapatkan seratus senjata spiritual, tetap tak bisa menjaganya.
"Siapa yang mau, silakan ambil." Langsung dia melempar benda di tangannya ke tanah.
"Siapa yang mau sepotong besi hijau?!"
"Kupikir harta karun apa, ternyata cuma tembaga bekas."
Meski berkata demikian, para cultivator itu tetap memungut dan memeriksanya dengan cermat. Setelah memastikan itu memang tembaga bekas, mereka melemparkannya kembali ke Ye Fan.
"Simpan saja sendiri."
"Ini anak siapa? Sekecil ini sudah berkeliaran, ingin mati muda ya?"
Para cultivator itu pergi dengan kecewa, menyerbu ke puncak-puncak lain.
Ye Fan mengambil keping tembaga seukuran telapak tangan itu. Setelah ditimbang, terasa sangat berat seperti pecahan dari suatu wadah.
“Swoosh! Swoosh! Swoosh!”
Belasan cultivator lain mendarat. Mereka pertama-tama menyisir gunung ini dengan cermat, kemudian meminta potongan tembaga rusak dari tangan Ye Fan. Setelah memeriksanya dengan kesadaran spiritual, mereka akhirnya melemparkannya kembali padanya sebelum menerobos angkasa pergi.
Secara total lebih dari selusin kelompok cultivator muncul di gunung ini. Hampir semua orang memeriksa potongan tembaga hijau di tangan Ye Fan, lalu membuangnya kembali padanya. Ye Fan benar-benar tak tahu harus berkata apa. Kelompok ini sampai menggali tanah sedalam tiga tingkat, bahkan memeriksa tembaga hijaunya dengan sangat teliti. Hari ini, keinginannya untuk mendapatkan satu senjata spiritual benar-benar lebih sulit daripada memanjat langit.
Akhirnya, pendeta gemuk itu kembali terbang sambil terkekeh-kekeh, ekspresinya menunjukkan bahwa hasil buruannya cukup banyak.
"Eh, nak! Apa yang kausembunyikan? Jangan lari! Biar Daoye periksa. Apakah ada iblis lagi yang mengganggumu? Daoye akan membantumu menaklukkannya!"
“Harta karun kali ini tidak mungkin aku berikan padamu.” Ye Fan berpura-pura menyimpan tembaga bekas itu di dalam dekapan bajunya.
Mendengar ini, pendeta gemuk langsung berseri-seri, berkata: "Ternyata Lao Dao memang berjodoh dengan Sahabat Muda. Biar aku mengusir siluman untukmu yang keempat kalinya."
"Jangan macam-macam! Jika ingin harta karun ini juga bisa, kau harus menukarnya dengan sesuatu." Ye Fan mengulurkan satu tangannya menuntut. Meski merasa pendeta ini kurang ajar dan menyebalkan, tapi belum sampai taraf membunuh, jadi ia tak terlalu takut.
"Pertemuan kita yang berulang ini membuktikan takdir. Begini saja, kuberikan padamu satu keping harta karun legendaris." Sang pendeta merogoh ke dalam jubahnya.
"Siapa yang berjodoh denganmu? Lebih baik kita tak bertemu lagi seumur hidupku!" Tatkala melihat giok pudar yang dikeluarkan pendeta itu, Ye Fan semakin geram. Giok ini tak bernilai, lebih mirip batu pecahan, bahkan ada sudutnya yang patah. "Sialan! Ini keterlaluan!"
Ye Fan langsung ingin melemparnya, tapi dihalangi oleh pendeta gemuk itu yang memaksakan menyelinapkannya ke dalam dekapanannya, berkata: "Simpanlah, ini barang bagus, mungkin bisa menyelamatkan nyawamu suatu saat." Sambil mengatakan ini, sang pendeta gemuk dengan gesit menyimpan potongan tembaga bekas itu.
"Demi Tianzun yang tak terukur! Ini katanya harta karun? Cuma tembaga busuk!" Pendeta gemuk melirik Ye Fan, tapi sama sekali tidak ceroboh. Bolak-balik ia memeriksa dengan teliti, bahkan mengeluarkan kesadaran spiritualnya untuk mengamati selama seperempat jam penuh.
"Braak!"
Akhirnya pendeta gemuk melemparkan tembaga itu ke tanah dengan ekspresi kecewa: "Rupanya aku berharap terlalu tinggi. Simpan sendiri 'harta karunmu' ini."
Ye Fan sangat menghina pendeta tak bermoral ini. Belum pernah ia melihat orang yang begitu serakah - sepotong tembaga berkarat saja diteliti selama itu.
“Mutiara yang tertutup debu, tak dikenali orang, kalau begitu aku simpan sendiri.” Ye Fan asal mengambil keping tembaga itu. Begitu banyak cultivator yang telah memeriksa reruntuhan ini, dia tidak menganggap ini sebagai harta karun, tindakannya sekadar ingin menjaili pendeta tak bermoral itu.
Saat ini, dia tidak punya mood untuk tinggal lebih lama di reruntuhan ini, ingin segera meninggalkan tempat ini.
Pendeta tak bermoral itu tidak menghalangi, terus bergumam pelan: "Di mana Harta Karun Tertinggi Suku Manusia Donghuang..." Dia berjalan mondar-mandir di gunung dengan tangan di belakang.
Tak lama kemudian, Ye Fan telah menjauh dari zona itu. Sekelilingnya sudah tak terlihat cultivator lagi. Mulailah mengoperasikan Hukum Abstrak yang tercatat dalam Kitab Dao, menerjang keluar dari reruntuhan dengan kecepatan tinggi.
Lautan penderitaan emas-nya memancarkan helai-helai benang emas, mengalir ke seluruh tubuh, menyegarkan daging, darah, organ dalam, serta tulangnya. Hal ini membuatnya merasa dipenuhi kekuatan, kecepatan larinya luar biasa.
"Eh!"
Pada saat yang sama, Ye Fan terkagum-kagum. Saat menunduk, ia menemukan lempeng tembaga bekas mengalami perubahan misterius. Banyak karat yang mengelupas, membuatnya tampak kuno namun megah.
Benar, sekilas masih terlihat biasa - seperti pecahan dari bejana retak. Tapi jika diamati lebih seksama, fragmen ini kini memancarkan aura tak tergambarkan yang penuh kesan purba dan liku-liku hidup.
Ye Fan mengaktifkan Hukum Abstrak Kitab Dao. Ujung jarinya melesatkan jalinan sutra emas ke lempeng tembaga hijau itu. Namun meski terus memompa kekuatan Lautan Penderitaan Emas, lempeng tersebut tetap tak berubah sama sekali, tetap kuno dan hening.
"Barang ini sepertinya tidak biasa..."
Ye Fan menyimpannya di dada. Tanpa menyelidiki lebih lanjut, ia kembali berlari. Lautan Penderitaan Emas-nya terus memancarkan sutra emas yang terus diisi ulang, menyuplai energi kehidupan sehingga kecepatan larinya semakin bertambah cepat.
"Hiss!"
Pada saat itu, Ye Fan terkejut. Ia merasakan dingin tiba-tiba di bawah pusar, kemudian seolah ada sesuatu yang muncul di lautannya penderitaan. Dengan panik ia berhenti. Kepingan tembaga hijau di pelukannya telah menghilang. Seketika ia teringat sesuatu dan segera melakukan pemeriksaan internal.
"Ini..." Kepingan tembaga hijau ternyata berada di lautannya penderitaan, diam tenggelam di sana tanpa gerakan, bagaikan batu karang yang tak berubah sejak zaman purba, angker namun megah.
Lautan penderitaan sebesar biji kedelai itu bersinar keemasan bagai bulan purnama menggantung di kegelapan. Di dalamnya, selain selembar halaman emas berukuran mikroskopis, kini muncul sebuah kepingan tembaga hijau kuno. Benda ini menempati posisi sentral, bahkan mendorong halaman emas ke tepi lautan penderitaan.
Meskipun halaman emas itu memancarkan semburan cahaya ilahi bagai gemerlap bintang, namun tak mampu menggoyahkan tembaga hijau sedikit pun. Akhirnya hanya bisa terdesak ke wilayah tepi lautan penderitaan keemasan.
"Apa sebenarnya lempengan hijau ini..." Ye Fan tertegun dalam hatinya. Dengan cermat ia melihat ke dalam laut penderitaan emas, menemukan pada lempengan hijau kuno itu muncul banyak "pola energi" misterius.
