Biasanya Li Xiaoman selalu tampil jernih dan anggun, tak mudah terkejut, selalu tenang dan terkendali. Tapi kali ini ekspresi terkejut jelas terpancar dari wajahnya. Hal ini membuat beberapa pria dan wanita muda di sampingnya penasaran. Salah seorang tak tahan bertanya lagi: "Adik seperguruan, kau kenal pengemis kecil ini?"
Li Xiaoman segera mengembalikan ketenangannya. Ia menganggukkan kepala: "Kenal."
"Adik Li, bagaimana mungkin kau mengenalnya?" Salah satu wanita dengan ekspresi bingung bertanya. Penampilan Ye Fan yang compang-camping dan kelelahan itu jelas-jelas menunjukkan dia berasal dari lapisan terbawah masyarakat - orang dari dua dunia yang berbeda dengan mereka.
"Aku dan dia berasal dari tempat yang sama. Dulu seharusnya... bisa disebut tetangga." Ekspresi Li Xiaoman tetap dingin.
Ye Fan mendengar dia menyebut sebutan "tetangga", tersenyum tipis dan hanya mengucap "Halo", tak berkata apa-apa lagi.
"Ternyata kalian kenalan lama. Tetanggamu kecil ini benar-benar ceroboh, jalan selebar ini saja masih bisa menabrakku. Tadi Senior Yang sempat mengira dia mau mencuri barang."
"Tapi pemuda ini memang menyedihkan. Masih muda sudah terpuruk menjadi pengemis."
"Pengemis zaman sekarang biasa mencuri sambil mengemis. Adik Li, kau harus nasihati dia jangan sampai terjerumus ke jalan sesat."
Cultivator dan orang biasa bagaikan penghuni dua dunia berbeda, apalagi strata paling bawah dunia fana... pengemis. Beberapa pria-wanita muda itu berbicara tanpa peduli kehadiran Ye Fan di dekat mereka.
“Para saudara seperguruan, apakah kalian membawa uang? Pinjamkan aku sedikit.” LI XIAOMAN menerima beberapa koin dari para pria dan wanita muda itu, lalu mengulurkannya ke depan YE FAN, “Gantilah bajumu. Jangan jadi pengemis. Aku yakin kau bisa mengandalkan kemampuan sendiri.”
“Adik Li benar-benar baik hati.”
“Iya, Adik Li sangat berbelas kasih. Padahal cuma tetangga biasa, tapi diberinya uang sebanyak ini.”
“Pengemis kecil, lain kali jalani hidup yang jujur. Jangan mencuri, nanti mengkhianati kebaikan Adik Li.”
Beberapa pemuda-pemudi di sampingnya ikut berkomentar.
Tatapan YE FAN jernih memancar, diam-diam menatap LI XIAOMAN. Tangannya tak menjangkau uang itu, “Terima kasih atas niat baikmu. Tapi aku tak membutuhkan ini.”
Seorang pemuda di samping langsung mengerutkan alis, “Hei pengemis, ada apa denganmu? Uang bersih dari Adik Li ditolak, apa kau memang berniat hidup dari mencuri?”
Li Xiaoman dengan ekspresi tenang, sorot matanya bagai permukaan danau yang tak beriak, menyerahkan koin ke tangan Ye Fan, "Terimalah, jadilah orang biasa yang baik."
Ye Fan mengabaikan orang-orang di sekitarnya, kembali menolak koin tersebut, "Tenanglah, aku bisa bertahan hidup. Semoga perjalanan kultivasimu semakin lancar, layar terkembang angin membawa."
"Pengemis kecil ini benar-benar mempertahankan muka sambil hidup menanggung siksaan. Sudah terpuruk jadi pengemis, masih bersikap luar biasa."
"Jangan sekarang sok mulia, nanti berbalik mencuri dan merampas."
Beberapa pria dan wanita muda di samping tampak kesal.
Li Xiaoman menatap tajam Ye Fan, suaranya datar tanpa emosi, "Ini akan membantumu saat ini, jangan menolak lagi. Cepat terima! Apa kau benar-benar mau jadi pengemis?"
Ye Fan tetap tidak menerima koin, berkata: "Selamat kau telah memulihkan masa muda." Dia menyadari Li Xiaoman baru mencapai tingkat lautan penderitaan, belum bisa dibandingkan dengannya, namun tak tahu bagaimana caranya vitalitas hidupnya kembali pulih.
"Terima kasih, hanya keberuntungan semata." Li Xiaoman tak lagi memaksa, menyimpan kembali koin tersebut.
Seorang wanita muda di antara mereka tersenyum tipis: "Pengemis kecil ini tahu banyak hal, bahkan mengetahui insiden Adik Li kehilangan vitalitas muda dulu. Tampaknya memang teman lama."
"Aku dan dia hanya tetangga, tidak terlalu akrab. Mungkin setelah belasan tahun terpisah, saat bertemu kembali sulit saling mengenal..." Ujar Li Xiaoman dengan ketenangan sejak awal, seolah membicarakan hal yang tak ada hubungannya dengannya.
Meski wajah Ye Fan penuh noda, senyumnya tetap berkilau menampilkan gigi putih pucat: "Benar, memori memang akan memudar. Beberapa orang dan hal pada akhirnya akan mengabur seiring zaman."
"Pengemis kecil ini usianya tak terlalu tua, tapi cukup berkarakter." Seorang wanita di samping melihat Ye Fan, lalu menatap Li Xiaoman, "Sayangnya kau tak terlalu mengenalnya, Shimei. Kalau tidak, kita bisa bawa dia ke Gua Suci Ziyang, tinggal di gerbang untuk melakukan pekerjaan kasar. Lebih baik daripada mengemis di jalan dan tersesat."
Seorang pria mengangguk mendengar itu, "Pemilihan anggota di sekte sangat ketat, harus saling memahami betul."
Li Xiaoman tetap tenang bagai sumur kuno yang tenang, ekspresinya datar, berkata pada Ye Fan, "Jangan tersesat jalan. Lebih baik jadi orang biasa, itu pun bisa jadi kebahagiaan."
Ye Fan tersenyum tanpa berkata apa-apa, melambaikan tangan, lalu bergegas pergi.
"Pengemis kecil ini memberi kesan yang sangat unik..." Beberapa pria dan wanita muda di sekitarnya sepakat memberikan penilaian itu.
Ye Fan berjalan cepat menyatu dengan kerumunan yang tak henti mengalir. Setengah jam kemudian, dia muncul di toko barang antik, terus-menerus menawar harga dengan pemilik toko.
"Apa? Cuma lima puluh keping tembaga? Jadilah orang yang santai, jangan terlalu serakah."
“Pemuda, jangan membuka mulut selebar singa, ini cuma kotak kayu biasa, mana mungkin bernilai sepuluh koin emas.”
“Ini kotak kayu cendana ungu. Kalau kau tak mau, aku akan ke toko lain…” Begitu kata Ye Fan sambil berbalik dan segera pergi.
“Jangan terburu-buru! Harga bisa kita nego.” Si bos toko antik buru-buru menghalangi Ye Fan.
Akhirnya, Ye Fan pergi dengan puas membawa sepuluh koin emas.
Saat ini hari sudah siang, perutnya keroncongan. Tapi dia tak rela makan tanpa bayar. Akhirnya kotak cendana ungu penyimpan "Sumber" itu dijual, lalu "Sumber" itu disimpan dalam kotak kayu biasa yang cuma bernilai satu keping tembaga.
“Ksatria keluarga Jiang!” Ye Fan kaget saat menatap langit. Di atas kota raksasa ini seekor binatang aneh sedang berputar-putar, tak lama kemudian terbang menjauh. Dia merasa bingung, tak mengerti kenapa mereka selalu bisa menemukan jejaknya.
Ye Fan mendaki sebuah rumah makan, memesan sehidangan penuh meja, lalu melahap dengan mantap. Setelah berhari-hari melarikan diri tanpa sempat menikmati makanan hangat, saat ini secara alami ia melahap dengan rakus.
Baru setelah setengah shichen, ia berdiri dengan wajah puas. Si pelayan sudah lama berjaga-jaga. Melihat pakaiannya yang compang-camping seperti pengemis, sang pelayan khawatir ia akan kabur diam-diam setelah makan.
Ye Fan tentu tak menghiraukannya. Melempar uang makan, ia berbalik menuruni tangga. Tapi baru saja tiba di jalanan, hatinya langsung terkejut—ksatria keluarga Jiang telah memasuki kota! Tunggangan makhluk aneh itu baru saja menghilang di tikungan jalan.
“Apa yang sebenarnya terjadi? Mengapa mereka selalu bisa melacak, meski tidak bisa mengunci posisiku, tapi sepertinya bisa melacak arah umum!” Ye Fan memperlihatkan kekhawatiran, ia merasa rencana besar sedang terancam, kota ini tak bisa ditinggali lagi. Jika tidak, pasti akan terjadi masalah. Hampir tanpa jeda, ia langsung keluar kota dan berlari secepat mungkin masuk ke pedalaman hutan di kejauhan.
“Benar-benar Hantu Senyap yang tak kunjung hilang, bagaimana caranya aku bisa melepaskan diri dari mereka sepenuhnya?” Ye Fan menjelajahi gunung dan lembah, melintasi pegunungan tak berujung, baru berhenti saat senja mulai tiba.
Di saat yang sama, Ye Fan merasakan energi spiritual berkabut di kedalaman pegunungan, tampak puluhan kali lebih pekat dibanding wilayah lain. Saat ia melanjutkan perjalanan puluhan li, tiba-tiba memperlihatkan ekspresi terkejut. Di hadapannya terhampar batu pualam besar dengan empat aksara kuno terukir: Gua Suci Ziyang.
“Bagaimana aku bisa sampai di sini...”
Ye Fan menyadari dirinya tak disangka sampai di Ziyang Dongtian, persis sekte tempat LI XIAOMAN berada. Tempat suci ini letaknya tidak terlalu jauh dari kota tempatnya tadi berada.
Perlu ditekankan di sini, novel ini pasti akan menampilkan unsur cinta dan penggambaran berbagai karakter perempuan yang berbeda-beda.
