Bab 264 Jasad Tubuh Suci Zaman Purba

　　"Bisakah kuartikan ini sebagai doronganmu agar aku mengambil tindakan nyata?" Ye Fan tersenyum, tatapannya mulai menunjukkan sikap agresif. 　　Di luar jendela, pohon pinus kuno tegak berdiri, mata air jernih mengalir sunyi. Di dalam ruangan yang diterangi lilin, Qin Yao duduk di kursi rotan, gaun suteranya membentuk lekuk tubuh giok yang menggoda. 　　Matanya berkilau seperti air, bertanya: "Jangan mengalihkan topik, tadi kau pergi ke mana?" 　　"Bahkan kekasih lama pun tak percaya, mencurigaiku seperti ini, sungguh membuatku sakit hati." Ye Fan menarik kursi rotan dan duduk di sampingnya. 　　"Bocah kecil satu, sudah menyebut diri kekasih lama..." Qin Yao tertawa ringan, lengan giok setengah terbuka memamerkan kulit kristalin, merapikan rambut indahnya: "Bagaimana kau bisa sampai ke wilayah utara?" 　　"Orang-orang Yao Guang Sheng Di dengan niat baik mengantarku kemari. Aku terus mencari keberadaanmu tanpa henti, akhirnya menemukan tempat persembunyian Raja Naga Hijau." 　　Qin Yao memelototinya: "Badan tak membesar, mulut semakin pandai bersilat lidah." 　　"Kau harus percaya pada pesonamu sendiri." Ye Fan meregangkan badan di kursi rotan: "Malam sudah larut, mari kita beristirahat." 　　Qin Yao tersenyum tipis, bibir merahnya berkilau memikat. Tangan mulianya mencubit pipi Ye Fan: "Bocah kecil, jangan coba-coba mengalihkan topik dengan retorika licin." 　　Ye Fan menggenggam tangan mulia yang licin itu, menariknya ke depan, dan berkata: "Ucapan tulus juga tidak kau percayai?" 　　"Mata kerajaanku jadi buta!" Tiba-tiba Anjing Hitam menyibak tirai mutiara masuk, melihat pemandangan ini lalu bergumam: "Aku tak melihat apapun, lanjutkan saja kalian." 　　Usai berkata demikian, ia menegakkan ekor botaknya lalu keluar dengan santai. 　　"Plak!" 　　Qin Yao menepuk tangan Ye Fan, dengan gerakan lembut berputar lalu duduk kembali di kursi rotan, tertawa terbahak-bahak. 　　"Suasana indah dirusak anjing mati ini. Bajingan ini pasti balas dendam padaku." Ye Fan menggeleng kesal. 　　"Baik apanya?!" Qin Yao menguap manja: "Hari ini kau benar-benar mencuri popularitas, sampai-sampai Raja Peng Kecil Bersayap Emas yang tak terkalahkan pun kau patahkan puluhan tulangnya. Berani benar kau melakukannya." 　　“Ada yang tidak berani? Kalau aku tidak memberikan pukulan berat, yang pasti mati adalah aku.” Ye Fan berkata dengan agak acuh tak acuh sambil menyeruput teh di atas meja. 　　“Raja Peng Kecil Bersayap Emas adalah sosok sehebat apa? Sejak debutnya belum pernah mengalami kekalahan, tapi justru ditekan oleh Tubuh Suci Zaman Purba. Namamu pasti akan tersiar dan dikenal banyak orang.” 　　Qin Yao menggelengkan kepala pelan, “Sayang sekali, kau memiliki Tubuh Suci Zaman Purba yang hanya bisa berhenti di wilayah kultivasi rahasia Istana Dao. Jika tidak, prospekmu tak terbatas.” 　　“Tidak ada yang mutlak. Mungkin aku bisa memecahkan kutukan dan memasuki wilayah kultivasi Empat Ekstrem.” Ye Fan menjawab dengan santai. 　　“Lebih baik realistis. Keluarga legenda Zaman Purba saja tak sanggup menghidupi Tubuh Suci. Tanpa latar belakang, berlatih sendirian - jalan ini hampir tertutup.” 　　“Apa kau memahami banyak tentang Tubuh Suci Zaman Purba? Bisakah jelaskan lebih detail?” tanya Ye Fan. 　　Qin Yao dengan rambut hitam indah terurai, setengah menutupi leher putih pucatnya. Wajahnya yang lembut memancarkan rona merah sehat, berkata: "Pengetahuanku tentang konstitusi fisik ini terbatas, namun aku pernah melihat satu lagi Tubuh Suci Zaman Purba, tak tahu apakah ini bisa membantumu." 　　"Apa?!" Ye Fan tertegun mendengarnya, langsung berdiri dengan cepat, wajahnya menunjukkan keterkejutan luar biasa. 　　"Hanya kerangka belaka." Rambut Qin Yao bergelombang bagai air terjun, kulitnya lebih putih dari salju. Pinggang rampingnya meliuk seperti ular air sambil menguap berkali-kali: "Besok saja, aku mau tidur dulu." 　　"Hei Dewi Qin Yao, jangan bicara setengah-setengah! Di mana kerangka Tubuh Suci Zaman Purba itu?" 　　Qin Yao berdiri, meregangkan tubuhnya dengan malas sambil terus menguap: "Di dalam ruang mikro ini juga..." 　　Mengetik di laptop sambil tiduran, tak tahu harus berkata apa. Tertidur, terbangun, alur pikiranku terputus. Kuunggah saja bagian yang sudah jadi ini. Lanjut besok.