Ye Fan terbang ke utara selama belasan hari, melampaui ribuan gunung dan sungai, tak terhitung berapa ribu li jaraknya, akhirnya mendekati Kota Suci di wilayah utara.
Kota Suci wilayah utara, pusat absolut. Di daratan merah ini, ia sama terkenalnya dengan Tambang Kuno Taichu. Para penduduk wilayah utara memuliakannya sebagai tanah suci.
Musim gugur dalam menerjang, hawa telah cukup dingin. Di cabang-cabang pohon yang gundul, sesekali masih tersisa satu dua helai daun yang bergantung dengan gigih.
Oasis tempat Kota Suci berada sangat luas, wilayahnya mencapai puluhan ribu li. Banyak kota-kota di sini, relatif lebih tenang dibandingkan wilayah lain. Meski para begal paling nekat sekalipun, tak berani menjarah oasis ini karena berbagai kekuatan besar telah menempatkan pasukan di sini.
Angin utara menggulung rerumputan putih, musim salju yang akan segera tiba. Di jalanan, banyak pejalan yang telah mengenakan pakaian kulit hewan.
Jalan besar menuju Kota Suci sangat lebar, bisa memuat belasan kereta kuda berjalan sejajar. Selain penduduk lokal, sering terlihat cultivator terbang melintasi langit.
Saat ini, Ye Fan sudah berada kurang dari 600 li dari Kota Suci. Di kedua sisi jalan raya, terhampar pegunungan menjulang dan tebing batu terpotong yang semuanya megah perkasa. Jalan pualam hijau ini seolah terbelah dari gunung dan tebing yang ditebas manusia.
Ketika jarak ke Kota Suci tinggal 200 li, jumlah pejalan kaki di jalan meningkat signifikan. Makhluk aneh berlarian kencang seperti angin dan kilat, mayoritas adalah cultivator.
Tiba-tiba, gemuruh seperti guntung terdengar. Puluhan pasukan berkuda menerjang bagai air bah.
Harus diakui, mereka sangat arogan. Dengan mengendarai binatang buas di udara setinggi beberapa meter dari tanah, mereka maju menyusuri jalan raya.
Teriakan makhluk buas menggema. Angin kencang menerbangkan struktur rambut banyak pejalan. Banyak yang memandang dengan mata berapi.
Dengan jelas terlihat cakar kuda naga dan macan bersisik menginjak-injak udara beberapa meter di atas kepala, sikap yang sangat tidak menghormati pejalan kaki di bawah.
Orang-orang di udara mengendarai binatang dengan cepat, sama sekali tidak mempedulikan perasaan orang di jalan raya, menerjang ke arah Kota Suci dan menghilang dalam sekejap.
Masyarakat biasa sama sekali tidak berani bertindak seperti ini, karena sebagian besar orang yang menuju Kota Suci adalah cultivator. Sikap seperti ini sangat mudah menyinggung orang.
"Apakah ini murid dari keluarga kuno? Sungguh arogan, menginjak-injak kepala kecil kami saat melintas." Seseorang di Jalan Agung menggerutu.
"Lupakan saja, jangan banyak bicara. Jika mereka mendengar dan berbalik arah mencari masalah, ini akan menjadi bencana besar." Seseorang menasihati.
"Sepertinya ini orang dari Keluarga Emas Beiyuan. Mungkin mereka tidak sengaja, barangkali sedang terburu-buru urusan mendesak."
"Keturunan seorang cultivator legendaris Keluarga Emas telah menyinggung seorang tuan muda Istana Yao Langit. Kedua belah pihak bertempur hebat hingga saling menghancurkan. Mereka mungkin sedang terburu-buru menangani hal ini."
……
Bahkan sebelum benar-benar memasuki Kota Suci, Ye Fan sudah merasakan bahwa tempat di depannya adalah pusat pertemuan angin dan awan.
Kota ini mempersatukan gejolak dunia, terdapat keluarga kerajaan Zhongzhou, keluarga emas Beiyuan, bahkan cultivator legendaris Nanling, serta berbagai Tanah Suci Donghuang.
Tak lama kemudian, Ye Fan akhirnya mendekati Kota Pertama Wilayah Utara.
Ini merupakan tanah suci. Di luar Kota Suci, wilayah seluas seratus lima puluh li dipenuhi kehijauan, tak terasa perubahan musim.
Meski telah masuk musim gugur dalam, tempat ini masih hijau zamrud tanpa sedikit pun hawa dingin. Angin sepoi-sepoi musim semi membelai wajah, tumbuhan subur, mata air spiritual mengalir deras.
Energi spiritual luar biasa pekat, puluhan kali lipat lebih tinggi dari daerah lain. Pepohonan purba menjulang setinggi ratus meter bagai bukit kecil, ranting-rantingnya membentang ke langit, sulur-sulur kuno berkelok seperti naga di tebing.
"Sudah musim gugur dalam, mengapa masih penuh vitalitas?" Seseorang yang sama bingungnya dengan Ye Fan bertanya kepada orang di jalan.
"Sejak zaman kuno, Kota Suci tetap bertahan. Dialah yang mempengaruhi lingkungan wilayah ini," jawab seseorang.
Setengah jam kemudian, Ye Fan akhirnya melihat Kota Suci yang legendaris, membuatnya sangat terkejut.
Kota kuno ini megah luar biasa, tembok kota seperti naga legendaris yang terbaring melintang, tak putus-putusnya, seolah dituang dari tembaga cair, memancarkan kilau logam.
Gerbang kota yang monumental setinggi 100 meter dengan aura dahsyat, terlihat sangat megah dari kejauhan. Kota raksasa ini memberikan tekanan psikologis yang membuat sesak napas.
"Inilah pusat gejolak di wilayah utara ya..."
Sejak zaman kuno, banyak legenda tentang Kota Suci. Setelah menelusuri berbagai literatur kuno, orang akan kaget menemukan betapa tuanya kota ini.
Mustahil melacak asal-usulnya. Sejak ada catatan tertulis, kota ini tak pernah pindah lokasi. Tak ada yang tahu sudah berapa era keberadaannya.
Kota Dewa - begitulah sebutannya. Konon di zaman tak terhingga lampau, kota ini menggantung di angkasa. Baru pada Zaman Purba, ia turun ke daratan.
Kota kuno ini berkali-kali lipat lebih besar dari ibu kota negara besar, begitu megah dan luas hingga jika tidak terbang seperti cultivator namun berjalan sebagai Orang Biasa, membutuhkan satu hari penuh untuk melintasinya.
Di dalam kota terlihat sangat makmur dengan istana-istana berjejer, jalan kuno yang lebar, tempat bertaruh batu sumber, menara dewa, istana angin-bulan, gerbang Santo Lord, paviliun Raja Siluman - semuanya ada di sini dalam kemewahan ekstrim, di mana Orang Biasa dan cultivator hidup berdampingan.
Kerumunan di dalam kota separuhnya adalah cultivator. Di tempat seperti ini, semua orang menjaga sikap karena bisa saja tak sengaja menabrak keturunan keluarga kuno.
Lebih sial lagi, mungkin saja menginjak kaki tetua tertinggi dari tanah suci. Hal-hal seperti ini mungkin terjadi mengingat banyaknya figur penting yang berkeliaran di Kota Suci.
Ye Fan merasa matanya tak cukup melihat semua. Kota raksasa dengan tata letak rumit yang abstrak ini membuatnya curiga beberapa istana mungkin setua kota itu sendiri.
Di samping jalan raya yang makmur, sesekali muncul kompleks istana yang luas dengan ukiran indah, megah seperti istana kekaisaran.
"Ini tempat apa?" Dia berulang kali bertanya kepada pejalan kaki.
"Ini penginapan milik Istana Lima Elemen, masih tergolong cukup baik."
"Kompleks istana dijadikan penginapan... masih disebut cukup baik?" Ye Fan terdiam takjub.
Tak berjalan jauh, terlihat lagi kompleks taman istana dengan pemandangan magis, paviliun megah, dan kemilau emas.
"Lagi-lagi ini tempat apa?"
"Ini tempat bertaruh batu sumber, skalanya terlalu kecil. Lebih baik Tuan mengunjungi tempat taruhan milik tanah suci." Jawab orang di sampingnya.
"Kompleks sebesar ini masih disebut tempat taruhan kecil..." Ye Fan hampir tak bisa berkata-kata.
Tak lama kemudian, ia melihat paviliun-paviliun yang tergantung di angkasa, tersusun rapi dengan tata letak yang elegan.
"Paman, bolehkah saya bertanya, ini tempat apa?" Ye Fan terpaksa bertanya lagi kepada orang lain.
“Pertama kali datang ke Kota Suci ya.” Seorang pria setengah baya di pinggir jalan menyapukan pandangannya padanya, berkata: “Ini rumah makan, masih tergolong bagus.”
Ye Fan mengusap dagunya, benar-benar tak tahu harus berkata apa. Segalanya terlihat sangat mewah.
Pria setengah baya itu melanjutkan: “Jika punya Sumber yang cukup, bisa naik ke atas untuk makan. Semua hidangan langka dari seluruh dunia tersedia di sini. Gadis cultivator akan menuangkan anggur dan memainkan kecapi untuk tamu.”
Di dalam kota tak ada yang terbang. Meski para cultivator sekalipun taat ketat peraturan kota. Jalanan makmur dipadati kerumunan manusia yang saling berdesakan.
Setelah berjalan beberapa saat, Ye Fan akhirnya tiba di tempat yang hening. Ini adalah kompleks kelenteng yang tidak megah atau tinggi, namun luas wilayahnya sangat besar.
Di sekelilingnya tumbuh banyak pohon purba rimbun. Kelenteng ini tersembunyi di tengah dunia fana, jauh lebih tenang dibanding tempat lain, memberikan rasa kembali ke alam asli.
Ini tempat yang sangat unik. Seolah ada aura Jalan Agung yang berputar-putar di sini. Meski banyak orang yang masuk-keluar, suasana tetap terjaga keheningannya.
“Om, aku ingin bertanya, tempat apa ini? Kok ada kelenteng?” Ye Fan bertanya kepada pria paruh baya gemuk berusia empat puluhan.
“Pasti baru datang, keliatan sekali kau baru sampai di Kota Suci...” Kalimat klise ini kembali diucapkan. Setiap kali dia bertanya pada orang, pasti mendengar ucapan ini.
Pria paruh baya berperawakan gemuk ini terkekeh licik, “Ini Toko Batu Sekte Dao Yi, cukup termasyhur. Tempat yang bagus. Belakangan, santa wanita mereka sering muncul dan menetap di sini. Kalau anak muda ingin melihat kecantikannya, jangan lewatkan kesempatan.”
“Om, kok senyummu jorok banget sih?”
“Hehe... Kau tak tahu ya, akhir-akhir ini tempat ini ramai. Entah dari mana muncul delapan orang gila yang mengancam mau bertaruh batu di Sekte Dao Yi, berencana memenangkan santa wanita mereka.”
“Om, kelihatannya kau ini tukang gosip banget.” Ye Fan melirik sekilas ke arah pria gemuk ini.
"Delapan orang gila ini memiliki latar belakang besar, bahkan tetua tertinggi keluarga Jiang tidak bisa mengendalikan mereka. Setelah mengeluarkan Lencana Giok Merah, si tua brengsek dari keluarga Jiang langsung berbalik dan pergi."
"Apa asal-usul delapan orang ini?" Ye Fan bertanya penasaran.
"Siapa yang tahu." Pria paruh baya gemuk itu komat-kamit, "Ayo, kita masuk lihat?"
Ye Fan menolak dengan halus. Pria gemuk itu tertawa hehe dengan gerakan pantat besar yang menjijikkan, lalu masuk sendirian ke Toko Batu Sekte Dao Yi.
"Siapa yang berani merebut santa wanita Sekte Suci? Bagus juga, semakin banyak orang nekat seperti ini, semakin mudah aku mencari keuntungan dalam kekacauan di Kota Suci." Ye Fan bergumam.
Setelah melewati tikungan, terhampar danau biru membentang seperti permata biru raksasa yang tertanam di tanah.
Keramaian manusia berjalan di tepian sungai, dedaunan willow melambai ditiup angin hangat.
Di tengah danau, berjejer banyak kapal naga dan paviliun phoenix. Alunan musik tradisional terdengar samar. Ye Fan menyadari mayoritas pengunjung di tepian adalah kaum muda.
Saat mengangkat pandangan, dia terkejut. Di kedalaman danau besar, langit diselimuti awan dan kabut. Terlihat pula kapal-kapal besar yang melayang serta beberapa istana surgawi dan paviliun.
"Tempat apa ini lagi?" Ye Fan mulai curiga.
Kali ini, alih-alih disebut pemula, dia justru dihina.
"Sudah sampai di sini, masih berpura-pura jadi pemuda polos!"
"Kakak, sungguh aku tidak tahu tempat ini. Tolong jelaskan." Ye Fan bertanya dengan rendah hati.
Di keramaian manusia yang lalu-lalang di tepi danau dengan rumpun pohon willow, pria itu meliriknya: "Miaoyu'an yang termasyhur di Kota Suci, kau tidak tahu?"
"Miaoyu'an itu tempat apa? Ini pertama kalinya aku ke Kota Suci." kata Ye Fan.
"Tentu saja termasuk dalam 10 tempat hiburan malam teratas Kota Suci. Belakangan ini penerus Miaoyu'an akan muncul, kuduga beberapa Putra Suci dan penerus keluarga legenda Zaman Purba diam-diam datang ke sini. Kau pertama kali ke Kota Suci langsung menuju tempat ini..."
"Aku memang ingin melihat-lihat, tapi sebelumnya benar-benar tidak tahu."
Pria ini menyapukan pandangannya padanya, "Malam hari baru ramai di sini, terang benderang, Danau Immortal berkilauan, istana giok mengambang di langit, kapal giok melintasi udara. Penerus terhebat Miaoyu'an muncul, mungkin beberapa Putra Suci dan pemuda keluarga legenda Zaman Purba diam-diam datang."
"Miaoyu'an begitu termasyhur?" Ye Fan terkejut.
"Miaoyu'an mewarisi tradisi kuno, kekuatannya luar biasa besar. Reputasinya sudah mencapai puncak, hampir menyamai Tanah Suci."
Di Kota Suci ada 10 tempat hiburan malam teratas. Miaoyu'an, tanpa membahas kedalaman kekuatan dan pengaruhnya, hanya dalam hal hiburan malam bisa masuk tiga besar.
"Konon, para kepala biara dari setiap generasi, di masa muda mereka, memiliki hubungan yang rumit dengan beberapa Putra Suci. Beberapa dari Putra Suci itu kemudian menjadi Santo Lord."
