Batu kecil pelangi memancarkan kilau kristalin yang indah nyaris seperti mimpi, cahayanya memabukkan bagai harta legendaris yang membuat telapak tangan Ye Fan tampak transparan.
Dia menyerap energi kehidupan yang kuat, pori-pori kulitnya mengembang, kebangkitan energi kehidupan membuatnya sudah bisa berdiri, tak lagi sesulit tadi untuk bergerak sedikit pun.
Ini energi kehidupan paling fundamental yang murni tanpa noda, tak ada secuil kotoran, saat merasuk ke tubuh Ye Fan langsung menyatu dengan nyawanya, memberi efek ajaib bagi kondisi minyak habis dan lampu padam-nya.
Sebenarnya apa latar belakang Xiao Nannan? Batu kecil ini memicu lamunan tak berujung, gadis kecil yang menyentuh hati ini pasti menyimpan rahasia mengejutkan.
Nyawa Ye Fan yang semula bagai nyala lilin di tiupan angin, kapan saja bisa padam, kini setelah mendapat nutrisi sementara terbebas dari ancaman kematian.
Dia berdiri dan menatap ke arah Gunung Suci. Tak ada waktu untuk dibuang. Luka Jalan Agung semakin memburuk. Meski batu kecil transparan itu membuatnya sementara pulih, efeknya pasti tak akan bertahan lama.
Setiap titik energi kehidupan yang terkonsumsi dari batu kecil itu, harapannya untuk mencapai puncak gunung suci pun berkurang!
Gunung suci yang megah terlihat sepi. Para Nu telah menghilang, seolah kembali ke dasar Jurang Purba. Sunyi dan terisolasi.
Tak ada suara sedikitpun. Di antara Langit dan Bumi hanya dirinya sendiri. Tak ada getaran kehidupan yang terasa, seolah telah sampai di ujung dunia.
Ye Fan mengatupkan gigi, memegang batu kecil pelangi itu sambil menerjang ke atas gunung. Meski tempat ini memberikannya ketenangan sementara, berlama-lama di sini sama dengan bunuh diri secara perlahan.
"Swoosh!"
Baru saja menjauh dari Peti Mati Perunggu, kekuatan Kegersangan langsung menyergap. Seperti pisau mengikis tulang dan mencabik daging, sakit tajam itu hampir membuatnya menjerit keras.
Jubah Fu Tian dan pakaian batu di tubuhnya telah lama hancur, saat ini bahkan berubah menjadi serbuk yang gemeresik jatuh ke tanah. Ini adalah jurus maut legendaris, penghancuran tak berperasaan oleh zaman, bagai pisau langit yang mampu menghabisi segala sesuatu di dunia fana.
Batu kecil di tangannya berkedip-kedip, kilauan cahaya tujuh warna tumpah menyelimuti tubuhnya, membuatnya tampak samar-samar dengan pancaran cahaya yang mempesona.
Ye Fan kaget menemukan bahwa batu kecil itu berhasil menahan laju zaman dan menahan aura kegersangan. Meskipun nyawanya terus terkikis, prosesnya jauh lebih lambat dibanding sebelumnya.
"Benar juga..." Ye Fan seketika tersadar, tak heran penampilan Nannan saat ini sama persis seperti tiga tahun lalu tanpa perubahan apapun. Batu kecil ini mampu menahan erosi waktu.
Namun dalam hidup manusia, kematian adalah keniscayaan. Tak mungkin ada keberadaan abadi. Batu kecil itu pun mulai memudar, ia hanya bisa menahan kekuatan kegersangan untuk sementara waktu.
Dalam hati Ye Fan dipenuhi ketakutan, ini adalah kartu truf terakhirnya. Seandainya tidak bisa mencapai Gunung Suci, dia benar-benar akan kembali menjadi debu dan tanah.
Dia menggenggam erat biji Kirin yang sudah mengerut. Batu kecil pelangi dan benih ramuan dewa bersama-sama memberikannya energi kehidupan.
Gunung Suci dipenuhi vegetasi subur dan bebatuan misterius yang indah, tapi Ye Fan sama sekali tidak meliriknya. Pada situasi hidup-mati ini, satu-satunya jalan selamat adalah mencapai puncak.
Semakin mendekati puncak gunung, aura Kegersangan semakin kuat menembus tulang. Bahkan cahaya pelangi pun hampir tak bisa menahan, batu kecil itu cepat memudar.
Benih Ramuan Kirin juga mulai menyusut, akan segera mengering. Semua vitalitas mereka telah disita Ye Fan untuk memperpanjang yuan kehidupan yang hampir kering.
Akhirnya, Ye Fan berhasil mencapai puncak gunung!
"Ini adalah pusat zona terlarang bagi kehidupan, sembilan Gunung Suci saling terhubung, mengelilingi jurang raksasa yang dalam gulita, tak terlihat ujungnya."
"Memandangnya membuat bulu kuduk merinding, seolah-olah dapat melahap jiwa manusia!"
"Gunung Suci yang didakinya ini beraura megah, menjulang tinggi dan kokoh, namun sunyi senyap."
"Jurang tak bertepi bagai terhubung dengan Sembilan Neraka, medan energi mengerikan menyebar keluar. Batu kecil itu benar-benar memudar, tak lagi memancarkan kilau."
"Biji Kirin merintih pilu, tak tahan dengan serapan terus-menerus Ye Fan. Nyawanya hampir mencapai titik akhir, hampir mengering."
"Krak!"
"Ye Fan seolah mendengar retakan dari dalam tubuhnya. Fundamental kehidupannya hanya tersisa seutas benang, hampir terbelah. Seluruh tubuhnya lemas, bahkan mata pun nyaris tak bisa dibuka."
"Luka Jalan Agung memburuk hingga titik puncak. Kematian mengintai di depan mata. Tak ada lagi solusi apapun."
Saat ini, tanpa penyerapan energi kehidupan, bahkan konstitusi fisik suci yang kuat pun akan segera berubah menjadi abu beterbangan, menghilang selamanya dari alam semesta ini.
"Brak!"
Ye Fan mengatupkan gigi, memancurkan seberkas darah murni keemasan yang terbakar menjadi cahaya emas, membentuk perisai di permukaan bulunya untuk menahan kekuatan Kegersangan. Terhuyung-huyung, dia menerjang ke depan - dia pernah datang ke tempat ini sebelumnya, Kolam Mata Air Kehidupan berada tepat di hadapan.
Tiba-tiba, keputusasaan menyergapnya. Di tepi kolam itu berdiri tegak siluet samar dengan rambut putih seperti salju, sosok perkasa yang tak asing - pria paruh baya itu kembali!
Nu, ahli terhebat dari masa silam, kini berdiri di hadapan. Bagaimana bisa melewatinya?
"Nu tak umum ditemui, mengapa aku terus-menerus bertemu mereka?" Desahan panjangnya menggema ke langit, mengakui akhir tanpa harapan ini.
Bukankah getaran suci dari peti mati perunggu baru saja terdengar? Mengapa mereka tidak kembali ke jurang? Ye Fan yakin penilaiannya tidak salah, pasti ada kejadian tak terduga yang terjadi.
Ye Fan nyaris tak bisa berdiri tegak, tapi tak rela menunggu mati. Segala benda di tubuhnya dilemparkan keluar: Kitab Dao berwarna emas, Kitab Langit Sumber berwarna perak, bahkan ia berusaha membelah Roda Lautan untuk mengeluarkan lempeng tembaga hijau misterius itu!
"Bzz!"
Pria berambut putih melangkah maju. Langit dan bumi seakan hendak runtuh. Inilah aura ahli terhebat! Setiap gerakannya membuat langit gemetar.
Tubuh fisik Ye Fan retak dengan cepat, seperti keramik indah yang sebentar lagi akan hancur menjadi serbuk halus.
Sosok tak tertandingi yang menggemparkan langit dan bumi! Meski telah bertahun-tahun berlalu, tetap sanggup memandang dunia dengan kekuatan suci yang dahsyat!
Pria berambut putih bagai penguasa An Ye, memiliki medan energi yang seakan menelan gunung-sungai, menguasai Enam Kesatuan dengan supremasi mutlak!
"Tamatt!" Meski konstitusi fisik sucinya telah mencapai tahap awal, Ye Fan tetap tak mampu menahan. Kulitnya terkoyak, bahkan tulang-tulangnya mulai muncul retakan kecil.
"Ding"
Suara "ciit" yang jernih terdengar. Pria berambut putih dengan postur gagah mencengkeram tiga keping giok kuno. Bola matanya yang hampa tiba-terta memancarkan secercah cahaya. Posturnya terkunci di tempat, tidak melanjutkan langkah.
Ye Fan melemparkan tiga keping giok kuno peninggalan Kaisar Wu Shi yang langsung ditangkap oleh pria berambut putih. Matanya menatap tajam tanpa berkedip, terdiam termenung.
Tangan Ye Fan sudah meraba area Roda Lautan, bersiap menghancurkan Lautan Penderitaan untuk mengeluarkan lempeng tembaga hijau. Tak disangka sang lawan tiba-tiba berhenti.
"Ding"
Suara lengkingan ringan. Di tangan pria berambut putih kini muncul satu keping giok lagi yang bisa disambungkan dengan tiga sebelumnya. Ia tertegun diam.
Dada Ye Fan berdebar kencang. Giok itu juga peninggalan Kaisar Wu Shi yang total berjumlah sembilan keping. Tak disangka pria ini menguasai satu di antaranya.
Pria berambut putih meletakkan keempat giok di tanah. Bola matanya kembali hampa kosong. Setelah melirik Ye Fan, ia melompat ke jurang tanpa menoleh.
Hasil ini di luar perkiraan Ye Fan, tapi dia sudah tidak punya waktu untuk berpikir lagi. Tidak sanggup bertahan, dia terjatuh terjungkal masuk ke dalam kolam air kehidupan di depannya.
Entah sudah berapa lama, Ye Fan akhirnya terbangun. Seluruh tubuhnya terendam dalam kolam air kehidupan, rasa nyaman yang luar biasa. Kekuatan Kegersangan akhirnya berhasil ditahan.
Aroma harum samar menyelimuti tubuhnya. Kolam air yang memancarkan kristal itu dia teguk dengan lahap, menyegarkan nyawanya yang hampir kering kerontang.
Energinya perlahan pulih, akhirnya berhasil menarik tubuhnya keluar dari gerbang kematian. Harapan hidup kembali menyala.
Di tempat mematikan yang bisa menghancurkan ahli terhebat ini, justru ada kolam air kehidupan seluas satu kubik. Secara misterius sesuai dengan Takdir Jalan Agung, ujung maut mengandung secercah vitalitas yang memberi harapan.
Di sekitar kolam ini tumbuh tiga belas pohon kecil setinggi setengah meter. Warna biru kehijauan dan hijau zamrudnya berkilauan, daun-daunnya seperti diukir dari giok hijau, berbentuk mirip telapak tangan manusia bagaikan orang-orangan kecil berlengan banyak.
Namun di atasnya tidak ada buah, sudah dipetik oleh Ye Fan dan Pang Bo beberapa tahun lalu, hingga kini belum berbunga atau berbuah kembali.
Alasan dia memilih Gunung Suci ini terutama karena Sembilan Naga Menarik Peti Mati berada di pinggang gunung, demi keamanan dia tidak pergi ke puncak yang lebih jauh.
Ye Fan merasakan keanehan, daya hidup yang kuat bergelora seperti pasang-surut di sekitarnya, membuatnya terkejut tanpa alasan jelas.
Menunduk melihat, batu kecil pelangi menyerap mata air suci, kembali bersinar dan menjadi kristalin lagi.
Sementara Benih Ramuan Kirin seolah hidup kembali, memancarkan sinar matahari dan menyerap mata air suci, yang tadinya sudah keriput kini perlahan mengembung lagi.
Dalam hati Ye Fan heran, pantas saja saat mengolah ramuan dewa berbentuk manusia yang tak lengkap di wilayah utara dulu, banyak orang bilang hanya mata air suci yang bisa menghidupkannya kembali.
Dia berbaring tak bergerak di kolam Mata Air Kehidupan, dengan cermat merasakan Langit dan Bumi di sekitarnya. Ternyata benar-benar berbeda dengan pihak luar, masih menyimpan kekuatan prinsip Jalan Agung yang berbeda!
“Dugaan Dewa Jiang menjadi kenyataan!”
Ini adalah Langit dan Bumi dari zaman purba, memiliki aura energi sebelum Zaman Purba. Aturan Langit dan Bumi belum berubah, semuanya berbeda dengan masa kini.
“Jika aku bisa melanjutkan perjalanan kultivasiku di Langit dan Bumi ini, pasti bisa memperbaiki luka Jalan Agung!” Hatinya dipenuhi riak kecil.
Jika dia bisa menyempurnakan konstitusi fisik suci-nya hingga mencapai tingkat kesempurnaan di Langit dan Bumi ini, meski Aturan Langit dan Bumi berubah, dia tetap bisa melawan Langit!
Ye Fan berbaring di kolam Mata Air Kehidupan. Umur panjang yang kering pulih perlahan, tapi dia tak puas. Dia ingin segera membuat aura energinya menjadi dahsyat.
Karena ini adalah Zaman Purba Terlarang, di dasar jurang tak bertepi mungkin ada keberadaan tak terduga. Kapan saja dia bisa dimusnahkan!
Akhirnya dia memilih menyerap energi kehidupan dari Benih Ramuan Kirin dan batu kecil pelangi, membiarkan mereka memancarkan Mata Air Kehidupan.
Ramuan dewa purba, hanya dengan menyerap esensi matahari-bulan, bisa tidak akan mati selamanya. Di dunia fana, tak ada yang bisa menyerap kekuatan keabadian lebih cepat daripada mereka.
Saat ini, dengan mata air suci di dekatnya, biji Kirin secara alami seperti ikan di air, terus menerus mengubah kekuatan keabadian menjadi nyawa diri sendiri.
Tidak tahu sudah berapa lama, akhirnya vitalitas Ye Fan mulai menguat sedikit. Dia sudah bisa berdiri, aura darah emas mulai berputar-putar.
Meski luka Jalan Agung di tubuhnya tak menunjukkan tanda-tanda membaik, tubuh suci yang tak binasa perlahan bangkit kembali. Nyawa tak akan redup dalam waktu singkat.
Dia membutuhkan ramuan dewa. Sembilan Gunung Suci memiliki sembilan akar suci. Dulu dia sudah memetik dua jenis Buah Suci, kini pandangannya tertuju ke kejauhan.
Setelah Ye Fan beristirahat cukup lama, dengan menggenggam biji Ramuan Kirin dan batu kecil pelangi, dia melesat pergi bagai angin, berlari cepat mengelilingi Gunung Suci yang mengelilingi jurang.
Baru saja mendekati Gunung Suci di depan, dari kejauhan dia sudah mencium aroma menyegarkan hati yang membuatnya hampir mabuk di lereng gunung.
Gunung Suci ini gagah perkasa, megah bagaikan langit, menyerupai bekas istana surgawi. Dipenuhi bunga-bunga langka dan tumbuhan ajaib yang penuh vitalitas.
Di zona pusat puncak gunung yang datar, terdapat kolam air berukuran dua meter persegi yang mengalir jernih, memancarkan kilauan kristalin bagaikan cairan ilahi yang terkumpul.
Di tepi kolam, tumbuh tiga pohon kecil setengah meter berwarna merah darah seperti api, berkilauan layaknya akik merah terukir. Batangnya menyerupai lengan manusia, akar yang tersembul di permukaan seperti kaki, membentuk siluet tiga manusia kerdil yang sangat unik.
Meski kerdil, struktur pohon-pohon ini kokoh bagaikan naga berkulit sisik, memancarkan aroma zaman dan kesan liku-liku hidup yang dalam.
"Wangiannya begitu pekat sampai tak bisa terurai, di pucuk ketiga pohon kecil masing-masing tumbuh sebutir buah berwarna merah muda, seolah diukir dari giok murni, lembut dan transparan, warnanya agak berbeda dengan warna pohonnya."
"Ye Fan terkejut dan tercengang, tiga buah itu berbentuk seperti bayi kecil, ukurannya sebesar kepalan tangan, sangat istimewa."
"Buah Ginseng?!"
"Ketiga pohon kecil tetap diam, namun tiga buah merah muda itu bergoyang-goyang seolah ingin melepaskan diri dari tangkai, sungguh unik."
"Ye Fan tak berani menunda, langsung terjun ke kolam kehidupan untuk memulihkan tenaga, lalu memetik buah-buah itu satu per satu dan menyegelnya dalam kotak giok. Aroma mereka saja sudah membuatnya terbuai."
"Syuush..."
"Pohon suci merah menyala berdesir, dedaunannya berbisik bagai melodi indah, membuat Ye Fan kembali terperangah."
"Saat matahari terbenam di ufuk barat, Ye Fan merasakan jurang itu semakin mengerikan. Dia tak berani membuang waktu lagi, memutuskan untuk mundur ke Peti Tembaga sebelum malam tiba."
Sebelum pergi, dia tidak tahan mendatangi tepi jurang, mengerahkan Mata Dewa untuk mengamati kedalaman jurang.
"Itu adalah... Altar Lima Warna!"
Ye Fan terkagum-kagum, di dalam jurang tak bertepi dia melihat altar rusak parah menggantung di udara, sangat kuno dan penuh misteri.
Meski Mata Dewa-nya telah mencapai tingkat sempurna, tetap mustahil melihat dasar jurang. Namun altar ini tidak berada di kedalaman, melainkan menggantung di tengah-tengah, persis sama dengan yang pernah dilihatnya di Gunung Tai.
"Ternyata begitu..." Akhirnya dia mengerti mengapa Sembilan Naga Menarik Peti Mati mendarat di sini.
"Prosesi Sembilan Naga tak diketahui titik awalnya, tak jelas tujuannya. Di wilayah galaksi nan luas, di ujung angkasa lain, dan tempat ini hanyalah pos perantara. Jalan depan masih samar..." gumamnya lirih.
