Istana Pahlawan yang hanya mencakup wilayah kurang dari seribu li ini memancarkan keagungan mistis. Sebagai salah satu area rahasia Zhongzhou, tempat ini mengumpulkan energi leluhur dari segala penjuru bagaikan surga duniawi.
Selama beberapa hari Ye Fan berjaga di luar. Meski kerap menyaksikan orang masuk-keluar, ia tak kunjung menemukan Santa Yin-Yang maupun Yan Yunluan. Sebelas target dalam gulungannya masih utuh.
Para penguasa dari Zhongzhou, Nanling hingga Barat itu telah mempermalukan Li Heishui habis-habisan - menginjak-injak tulang dadanya hingga patah, mematahkan kedua kakinya dengan keji.
Setelah tiga hari penantian, akhirnya muncul sosok yang cocok dengan salah satu pria dalam gulungan. Tapi Ye Fan menahan diri, tak ingin mengacaukan situasi dengan tindakan gegabah.
Hari keempat, Pang Bo memberinya kabar: "Peluang sudah dekat. Murid-murid di istana akan menjalani ujian. Jika tak ada halangan, Santa Yin-Yang, Yan Yunluan, dan yang lain akan ikut serta."
"Baik! Manfaatkan kesempatan ini untuk menghabisi mereka semua. Sudah terlalu jauh mereka menghina Li Heishui. Sekarang aku akan menyelesaikan masalah ini." Aura kekosongan spiritual Ye Fan memancar kuat. Dengan melambaikan lengan bajunya yang lebar, ia melayang pergi.
Lima hari kemudian, sebuah kelompok keluar dari Istana Pahlawan. Pemimpinnya tak lain adalah Yan Yunluan - siluman jahat berkedudukan tinggi di istana dengan kekuatan luar biasa. Namun pertemuan terakhirnya berakhir memalukan, nyaris tewas tersambar Bencana Langit ciptaan Ye Fan.
"Makhluk aneh yang harus dibasmi adalah ular tua berusia 900 tahun. Meski belum bisa berubah wujud, kekuatannya setara tingkat pertama Menara Xiantai. Tingkat kesulitannya sangat besar."
"Dengan jumlah pasukan sebanyak ini, ditambah Formasi Bawaan yang kita tempatkan, mustahil kita tak bisa mengalahkannya!"
5.000 li lebih ke arah luar, seekor ular tua muncul di sebuah lembah. Di sana kabut beracun sangat tebal, tulang-tulang binatang berserakan, tulang manusia pun tidak sedikit. Seekor spesies langka yang telah bermukim di sini selama 900 tahun, akhirnya berhasil menguasai tingkat pengalaman kultivasi tertentu.
Ia memilih jalur raja binatang, tidak mencoba berubah wujud manusia. Belakangan ini membuat onar di wilayah ini. Istana Pahlawan memerintahkan murid-muridnya untuk menyingkirkannya, mereka pun dikirim ke lokasi.
Setelah meninggalkan Istana Pahlawan sejauh 40 li lebih, di depan terbentang tanah lapang. Di padang luas itu terdapat banyak batu-batu raksasa, tumbuhan sangat jarang, terlihat agak sepi.
"Ini adalah wilayah kekuasaan Ye Zhetian. Siapa sangka dia ternyata Ye Fan itu. Sayang sekali kesempatan dulu terlewat, tidak bisa segera bekerja sama mengepungnya."
"Aku yakin dia tidak akan berumur panjang. Menyinggung Wang Teng yang mendapat restu Dewa, pasti tidak akan berakhir baik."
"Tidak bisa membunuhnya sendiri benar-benar suatu penyesalan. Menghina Li Heishui dan kawan-kawannya pun masih belum melampiaskan amarah di dadaku."
"Orang-orang ini melewati wilayah ini, berbisik-bisik," kata mereka yang memusuhi Ye Fan tanpa simpati, hingga berkumpul bersama.
Tiba-tiba, siluet samar turun dari langit. Tanpa getaran mengerikan atau aura energi kuat, namun membuat hati bergetar, memblokir jalan.
Seorang pemuda 16-17 tahun berbaju ungu berdiri dengan tangan di belakang punggung, memotong jalan semua orang. Senyuman dingin mengembang di sudut bibirnya.
"Siapa kau? Apa maksudmu?" Seorang pria muda melangkah maju, bertanya dengan suara berat.
"Bunuh kalian semua!" Ye Fan mengucapkan enam aksara itu satu per satu, seolah memuntahkan racun.
Beberapa langsung tertawa terbahak. Belum pernah ada yang berani menghadapi begitu banyak Jenderal sendirian - para elit lima domain, pewaris sekte besar.
"Kau makan nyali Dewa? Atau obat salah? Berani mengoceh kosong begini, tak takut lidahmu terpelintir angin kencang?"
"Sampah tak tahu diri! Tak periksa almanak sebelum keluar? Salah arah sampai berani menghadang kami?"
Banyak orang sama sekali tidak menganggapnya serius. Di generasi saat ini, hanya segelintir orang yang berani begitu arogan. Orang di hadapan mereka ini terlihat baru enam belas atau tujuh belas tahun, masih terlalu lugu.
"Dia adalah Ye Fan!" Yan Yunluan tiba-tiba berseru.
"Benar, dialah siluman dari Donghuang itu!" Santa Yin-Yang juga memperlihatkan raut wajah serius.
Begitu kata-kata itu terucap, TKP langsung hening seketika. Mereka yang tadi berbicara semua menutup mulut rapat-rapat. Bintang kematian dari Donghuang telah tiba, pemiliknya yang sebenarnya telah menyela mereka.
Belum lama sebelumnya, mereka mendapat banyak manfaat dari Santa Yin-Yang. Atas dorongannya, mereka menginjak-injak tulang Li Heishui hingga remuk dan menghinanya dengan kejam, meski dalam hati masih merasa tak tenang.
Ye Fan tersenyum sinis. Darah suci mengalir deras di seratus pembuluhnya. Dari ubun-ubunnya memancar aura darah keemasan yang tegas menjulang ke langit, menyapu pandangan ke semua orang.
"Aku tak mengerti, sebagian dari kalian bahkan tak mengenalku. Mengapa berani melukai Li Heishui?" Suaranya berat menuntut jawaban.
"Ye Fan, kau memusuhi seluruh dunia. Kami tidak tahan melihatmu, sudah menghajarnya lalu mau apa lagi?" Seorang pertapa yang mengikat rambut dengan ikat emas, wajahnya memiliki beberapa bekas luka pisau, ekspresinya dingin.
"Kau pertapa liar tanpa sedikit pun welas asih biksu, menyakiti orang tak bersalah. Nanti akan kudoakan agar kau bertobat di hadapan Buddha." Ye Fan melangkah perlahan maju.
"Lebih baik Sang Biksu yang mendoakanmu!" Bekas luka di wajah Pertapa Pahit bergetar halus, membuatnya tampak garang.
"Sekilas terlihat kau pertapa liar. Jangan-jangan kau murid terbuang yang diusir dari kuil kuno di Barat?" Ye Fan tersenyum.
"Kau cari mati! Nanti Sang Biksu akan mengirimmu ke neraka menemui Bodhisattva Ksitigarbha!" Pertapa Pahit itu mengibaskan rambutnya sambil berteriak keras, seolah luka hatinya tersentuh.
Dengan adanya sosok kuat yang tampil ini, yang lain tak terlalu takut. Semua telah bersiap bertempur dengan memanggil senjata pusaka untuk perlindungan.
"Yan Yunluan sebagai pemimpin di barisan depan, sebelumnya saat tribulasi dia mencoba membunuh Ye Fan namun justru hampir tewas terkena serangan petir. Alih-alih berhasil menembus level, malah nyaris hancur total."
"Dia memulihkan diri hampir setengah tahun sebelum akhirnya berhasil melakukan terobosan, menunjukkan konstitusi fisik yang tak tertandingi dan bakat kultivasi yang nyaris setara siluman."
"Ye Zhetian, hari ini berani tidak kau bertarung terang-terangan denganku?"
"Kau tidak layak!" Tatapan sekilas Ye Fan disertai tiga kata itu membuat ekspresi Yan Yunluan berubah drastis - belum pernah ada yang meremehkannya seperti ini.
"Tuan-tuan, mengapa masih menunggu? Ini kesempatan langka! Mari bekerja sama bunuh dia dan rebut akar sumber Harta Karun Ibu Segala Makhluk!" Santa wanita Sekte Yin-Yang berkomunikasi telepati. Rambutnya mengembang bagai awan, wajahnya secantik bunga bulan, namun senyum sinisnya tak berhenti.
Dalam situasi jalan sempit ini, mustahil mengatakan dia tidak takut dalam hati. Tapi tak ada pilihan selain mengajak semua orang bertindak bersama - jika tidak, pasti mati.
“Aku telah membunuh Putra Suci dan santa wanita sebelumnya dari Sekte Yin-Yang. Kau calon santa wanita ini masih belum kapok. Semua ini berawal darimu. Hari ini akan kuberikan hadiah besar untuk jenderal tua kalian dengan memenggal kepalamu.”
“Serang bersama dan bunuh dia!” teriak yang lain. Ketenaran Ye Fan di wilayah ini membuat tak ada yang berani bertarung sendirian kecuali sosok siluman tingkat tinggi.
“Jangan takut! Hancurkan tubuh sucinya! Apa arti konstitusi fisik suci dibanding jumlah kita?” Seorang pria berjubah putih dengan tatapan suram mengeluarkan batu lima warna, mengarahkannya ke Ye Fan.
Mereka tak punya pilihan selain bekerja sama. Bertarung sendirian berarti nasib suram.
“Hmph!”
Ye Fan mendengus dingin. Bayangan samarnya menghantam batu lima warna dengan tinju emas, lalu muncul di depan pria itu sekejap mata.
“Bahaya! Mundur cepat-cepat!”
Yang lain menjerit sambil mengeluarkan senjata pusaka untuk menyelamatkan situasi berbahaya pria berjubah putih, namun semuanya sudah terlambat.
Ye Fan sengaja memberi mereka pelajaran pertama yang keras, Gerak dari Sembilan Rahasia tak tertandingi di dunia, tiba-tiba muncul di depan mata. Tinju emasnya menghancurkan tirai cahaya kekuatan mengerikan, semudah meremukkan kaca.
“Brak!”
Ye Fan menembus dada perwira berbaju putih dengan satu pukulan, getaran lembut membuat tubuhnya terpecah-belah berhamburan ke segala penjuru. Sementara jubah ungunya tetap bersih tanpa noda darah, ia berdiri tegak bagai patung.
Jaring raksasa merah menyala seperti awan api, menjalar dari langit hendak menangkap Ye Fan.
Kipas bulu lima warna dikibaskan perlahan, gunung runtuh tsunami bergemuruh, lima warna cahaya magis menerjang Langit dan Bumi.
Lonceng raksasa bergema dahsyat, menghancurkan ruang hampa udara. Gelombang suaranya yang berlapis-lapis menerjang bagai air bah.
……
Wilayah ini hampir meledak oleh kegaduhan. Semua orang serentak menyerang Ye Fan, tak memberi kesempatan sedikitpun. Nyawa yang hadir di lokasi terancam bila gagal.
Namun situasi pertempuran semakin merugikan mereka. Ye Fan bagai berjalan di wilayah tak bertuan, dengan gagah berani menghadang semua senjata pusaka mereka.
“Cis!”
Jaring merah itu, seperti bintang yang memenuhi langit, berkilauan lalu hancur berkeping-keping di ruang hampa.
"Dang!"
Lonceng perak besar bertabrakan dengan tinju emas, gelombang suara bergema ribuan lapis. Namun akhirnya lonceng suci itu retak menjadi belasan keping dan jatuh dari langit.
"Ah…"
Akhirnya, seorang lagi menjerit kesakitan saat tubuhnya remuk menjadi bubur daging di bawah tamparan Ye Fan.
"Apa yang terjadi? Itukah Ye Zhetian? Dia sedang membunuh Yan Yunluan dan Santa Yin-Yang!" Di kejauhan terlihat beberapa sosok yang semuanya menunjukkan wajah terkejut.
Lokasi ini hanya berjarak 40 li lebih dari Istana Pahlawan. Beberapa orang yang sedang bepergian melintas dan menyaksikan pertempuran sengit di sini.
"Siluman dari Donghuang telah datang!"
Sejak identitas Ye Fan terbongkar, semua orang memperkirakan kapan dia akan kembali. Tak disangka hari ini datang begitu cepat.
"Hampir semua penguasa muda dari lima domain telah memasuki Istana Pahlawan. Hanya dia yang belum datang. Kini akhirnya muncul juga. Mari kita lihat siapa sebenarnya yang lebih kuat."
Dalam sekejap, puluhan sosok manusia muncul di langit jauh, semuanya menyaksikan pertarungan.
"Plak!"
Tamparan telapak tangan emas Ye Fan mengayun, lagi-lagi menghabisi seorang penguasa kuat. Kali ini, rasa takut mulai menggerogoti hati para pengepungnya, banyak yang mulai ingin mundur.
Akhirnya, seseorang tidak mampu menahan siksaan ini, kabur ke langit jauh. Begitu ada yang pertama, menyusul kedua dan ketiga.
"Siapa berani kabur?!"
Ye Fan menggenggam Panah Duka Abadi, menarik tali busur hingga membentuk bulan purnama. Kekuatannya mencapai puncak, memasuki wilayah Delapan Larangan.
Sebuah kilau emas melesat, menempuh beberapa kilometer, menyusul targetnya. "Brak!" Percikan darah membentuk kabut merah - orang itu langsung menjadi kabut darah di tempat.
Lalu anak panah kedua meluncur, lagi-lagi sinar emas memburu yang lain. Suara "ciit" terdengar, daging dan serpihan tulang beterbangan - nyawa orang itu pun terenggut.
Ye Fan melepaskan tiga anak panah berturut-turut. Tiga pelarian pertama remuk berkeping-keping di ruang hampa. Bayangkan betapa mengerikannya kekuatan ini!
“Satu panah bunuh satu Putra Suci!”
Di langit jauh, semua orang berguncang, kekuatan tempur seperti ini membuat merinding, selain beberapa orang terkuat itu, siapa lagi dari generasi muda yang bisa menantangnya?
“Semua orang jangan kabur, serbu dia! Tempat ini dekat Istana Pahlawan, Kaisar Utara segera dapat kabar, nanti dia akan langsung bunuh dia!” Santa Yin-Yang berteriak. Jika sekarang bubar, tak ada satu pun yang hidup.
“Aku antarmu ke perjalanan terakhir dulu!” Ye Fan tersenyum dingin di sudut bibir, membidik panah ke calon santa ini, langsung membuat wajahnya pucat pasi.
“Syuut!”
Sebilah panah melesat bagai ular emas yang gesit dan tajam. “Brak!” Dahi Santa Yin-Yang memancarkan bunga darah, anak panah menembus keluar.
Wajah cantik itu tercoreng genangan darah, sorotan di bola matanya memudar, nyawanya melayang, lalu tubuhnya ambruk perlahan.
“Jangan bunuh kami, mohon ampun!”
“Kami tidak ada hubungan, kami hanya diundang datang, tak ikut menyerang.”
Kecuali Yan Yunluan dan biksu pengembara itu, yang lain semua memohon ampun, wajah mereka dipenuhi kegelisahan. Tak ada yang tak takut mati, apalagi menghadapi sosok seperti Ye Fan.
