Bulan Perak condong ke barat, angin gunung berhembus kencang, anggrek di tebing memancarkan aroma wangi. Sang jelita telah pergi, meninggalkan siluet punggung yang jernih, menghilang di cakrawala.
Pesona kebudayaan menjepit bunga sambil tersenyum, pertemuan setelah sepuluh atau ratus generasi. Takdir berjodoh versi Buddha, apakah sekejap tatapan balik, atau jarak tak bertepi?
"Abadi atau sekejap? Tak tertandingi di era ini, apa lagi yang kutakutkan? Semua karma, jeratan, dan hukum sebab-akibat—hancurkan semuanya!"
Ye Fan tak percaya reinkarnasi, hanya yakin pada sisa hidupnya. Ini bukan sekadar perbedaan Jalan dan Buddha, tapi keyakinan kokoh dalam dirinya sendiri.
"Semua ini bisa tertembus! Aku punya kekuatan menyerang Langit, kebolehan melawan Langit. Semua masalah bukan hambatan!"
Meskipun begitu, dalam hatinya tetap ada sekejap debaran kencang. Di dunia fana ini, banyak hal dan orang bukan bisa diselesaikan hanya dengan kekuatan.
"Tuanku menguasai dunia fana saat ini, mengapa harus takut masa depan!" Akhirnya, tekadnya semakin kokoh tanpa rasa takut. Pandangannya menembus langit biru seolah bisa menembus cakrawala.
Di timur, semburat fajar pertama membelah kabut pagi, menyinari padang rumput luas.
Kabut tipis berkelibat-kelibat, menyelubungi seluruh padang rumput dengan uap air yang berkilauan di bawah mentari pagi yang mulai terbit.
"Dang!"
Gemuruh lonceng besar menggema, membuat kuil kuno yang megah semakin terlihat sakral. Bagai monumen abadi, ia berdiri tegak dengan wibawa yang tak tergoyahkan.
Dalam cahaya fajar, kuil ini tak lagi memancarkan cahaya sendiri, melainkan terlapisi kilau keemasan seolah ada sesosok Buddha agung yang sedang bersila di dalamnya.
Ye Fan kembali dan menyaksikan pemandangan yang membuatnya terkejut: Yan Yixi, Li Tian, dan Xiao Tongtong berdiri tak bergerak di depan kuil, seolah memasuki meditasi mendalam.
Mencari pencerahan, kesadaran spiritual menyentuh prinsip Dao, hati memasuki kuil kuno—inilah kondisi ketiga orang tersebut.
Yang cukup mengejutkan Ye Fan, Xiao Tongtong juga ikut "termangu" bersama mereka.
Kuil kuno ini sungguh luar biasa, peninggalan Santo dengan jejak Dao misterius yang berputar-putar di dalamnya, membuat orang merasa seperti berdiri di tepi jurang dalam atau menyelami samudra luas, seolah berada di dimensi lain.
"Kuil Santo ini pasti peninggalan murid Buddha," gumam Ye Fan.
Legenda menyebutkan, murid kelima Amitabha Buddha pernah menyebarkan ajaran Buddha di wilayah utara, mengajar di Beiyuan, dan akhirnya wafat dalam meditasi di padang rumput, meninggalkan kuil abadi yang menyimpan metode kultivasi tak tertandingi.
Tak lama kemudian, Li Tian tersadar dari meditasinya dan bergumam, "Sungguh jahat! Patung Bodhisattva itu sangat cantik, tapi sama sekali tak bisa didekati."
Ye Fan sangat ingin menamparnya, bajingan ini benar-benar beranget menyeramkan, bahkan berani menodai stempel Bodhisattva yang telah mencapai tingkat buah kebuddhaan.
"Jangan ukur sifat asli yang suci ini dengan pikiran kotor mu. Aku cuma mengingat-ingat rasa Jalan (Dao) tadi, tak ada maksud lain," kata Li Tian.
"Aku tak bilang apa-apa. Ini kau yang mengaku sendiri ya?" Ye Fan tersenyum.
Li Tian berkata: "Cepat bilang, kemarin malem kau ngapain? Mana si cewek itu? Kok tidak kembali bersamamu? Padahal kecantikannya setara dengan Yi Qingwu!"
"Wu wu... Paman Pecundang, bebaskan aku. Aku benar-benar benci padamu," kali ini Xiao Tongtong juga terbangun sambil menangis terisak-isak.
"Anak ini semakin tidak disukai. Padahal orang karismatik seperti aku selalu diserangnya," Li Tian melirik si kecil dengan sinis.
Yan Yixi masih berdiri tak bergerak di depan kuil, seolah menyatu dengan bangunan kuno itu. Tubuhnya diselimuti cahaya emas fajar, lapang bagai langit cerah memasuki Jalan (Dao).
“Saudara Yan sepertinya mendapatkan sesuatu.” Ye Fan berkata.
Pemilik kuil ini pastilah seorang Santo, tanpa meninggalkan sepatah kata pun, membawa sikap santai dan kebebasan.
“Santo mengajarkan Jalan, mental yang luhur - cocok dengan saudara seperguruanku si bajingan gaya bebas ini. Seperti pepatah 'melewati lautan bunga tanpa menyentuh sehelai kelopak', semua perilakunya sama.” Li Tian menyeringai.
Setelah lama, Yan Yixi kembali sadar dengan ekspresi serius, mengaku menyentuh konsep Jalan yang samar namun tak bisa menangkapnya dengan tepat.
“Adik seperguruan, rasakan dengan ketelitian! Di sini ada Jalan Agung yang berdekatan dengan perguruan kita, kita harus mendapatkannya!”
“Kau yakin ini setara dengan Jalan Agung Hasrat Manusia?” Li Tian kaget.
“Ya!” Yan Yixi mengangguk.
Ye Fan akhirnya paham, langsung menyadari: An Miaoyi berada di sini pasti juga menghargai Jalan ini. Benar ada metode yang mereka butuhkan, mungkin ini benar-benar kesempatan besar.
Kali ini mereka berbaris memasuki kuil, berdiam di setiap sudut untuk merasakan dengan saksama - Ye Fan pun tak terkecuali.
“Dang……”
Lonceng kuno bergema, di ruang belakang terdapat lonceng perunggu seberat 10.000 kati yang berbunyi sendiri tanpa didorong siapapun, permukaannya penuh karat.
"Sayang sekali, ini bukan senjata pusaka hasil tempaan Pola Suci, hanya lonceng biasa. Bukan termasuk kategori senjata tempur."
"Eh, tidak juga. Lonceng ini pernah diberkati oleh manusia suci, di dalamnya tersimpan cahaya Buddha. Kalau tidak, mustahil bisa bertahan hingga sekarang di dunia fana."
Beberapa orang menyadari keanehan itu. Mereka mengamati dengan cermat, mencoba merasakannya dengan indra keenam, namun akhirnya kecewa karena tak menemukan apa-apa.
Lonceng ini sepertinya hanya pernah sering disentuh dan ditabuh langsung oleh seorang manusia suci, tanpa meninggalkan jejak prinsip ilahi atau Pola Suci apapun.
Di setiap istana terdapat patung Buddha besar. Li Tian dan Yan Yixi akhirnya menemukan sumbernya - memandangi patung Buddha kuno di bagian pusat yang lapisan emasnya telah mengelupas, hanya menyisakan lumut hijau yang lapuk.
Tak lama kemudian, mereka terbenam dalam meditasi, masuk ke dalam kondisi Jalan (Dao) yang agung nan transenden, terhanyut tak bisa melepaskan diri. Segera mereka memperoleh metode kultivasi sempurna yang utuh.
"Ye Fan tidak pergi ke tempat lain, berdiri di depan lonceng kuno. Entah sudah berapa lama, tiba-tiba dia menghantamkan satu pukulan!"
"Braak!"
Gemuruh lonceng memekakkan telinga. Seluruh kompleks kuil kuno yang megah bergetar seolah akan runtuh.
Di dalam auditorium, Yan Yixi dan Li Tian terkejut. Xiao Tongtong buru-buru menutupi telinganya dan bersembunyi di balik kilatan magis yang dipancarkan Li Tian.
"Apa yang direncanakan Nak Ye ini?"
"Satu pukulan tak bisa meremukkan lonceng kuno itu, pasti bukan produk kelas biasa! Itu kan pukulan Konstitusi Fisik Suci!" Yan Yixi terperanjat.
"Braak..." Ye Fan menghantamkan pukulan lagi. Aura darah keemasan menjulang ke langit. Lonceng besar itu tiba-tiba memancarkan cahaya Buddha tak terbatas, mengeluarkan suara yang lebih dahsyat hingga terdengar ribuan li.
Di padang rumput tak bertepi, semua vegetasi tertunduk membentuk karpet hijau. Beberapa danau bergelombang hebat.
"Hancurkan!"
Ye Fan mengaum, sekali lagi meninju ke bawah. Lonceng besar itu seketika retak-retak, cahaya Buddha menjulang ke langit, menerjang seluruh daratan.
"Pemboros! Ini adalah harta karun agama Buddha, dihancurkan olehnya." Li Tian mengentakkan kaki.
"Bzz!"
Pada saat itu, sosok Buddha agung muncul dari lonceng perunggu yang retak. Dalam cahaya emas yang memenuhi langit, wujudnya hidup bagai manusia sesungguhnya, berwibawa dan sakral, duduk bersila di sana.
"Mundur!"
Ye Fan berteriak, memanggil senjata pusaka yang tak lengkap... Palu Emas Ungu.
Li Tian dan Yan Yixi merinding bulu kuduk, menyambar Xiao Tongtong lalu berbalik dan segera pergi, lenyap seketika dari auditorium utama.
"Om!"
Suara mantra Buddha yang tidak terlalu keras namun menyebar ke seluruh padang rumput itu seolah menembus waktu prasejarah, menahan dan menembus hingga mengguncang sekeliling.
Seluruh kuil kuno punah tanpa suara. Suara kuno ini menabrak Palu Emas Ungu di tangan Ye Fan, mengeluarkan bunyi "kreek" yang nyaring, meninggalkan retakan kecil di permukaannya.
Di kejauhan, Li Tian dan Yan Yixi terdiam ketakutan. Palu Emas Ungu itu apa? Itu adalah senjata pusaka yang tak lengkap, dengan memegangnya seseorang bisa berkuasa di dunia.
Tapi sekarang hanya dengan satu teriakan, retakan kecil muncul di atasnya. Ini seperti dongeng yang tak masuk akal, benar-benar di luar akal sehat.
"Ini cuma satu segel terprogram, tapi suara ilahi yang dia teriakkan begitu mengerikan, sungguh menakutkan." Yan Yixi dan Li Tian sama-sama bulu kuduk merinding.
Namun setelah memancarkan gelombang suara seperti itu, tubuh patung Buddha raksasa ini langsung memudar, tak bisa lagi menunjukkan kewibawaannya seperti tadi.
Ye Fan menyimpan palu emas ungu, melangkah maju menyerang patung Buddha. Tangannya langsung menyambar titik tengah dahi, berusaha merebut paksa.
"Nak Ye ini sedang merebut teknik dari Buddha, bukannya menghormati malah merampas paksa, ini benar-benar..." Bahkan Li Tian yang biasa beranget menyeramkan pun tak bisa menahan kekagetan.
"Om!"
Ye Fan meneriakkan mantra ini, menggempur patung Buddha emas itu hingga bereaksi dan mulai kembali aktif.
Meskipun sangat perkasa, batinnya tetap dipenuhi kegembiraan karena tahu telah menemukan takdir melawan Langit - suara kuno dari Enam Aksara Mantra Suci Buddha.
Di dunia fana saat ini, mantra Om, Ma, Ni, Pad, Me, Hum seperti Sembilan Rahasia hampir punah, hanya tersisa di beberapa kuil kuno Barat yang masing-masing menjaga satu aksara, sulit untuk bersatu kembali.
Menemukan suara "Om" di sini merupakan takdir yang luar biasa, dengan syarat utama dia bisa memperolehnya.
Aksara ini terus-menerus dikembangkan oleh Ye Fan sendiri, telah memiliki sepersepuluh kekuatan yang terasa agung megah dan sangat mengerikan. Kini mendengar suara aslinya, tentu tak rela melewatkannya.
"Hancur!"
Satu pukulan Tinju Enam Jalan Samsara dilontarkannya, tinju itu masuk ke dalam tubuh Buddha raksasa yang bukan wujud fisik melainkan hanya tanam-tanduk terprogram.
"Om!"
Bergema ribuan suara aksara Om yang tak berujung, disertai nyanyian ritual Buddhis misterius yang tiba-tiba menggema.
“Bergabunglah dengan agama Buddha…” Suara ilahi yang agung megah bergema, membuat Li Tian dan Yan Yixi di kejauhan tertegun sejenak. Tanpa sadar mereka mulai melangkah maju, ingin bersujud dan berlutut di depan patung Buddha raksasa.
Jika dua orang yang begitu jauh saja terpengaruh, apalagi Ye Fan yang berada hampir di bawah patung. Dengan keringat dingin membasahi tubuhnya, ia terjebak dalam stempel cahaya Buddha ini.
Ini adalah seni rahasia mendoakan arwah yang menyerang roh primordial, memaksa korban untuk tunduk pada agama Buddha. Meski tak melukai fisik, teknik ini secara drastis mengubah kemauan seseorang hingga ke dasar jiwa.
“Sebarkan Dharma, bergabunglah dengan ajaran kami…” Gema suara seperti lantunan sutra mengguncang jiwa dan roh, menghantam kesadaran dengan dahsyat.
Mantra "Om" berputar menyatu ke dalam roh primordial Ye Fan. Dengan dentuman yang menggelegar, mantra ini secara tak sengaja membuatnya ikut melantunkan suara ilahi "Om" dalam hati.
Ini adalah ritual mendoakan paksa. Mempelajari mantra sejati ini mengharuskan masuk ke dalam lingkaran Buddha. Keinginan yang tertanam ini sungguh mengerikan, warisan dari seorang Buddha kuno abadi.
Saat Ye Fan melantunkan suara mantra "Om", sosok Buddha abadi muncul di belakangnya, berdiri tegak dengan megah. Beberapa sosok Buddha lainnya juga muncul satu per satu di sekelilingnya.
Cahaya Buddha menerangi seluruh area, berusaha membuatnya bersujud dan masuk ke dalam ajaran Buddha untuk selamanya.
"Cahaya Buddha yang luar biasa kuat! Pantas saja ini peninggalan murid kelima Amitabha. Setelah zaman yang tak terhingga, sebuah bekas luka spiritual masih menyimpan kekuatan mengerikan seperti ini!" Ye Fan mengatupkan gigi, keringat dingin membasahi tubuhnya, namun kesadarannya tetap kokoh bagaikan besi.
"Transformasikan Buddha!" Ye Fan meneriakkan perintah itu.
Pada detik ini, dia mengaktifkan Jurus Perang dari Sembilan Rahasia. Dengan teknik tertinggi Taoisme, dia membuang elemen Buddha dari mantra suci "Om" sambil mempertahankan kekuatan murninya, mengubahnya menjadi jurus yang sama sekali baru.
"Cepat atau lambat, aku akan mencapai ketakterkalahan di dunia fana! Bahkan jika Amitabha sendiri datang, takkan bisa memaksaku! Satu pukulan cukup untuk menghancurkan segalanya!"
Rambut hitam Ye Fan berkibar liar bagai ditiup angin badai. Tatapannya menyemburkan kilatan listrik. Baju di tubuhnya terkoyak habis, memperlihatkan otot-otot kekar berwarna tembaga yang berkilau di bawah cahaya.
Dia membentak dengan mantra "Om", namun patung Buddha besar di belakangnya perlahan berubah wujud, akhirnya muncul siluet baru yang tak lain adalah dirinya sendiri.
"Si orang aneh ini, sudah belajar sihir dewa tertinggi milik orang lain, tapi akhirnya malah hanya menyembah dirinya sendiri, bahkan Buddha pun diubah wujudnya."
"Tidak mempersembahkan bumi, tidak menyembah langit, hanya percaya pada diri sendiri - ini adalah keyakinan! Tapi menolak tunduk pada Kaisar Kuno Amitabha Buddha, benar-benar keterlaluan."
Li Tian dan Yan Yixi bergumam pelan seperti ini.
Akhirnya, semua cahaya Buddha berhasil diubah oleh Ye Fan hingga bersih, patung Buddha sepenuhnya digantikan oleh arca dirinya sendiri yang menjadi iblis abadi.
Dengan pekikan terakhirnya, lonceng retak-retak itu hancur berantakan menjadi serbuk halus, cahaya Buddha memenuhi langit pun lenyap, bersama kuil kuno berubah menjadi abu beterbangan.
Di antara Langit dan Bumi, hanya dia yang tegak berdiri, aura dewa-iblis di belakangnya memancarkan kilatan cahaya 10.000 zhang, menerangi segala penjuru, menyatu dengannya menjadi penguasa tunggal "Hanya Aku yang Diagungkan".
Dengan Jurus Perang dari Sembilan Rahasia, ia sepenuhnya mengasimilasi mantra "Om", melampaui masa lalu dan menyesuaikannya untuk dirinya sendiri.
Melangkah di Jalan Tak Tertandingi di era modern, inilah janjinya pada An Miaoyi - mulai sekarang akan menghancurkan semua rintangan!
……
"Di mana Konstitusi Suci manusia? Aku datang khusus untuk membunuhmu, jangan mengecewakanku!" Di daratan Nanling yang jauh, makhluk purba mengerikan berdarah kaisar kuno itu bersuara lantang.
Wang Teng, Hua Yunfei, Li Xiaoman, serta Putra Dewa dan Dewi dari dua dinasti suci pembunuh zaman purba, semuanya menunggu dengan tenang di Nanling untuk kedatangan Ye Fan.
