“Ada aku juga, ada aku juga... Aku juga mau ikut!” Hua Hua si botak kecil mengedipkan mata besarnya, mengulurkan lengan mungilnya yang berwarna merah muda sambil melompat-lompat. Karena tingginya baru sebatas paha orang dewasa, dia takut diabaikan.
Semua orang terdiam. Siapa yang berani masuk ke Tambang Kuno Taichu? Meski Sang Buddha Perang kali ini mungkin mengambil risiko nyawa, itu tetaplah zona terlarang bagi kehidupan.
Ye Tong segera maju dan menariknya pergi.
“Shixiong lepaskan aku! Aku mau menyerbu Tambang Kuno Taichu, menjadi pahlawan besar yang menjangkau langit dan bumi!” teriak si botak kecil dengan gagah berani.
“Nanti kalau sudah nggak ngompol lagi, baru kita bicara.” ujar Ye Tong.
Semua orang tertawa terbahak-bahak, menyindirnya tak henti-hentinya.
Wajah si botak kecil langsung memerah. Usianya sudah tidak bisa dibilang kecil lagi, tapi kadang masih ngompol. Ini adalah aib yang paling tidak ingin dia diingatkan.
“Shixiong, aku serang kau!” Si botak kecil mengancam dengan gerakan cakar-kuku.
"Kakak Pangeran, benarkah ini?" Ji Zi mengerutkan kening. Ia juga berada di Desa Langit. Jika Cairan Evolusi Terkuat berhasil dibuat, dia akan menjadi salah satu konsumen pertama. Sebab dengan bakatnya, kekuatan tempurnya akan melonjak drastis untuk menghadapi situasi di masa depan.
Sheng Kong mengangguk dengan kesungguhan luar biasa, meski tatapan matanya menyiratkan kekhawatiran.
Tambang Kuno Taichu, tempat macam apa itu? Siapa pun yang pergi pasti mati! Sejak zaman kuno hingga kini, berani menista tempat itu? Itu adalah area terlarang yang dihormati seluruh dunia!
"Omku sudah tidak punya banyak umur panjang. Katanya ingin melakukan beberapa hal selagi masih bisa."
Suara rendah monyet itu membuat semua orang merinding. Firasat buruk menggelayuti hati mereka. Jangan-jangan Sang Buddha Perang akan terjepit?
Obat Raja, Sumsum Dewa, ramuan keabadian, dan sejenisnya memang bisa memperpanjang nyawa jika dikonsumsi pertama kali. Tapi untuk kedua, ketiga kalinya, efektivitasnya sudah jauh berkurang. Segala hal tak boleh dilakukan berulang-ulang.
Di era purba, Maharaja Tua menggemparkan dunia, seluruh penjuru bersujud. Selain Ramuan Persik Dewa, beliau tentu juga memperoleh beberapa harta karun ilahi lainnya yang pernah diberikan kepada adik kandungnya.
Beberapa barang untuk memperpanjang nyawa sudah digunakan oleh Sang Buddha Perang. Karena itu, meski di zaman ini bisa menemukan beberapa benda aneh, sulit untuk menambah umur panjangnya.
"Pamanku sudah keluar dari Sumber Suci sejak 2.000 tahun lalu. Yang paling mengerikan, warisan ilmu yang dipelajari ras kami terlalu keras dan berdarah dingin, sangat menguras yuan kehidupan. Ini adalah gerbang hidup-mati." Sheng Kong berkata dengan sedih.
Dulu, ayahnya hanya hidup satu masa karena masalah dalam latihan. Teknik Xuan klan mereka yang mengguncang langit kesembilan memang terlalu dominan—memusnahkan musuh dengan cepat, tapi juga merusak diri sendiri.
"Usia pamanku tidak lebih muda dari cultivator setingkatnya. Mempelajari metode seperti ini masih bisa mencapai tingkat ini, bisa dibilang secara ajaib."
Orang-orang mengangguk, toh ini adalah adik kandung Maharaja Perang Suci. Perlu diketahui, Maharaja Tua sendiri pun sudah terjepit!
Meskipun Sang Buddha Perang adalah adik bungsu Kaisar Purba dengan selisih usia ribuan tahun, zaman tak berperasaan, hingga kini beliau telah melampaui perjalanan waktu yang teramat panjang.
"Hah, hamba sungguh-sungguh ingin mengikuti Sang Buddha Perang masuk ke Tambang Kuno Taichu. Duan De yang telah menjarah makam sepanjang masa ini, beroperasi puluhan tahun di bawah tanah tak terkalahkan, sungguh penasaran melihat tempat apa lagi yang layak kusambangi."
Sekelompok orang melirik sinis, memandang hina pada pendeta licin itu.
Terutama beberapa pembunuh senior dari Desa Langit, pandangan mereka penuh kebencian seolah ingin segera memberikan tusukan pedang.
"Kuberi tahu, makam kuno di desa ini bukan hasil jarahanku, itu ulah si bajingan kecil botak itu!" kata Duan De dengan wajah gelisah.
"Omong kosong! Tak ada hubungannya sama sekali denganku!" protes Hua Hua sambil matanya yang besar melirik-lirik tajam ke arah harta karun di genggaman tangan pendeta.
"Dang……"
Gelombang suara lonceng seperti riak kecil, menyebar di wilayah utara, bergema perlahan. Sang Buddha Perang telah tiba, seberkas cahaya Buddha berubah menjadi jembatan lengkung emas, melintang dari wilayah barat hingga ke sini.
Semua orang terkejut, klan kuno gemetar ketakutan. Kewibawaannya membuat tulang-tulang mereka menggigil dingin, tak seorang pun bisa menahan getaran jiwa.
Bahkan keluarga kerajaan purba pun tak terkecuali. Dalam Pertempuran Pertama dulu, Sang Buddha Perang telah membuktikan ketangguhannya yang tak tertandingi, hingga beberapa keluarga kerajaan besar pun tak berani mengusiknya.
"Mungkinkah dia lagi-lagi menembus level? Sebuah jembatan emas melintang, mengubah ratus juta li wilayah menjadi satu zhang. Ini benar-benar taktik tingkat dewa!"
"Pantas dijuluki kulit suci dan tulang dewa sejak era purba. Sepertinya tingkatannya semakin dalam. Jangan sampai dia melampaui ambang batas itu."
Di antara suku raja purba, banyak yang merasa gentar. Yang paling tak mereka inginkan adalah melihatnya masih bisa hidup dalam rentang waktu yang panjang - seperti gunung yang terus menekan hati mereka.
Hanya sedikit Maha Santo dan kepala suku terdahulu dari keluarga kerajaan purba yang tahu, warisan ilmu aliran ini memiliki masalah besar dalam hal kekerasannya. Ia bermeditasi di Gunung Sumeru untuk mencari metode Buddhisme guna menetralisir dan mengatur hambatan ini.
Jembatan lengkung emas memancarkan aura keabadian yang membentang panjang. Banyak orang datang memberi penghormatan, Sang Kera Suci tua membuat semua pihak merasa segan. Entah tulus atau berpura-pura, setidaknya secara lahiriah mereka semua harus bersujud.
Sheng Kong tiba, sementara karakter seperti Kaisar Hitam dan Duan De terpaksa bersembunyi diam-diam. Anjing hitam itu terlalu dibenci oleh banyak klan kuno sampai-sampai mereka ingin melahapnya hidup-hidup.
Adapun Duan De, nasibnya tak kalah buruk. Sang pendeta gemuk telah lama menjadikan kuburan leluhur klan kuno sebagai "target serangan"-nya, hingga kini tak terhitung Raja Purba yang terus "menghitung" langkahnya.
Jembatan emas berangsur memudar. Sang Buddha Perang melangkah mantap ke daratan utara, memandang jauh ke arah barisan gunung terpenggal yang sunyi sepi, lalu menghela napas panjang.
Itu adalah bekas tanah air Klan Kera Sakti Bertarung di masa lalu, hancur saat kakaknya wafat dalam posisi meditasi di era purba, hingga tak karuan. Kini tak ada yang berani menodainya.
Meski kini klan ini hanya tersisa dua orang, tetap bisa mengguncang dunia. Selama si monyet tua masih hidup, ini adalah klan legenda yang sanggup melawan keluarga kerajaan mana pun.
"Paman!" Sheng Kong menyambutnya.
Sang Buddha Perang mengangguk. Di belakangnya mengikuti beberapa Arahat Tubuh Emas dan Dharmapala Vajra. Salah satunya memiliki anugerah alam yang luar biasa: postur tegap, rambut emas terurai di bahu, seperti kera raksasa berbulu keemasan.
Beberapa orang bergumam dalam hati: Jangan-jangan ini keturunan Sang Buddha Perang yang ditinggalkan di Barat?
Tentu saja, dengan melihat lebih detail bisa langsung disingkirkan. Ini manusia sejati, hanya memiliki bakat bawaan yang luar biasa. Sebagai Dharmapala Vajra agama Buddha, kekuatannya benar-benar di luar biasa.
Tatapan mata Ye Fan tiba-tiba membeku. Ini Kaide! Pemuda yang dulu masuk ke dunia ini bersamanya dan Pang Bo, kemudian dibawa biksu suci ke Gunung Sumeru.
Kaide adalah teman sekelas Li Xiaoman. Bertahun-tahun telah berlalu, pertemuan kembali ini... segalanya telah berubah. Ye Fan merasakan kesedihan dalam hati, waktu telah mengubah banyak hal. Li Xiaoman pernah dijatuhkannya ke Jurang Purba, tanpa kejadian tak terduga, pastilah telah menjadi debu.
Banyak anggota klan kuno muncul, menunjukkan rasa hormat luar biasa kepada Sang Buddha Perang. Jangan terkecoh oleh pancaran cahaya Buddha dan aura ketenangannya, jika Kera Suci tua ini marah, pasti akan terjadi banjir bandang yang mengerikan.
Saat ini banyak yang berspekulasi berapa lama lagi monyet tua ini bisa hidup. Banyak pihak merasa khawatir, ahli bertarung mengerikan ini pasti akan menyapu semua rintangan untuk keponakannya sebelum wafat dalam meditasi, mencegah ancaman bagi sang keponakan.
Jika skenario itu terjadi, pasti akan terjadi malapetaka besar. Genangan darah mungkin akan membanjiri lautan, banyak kelompok berpengaruh dan ahli di daratan mungkin akan lenyap.
Semua pihak yang bermusuhan dengan suku mereka kini hidup dalam ketakutan. Mereka berharap Kera Suci tua itu segera wafat, tapi juga cemas kalau-kalau dia menggunakan taktik besi-darah untuk membunuhi semua musuhnya di dunia.
“Kau datang…” Putri Ulat Dewa muncul dengan wajah lembut. Rambut ungunya menutupi separuh wajah immortal yang tenang dan damai, sama sekali berbeda dengan sikap perkasanya di masa lalu.
Ia menyerahkan kepada Sang Buddha Perang sebuah token kuno dengan pola pudar tanpa kilau, terlihat sangat biasa dan sederhana.
“Apa?! Itu… token Dekret Kaisar Purba dari Bukit Ulat Sutera Dewa!”
Beberapa raksasa era Purba berteriak kaget. Bahkan para kepala suku keluarga kerajaan menyipitkan mata – barang langka ini memiliki hubungan vital yang biasanya sama sekali tak boleh ditampilkan!
“Aku pernah dengar Putra Langit membawa Dekret Kaisar Abadi ke Tambang Kuno Taichu. Entah berhasil masuk atau tidak. Kini Dekret Kaisar Purba Bukit Ulat juga muncul, mungkinkah…”
Semua orang menebak-nebak dengan bulu kuduk merinding, berfirasat akan ada rencana besar yang terjadi.
Token komando kuno dari Bukit Ulat Sutera Dewa terbuat dari logam tak dikenal. Seluruh permukaannya berwarna ungu gelap. Setelah jutaan tahun berlalu, selain memudar, tidak ada kerusakan sama sekali. Bahkan zaman pun sulit menghapusnya.
"Suku kami juga punya." Buddha Perang menggelengkan kepala.
"Dua token lebih baik daripada satu!" Putri Ulat Dewa tak memberi kesempatan berdebat. Dengan tegas ia menyelipkan lempengan logam ungu tua itu ke tangan sang perwira.
Ekspedisi ini menuju Tambang Kuno Taichu. Jalan di depan tak terprediksi. Putri Ulat Dewa tidak memberikan jubah dewa kuno, karena berbuat onar di sana sama saja bunuh diri. Hanya mengandalkan token peninggalan pendahulu.
"Jika aku celaka, jaga mereka." Buddha Perang berkomunikasi diam-diam melalui telepati. Matanya menyapu sekilas ke arah Pangeran Suci dan para Arahat dengan Dharmapala Vajra. Ini wasiatnya.
Kabut berkabut di bola mata Putri Ulat Dewa. Ia ingin menghadang, namun tahu sifat keras kepala Kera Suci tua. Begitu keputusan final diambil, tak ada yang bisa mengubah.
“Saudara laki-laki Maharaja Perang Suci akan memasuki Tambang Kuno Taichu！？”
Kabar ini menyebar bagai ledakan di wilayah utara, menyapu Donghuang. Ini mustahil disembunyikan karena banyak mata mengawasi Sang Buddha Tua.
Lebih-lebih, para pengawasnya berasal dari kalangan tinggi - tak sedikit yang berstatus Maha Santo! Bahkan di hari biasa, tatapan mata tak pernah lepas dari Gunung Sumeru. Begitu ia turun, kabarnya langsung tersiar.
Ini juga membuktikan betapa klan-klan besar ketakutan hingga ke tulang sumsum, khawatir dibantai oleh Kera Suci sebelum wafatnya!
Mengapa Buddha Perang Suci negeri memasuki Tambang Kuno Taichu? Badai pertanyaan ini mengguncang dunia, menyentuh saraf setiap penguasa kuat.
"Apakah... dia ingin mencari metode memperpanjang nyawa di sana?"
"Atau justru memanfaatkan tambang suci yang abadi ini untuk menembus batas kultivasinya sekarang, melangkahi titik kritis itu?"
Para kepala suku terdahulu dari keluarga kerajaan purba gemetar dalam hati, berkumpul dan berdiskusi selama setengah hari tanpa ada satu pun yang bisa tenang!
Di bawah pengawasan global, sorotan dunia kembali tertuju ke zona terlarang kehidupan di utara Donghuang, memicu gelombang kejutan besar.
"Jutaan musim gugur membangun jalan keabadian, bintang jatuh bulan redup mengusik ketenangan. Kaisar-kaisar purba terlelap sepanjang masa, Istana Langit runtuh ke mana harus mengembara..."
Di luar Zona Terlarang Taichu, Duan De melangkah sambil bersenandung, bersama Sang Buddha Perang bergerak maju. Bahkan Kera Suci tua memandangnya dengan tatapan penuh keheranan.
Ye Fan, Sheng Kong, Putri Ulat Dewa dan yang lain saling bertukar pandangan ganjil. Biksu Duan ini benar-benar berniat masuk, nyali yang luar biasa berani hingga sulit dipercaya.
"Duan De, semoga perjalananmu lancar. Jika gugur, setiap tahun akan kubakarkan persembahan untukmu," ujar Kaisar Hitam.
Hua Hua si botak kecil berteriak: "Shibo Duan! Om Kaisar Hitam bilang, kamu belum meninggalkan harta karun hasil jarahan seumur hidup untuk kami!"
“Sialan, kau si bajingan berkarakter jahat, langsung saja begitu. Aku masih meramu cara yang lebih halus.” Kaisar Hitam menamparnya.
