Sebuah planet biru air terhampar di depan, indah berkilauan bagai berlian biru yang menghiasi angkasa luar. Beberapa pesawat antariksa hilir mudik, membentuk berkas-berkas cahaya bak aurora yang memesona.
Ye Fan berdiri di domain luar, dengan tenang memandang ke bawah. Matahari dan bulan bagai peluru berlalu, waktu seperti anak panah, sudah lebih dari 6.000 tahun berlalu. Ketika menoleh ke belakang, apa yang diperoleh, dan apa yang hilang?
Selama tahun-tahun ini, dia berada di medan perang angkasa luar yang jauh. Bagaimana segmen zaman ini?
Baik Zhang Wenchang maupun Pang Bo tidak hanya sekali kembali. Zhang Wenchang selalu kembali setelah melewati tribulasi, menurutnya itu adalah kehidupan baru, harus kembali melihat.
Sedangkan Pang Bo membawa generasi penerusnya, memperkenalkan mereka pada adat istiadat kampung halaman, menjadikannya perjalanan penting dalam nyawa.
Ye Fan dulu memiliki banyak kekhawatiran. Para musuhnya yang terlalu kuat membuatnya takut akibat perang akan menyapu ke tempat ini, terus-menerus mengendalikan dorongan untuk mengembalikan dan ikatan emosi.
Kemudian, dia tak tertandingi di langit maupun bumi. Seharusnya tidak ada lagi kekhawatiran seperti ini, tapi inersia yang terakumulasi membuatnya tetap belum bergerak, belum pernah kembali, hingga menunggu hari ini.
"Yang Mulia akan turun dulu, kalian bisa melihat perlahan." Longma berkata. Binatang itu melesat membawa kilatan listrik, menyelami bintang-bintang di bawah.
Ye Fan dan kawanannya juga mendarat. Kilatan cahaya berkelebat, muncul di puncak sebuah gunung yang berkabut energi spiritual. Perkembangan manusia telah membuat lingkungan Bumi saat ini jauh membaik, kini cocok untuk membahas kultivasi.
Tentu ini juga terkait dengan 99 Gunung Naga yang mulai tumpah energi kehidupan—inilah pondasi dasar penyebabnya.
"Aku pergi dulu." Setelah kembali ke Bumi, Zhang Wenchang diam seribu bahasa. Tanpa banyak bicara, dia meninggalkan tempat sendirian.
Dulu ketika memasuki angkasa luar, istri sedang mengandung. Ketidakmampuannya menemani di saat itu menjadi penyesalan seumur hidup. Belakangan tahu sang istri bertemu pria baik, di seberang galaksi itu dia hanya bisa menangis melengking, lalu memandang penuh doa dari kejauhan.
Bumi memiliki banyak formasi kuno. Setelah 6.000 tahun, manusia kini tahu daratan ini jauh lebih luas dari imajinasi mereka. Dengan taktik ilmiah, sebagian sejarah terkubur dan pegunungan mulai terungkap.
Kini peradaban di tempat ini sangat maju, tidak hanya memiliki teknologi yang berkilauan, tetapi juga terdapat cultivator yang berkeliaran di dunia fana, telah diterima oleh umat manusia sejak lama.
"Guru, Paman Senior!"
Ketika Ye Fan dan Pang Bo tiba di Pulau Suci Penglai di luar negeri, seorang lelaki tua berpenampilan anggun bak dewa dengan rambut putih seperti bulu bangau dan wajah kemerahan terbang mendekat, memberi salam hormat dengan tata cara besar—dia adalah Zhan Yifan, murid terdaftar Ye Fan di masa lalu.
Setelah lebih dari 6.000 tahun berlalu, ia telah menjadi Maha Santo selama bertahun-tahun, namun akhirnya takluk oleh zaman, menjadi begitu menua puluhan tahun.
Dibandingkan dengannya, Ye Fan masih terlihat muda, bergairah tinggi seperti anak dua puluh tahunan—tak ada jejak waktu yang tertinggal di tubuhnya.
Tempat ini telah menjadi pangkalan dasar Istana Langit di Bumi. Pulau ini sangat luas bagaikan sebuah benua, namun tak menampakkan diri di dunia fana, sulit ditemukan oleh orang luar.
Banyak murid yang memandang dengan tatapan penuh keanehan, karena ia terlalu muda—wajahnya jauh lebih "lembut" dibanding Senior mereka Zhan Yifan—kontras ini terlalu mencolok, sungguh tidak lazim.
"Kalian masih belum datang ke sini? Ini adalah Senior sejati kalian!" Zhan Yifan berkata.
Pulau Penglai bergempar, tak terhitung murid berduyun-duyun datang hingga mencapai puluhan ribu orang. Kini Istana Langit telah menjadi warisan terkuat di Bumi yang tak tertandingi.
Mereka telah lama mengetahui bahwa Senior telah menjadi Kaisar Langit di alam semesta, tak terkalahkan di sembilan langit dan sepuluh bumi. Hanya saja tak pernah menyaksikan langsung atau mendengar kabar kepulangannya.
Tiba-tiba kedatangan Ye Fan hari ini memicu gempa dahsyat. Murid-murid yang sedang berlatih di luar juga datang dengan refleks kilat, penuh kegembiraan.
"Guru!"
Pada detik berikutnya, You Yu dan Yan Xiaoyu - pasangan dewa di Pulau Penglai - bangun dari kondisi bertapa tingkat dalam dan datang memberi salam. Mereka bersama Zhan Yifan sama-sama murid terdaftar Ye Fan yang berbakat luar biasa, pernah beberapa kali mengunjungi markas besar Istana Langit di kedalaman angkasa.
"Sayang sekali, Adik seperguruan Putri Phoenix Langit telah wafat dalam meditasi." You Yu menghela napas pelan.
Manusia mengalami siklus hidup manusia, cultivator pun tak terkecuali. Meski mereka berlima, mungkin juga akan mengikuti jejak mereka dalam 1.000 tahun mendatang, sulit dibalikkan.
"Adik Xu Ye juga..." Yan Xiaoyu berbisik, dia tahu itu adalah putri sahabat karib sekaligus kekasih sang guru di dunia fana.
"Aku sudah tahu." Ye Fan menghela napas pelan.
Setelah sekian lama berlalu, mustahil Xu Qiong masih ada di dunia fana. Telah berubah menjadi debu selama bertahun-tahun, membuat orang tak kuasa melawan takdir.
Xu Ye putri Xu Qiong, yang dulu ceria dan menjadi si penyihir cilik di mata Xiao Song, meski kemudian menapaki jalan kultivasi, setelah 6.000 tahun lebih akhirnya wafat dalam posisi meditasi di pulau ini.
2.000 tahun silam, saat Xiao Song mendapat kabar itu, dia pernah menangis melengking. Selama di Bumi, dia dan Xu Ye adalah teman terbaik.
Kini Xiao Song telah disegel, tak bisa datang ke sini. Seandainya dibiarkan, pasti juga akan bersedih.
“Peristiwa dunia fana telah sirna dimakan zaman. Teman dan keluarga di masa lampau tak lagi ada.” Ye Fan menghela napas panjang.
Pang Bo menepuk bahunya tanpa bicara. Beberapa kali pulang ke bumi untuk mencari keturunan orang tua dan kakaknya, rasa pedih selalu menyertainya.
“Guru, silakan ke sini.” Zhan Yifan mempersilakan.
Mereka memasuki area kuburan leluhur di belakang Pulau Suci Penglai. Sebuah makam kuno terawat rapi dikelilingi rerumputan wangi dan barisan pohon salju-maple.
Inilah makam orang tua Ye Fan yang dipindahkan Zhan Yifan dan yang lainnya ke sini. Pergeseran zaman selama ribuan tahun telah mengubah segalanya di luar.
“Aku ingin merenung sendirian.” Ucap Ye Fan pada semua orang. Kabar tentang lokasi makam ini membuatnya tercekat, air mata mengaburkan pandangan sang kultivator legendaris.
Para pengiring pun mundur, tak mengganggu lagi.
Ye Fan duduk sendirian di depan makam. Tidak ada yang bisa mendengar apa yang dia bisikkan. Hanya melihat punggungnya yang terlihat kesepian. Begitu berlalu semalaman, dia tidak bergerak sedikitpun.
Hingga saat matahari tepat di ubun-ubun barulah dia berdiri. Berjalan mendekati sebuah makam lain, melihat aksara "Xu Ye" yang terukir di atasnya. Tangannya tak kuasa menyentuh perlahan, tetap berdiri dalam waktu yang lama.
Saat Ye Fan keluar dari kompleks kuburan, semua orang tidak melihat perubahan berarti. Hanya merasakan kesedihan darinya, namun tidak ada fluktuasi emosi hebat seperti yang mereka bayangkan setelah kesedihan besar.
Hanya Pang Bo yang memahami, zaman dunia fana itu lebih berharga daripada apapun di hati Ye Fan. Tapi akhirnya semuanya telah hilang, tak bisa kembali lagi.
Dalam beberapa hari berikutnya, Ye Fan memberikan penjelasan tentang pemahaman mendalam akan Jalan Agung kepada beberapa muridnya. Kemudian pergi, dia ingin berjalan sendirian sejenak.
Gunung Naga Harimau, Gunung Gezao, Gunung Zhongnan, Gunung Emei dan tempat-tempat lain meninggalkan jejak Ye Fan. Sayangnya, sulit menemukan seorang pun kenalan lama di seluruh dunia. Para pemimpin sekte masa itu telah wafat dalam posisi meditasi entah berapa tahun lalu.
Pendeta Qiri, Pemimpin Agung Kunlun Xue Chen, pemimpin Sekte Pedang Immortal dan lainnya kemudian berhasil menembus tingkat kesucian, namun akhirnya mereka pun berpulang ke Barat mengendarai bangau.
Ye Fan memasuki dunia fana. Di pusat kota, gedung pencakar langit berjejal seperti sisik naga, satu per satu tercabut dari tanah. Di kejauhan, lingkungan yang indah dengan taman terencana rapi. Pesawat antariksa sesekali melintasi langit, memancarkan kilau pelangi.
Ini sudah bukan kota yang dikenalnya lagi, perubahan sangat drastis. Ia datang ke pinggiran kota, namun setitik pun bekas masa lalu tak bisa ditemukan.
Ye Fan melewati beberapa bekas lokasi, tiba-tiba berdiam. Dari kawasan vila sunyi di kejauhan, sebuah getaran familiar berhasil ditangkap. Ia mulai melangkah maju.
"Kau..." Pintu terbuka, memperlihatkan wajah cantik yang menatap Ye Fan di hamparan rumput depan.
"Ini adalah seorang wanita, meski wajahnya masih terlihat muda, namun seluruh struktur rambutnya telah putih pucat. Ia tertegun memandanginya, lalu tersadar dan tersenyum lebar: 'Kau juga kembali.'"
Dia adalah Lin Jia, salah satu orang yang pernah bersama menyeberangi angkasa luar dan mencapai tepi. Kemudian mendapatkan jodoh besar berguru di bawah bimbingan Kancai Laoren. Ketika Istana Dao bergabung dengan Istana Langit, dia memilih pergi.
Rambut putih, wajah cantik. Sebenarnya, jika bukan karena kekuatan luar biasa yang dimilikinya dengan kesaktian mempertahankan kecantikan, seharusnya dia sudah mengalami masa tua.
Lin Jia mengundang Ye Fan masuk, menyeduh secangkir teh hijau ringan untuknya dan meletakkannya di meja. Ini membuatnya tertegun, terjerumus dalam kenangan masa lampau yang jauh.
Dulu, dia suka menyeduh teh tipis lalu duduk di depan jendela sambil membaca berbagai buku-buku. Itu adalah kenikmatan yang hampir terlupakan setelah bertahun-tahun.
"Kau sangat nostalgia, tetap tinggal di kota yang sama." Akhirnya, Ye Fan membuka mulut.
"Aku lelah, hanya ingin tetap diam, menjalani sisa hidup ini. Kenangan indah di masa lalu layak dikenang." Lin Jia berkata.
Sebuah kata "lelah" mengungkapkan pemahaman spiritual sejatinya, muak dengan segala hal di angkasa luar, karena itu kembali dan menyatu kembali dengan kota ini.
Kancai Laoren memiliki dua murid: Lin Jia dan Zhou Yi. Mereka memilih jalan yang berbeda-beda.
Zhou Yi tidak menyerah, terus-menerus maju ke atas. Telah berhasil masuk level Kaisar selama bertahun-tahun. Ia mendalami Zhou Yi, Bagua, dan lainnya. Kini kekuatannya tak terukur, termasyhur di angkasa luar.
Seiring menghilangnya organisasi Istana Dao, dia tidak bergabung dengan Istana Langit, melainkan memilih berjuang sendiri, berharap bisa mencapai puncak tertinggi dan memasuki wilayah Kaisar.
Tapi setelah 6.000 tahun berlalu, dia pun menua. Saat ini juga sedang memandang kejauhan ke kampung halaman dari angkasa luar, struktur rambutnya diselipi beberapa helai warna salju.
"Bukan hanya aku yang kembali. Liu Yiyi juga sudah lelah. Kaide malah tetap energik meski tua, menjadi Dewa Cahaya di dunia Barat." Lin Jia tersenyum.
Saat ini, kuda naga sedang berkeliaran di wilayah barat, bertamu di Dewata Suci sambil berselisih riuh.
“Kubilang, si pirang kau beneran bisa, kabur dari Gunung Sumeru sudah biasa, setelah gabung Istana Langit malah kabur lagi, sekarang malah jadi dukun palsu sendiri, apa kau benar-benar ingin bersaing dengan 'God' yang kau sebut-sebut itu?”
Kuda naga terus menuangkan anggur, bersulang dengan Kaide di dalam sebuah Kuil Cahaya di kedalaman ruang hampa.
Di sekelilingnya, beberapa malaikat dari Suku Bulu Sayap melayani dengan wajah saling pandang kebingungan, benar-benar tak tahu makhluk apa gerangan ini yang sampai membuat dewa utama mereka terpaksa menemani sendiri, mirip sekali dengan iblis besar.
Di dalam zona perumahan, Lin Jia menghela napas pelan, “Sudah 6.000 tahun lebih, entah berapa orang dari masa lampau yang masih tersisa.”
Ye Fan mengingat-ingat, dari tiga puluh lebih orang dahulu, kini yang tersisa memang tinggal segelintir, “Selain kita, masih ada Zhou Yi, Kaide, Pang Bo, Zhang Ziling, Liu Yiyi, Zhang Wenchang, Wang Ziwen, Li Xiaoman.”
Lin Jia menghela napas, lalu tiba-tiba berkata: "Bagaimana kalau kita mengadakan reuni lagi? Di Gunung Tai. Aku selalu merasa seperti berada dalam mimpi indah, sungguh ingin terbangun."
Ye Fan mengeluarkan kesadarannya spiritual, memanggil Pang Bo dan Zhang Wenchang. Keduanya merasa aneh di hati, namun akhirnya menyetujui usulan Lin Jia ini.
"Apakah kita akan mencari semua orang dari angkasa luar?" tanya Zhang Wenchang.
Beberapa hari kemudian, di puncak Gunung Tai saat fajar merekah, awan berkilauan bagai sutra. Setelah hampir 6.500 tahun berlalu, orang-orang yang sama kembali berdiri di tempat ini.
Mereka menatap langit, seolah menanti sesuatu.
