"Monster datang!"
Entah siapa yang berteriak, seperti menuangkan secawan air ke dalam kuali minyak mendidih, seluruh kuali pun terlempar ke udara.
Orang-orang yang tersadar, reaksi pertama adalah melarikan diri dari tempat ini, baru kemudian kembali ke mobil untuk kabur. Dalam dua jenis respons ini, sebagian langsung menyerbu pos blokade, memanjat kawat berduri di depannya. Sementara yang lain berlari kembali ke tempat parkir mereka.
Seluruh garis blokade berubah menjadi kekacauan, di mana-mana terdengar teriakan panik orang-orang.
Wajah Letnan Dua membeku bagai besi, ia mengaum melalui pengeras suara: "Tenang semua! Jangan panik! Dengarkan kami..." Tapi siapa yang masih mau mendengarkan sekarang? Yang gesit sudah mulai memanjat kawat berduri, menyerbu garis pertahanan yang dibentuk di sepanjang blokade.
Prajurit yang berjaga di situ dengan cepat mengarahkan lubang laras pistol mereka yang membeku, membidikkan senjata ke arah semakin banyak orang yang nekat menerobos garis pertahanan.
Dari kejauhan sekali lagi terdengar teriakan mengerikan binatang buas, disusul suara tembakan senapan mesin dari kendaraan pengintai berpelindung, serta ledakan peluru kendali yang ditembakkan dari helikopter. Semua suara ini dalam sekejap meruntuhkan ketenangan malam hari. Di balik bukit-bukit jauh, kilatan cahaya jingga-merah terus bermunculan, berpendar-pendar menyinari cakrawala seiring dentuman ledakan.
Helikopter yang melesatkan peluru kendali dari langit, bahkan dari garis blokade sekalipun, terlihat jelas saat ekor api dari rudal yang baru diluncurkan menyala, menarik garis merah menyambar-nyambar menuju daratan.
Dalam rentetan ledakan dahsyat, beberapa gumpalan cahaya ungu-biru muncul, menerangi seluruh langit dengan kilauan putih menyilaukan. Dua helikopter bersenjata tertembak di udara, berubah menjadi bola api raksasa yang terkoyak-koyak oleh ledakan bertubi-tubi, akhirnya hancur berantakan menjadi ribuan percikan api yang menghujani bumi. Langit yang baru saja memerah, kembali terjerumus dalam kegelapan.
Seperti mengguncang saraf semua orang, ketakutan akhirnya benar-benar meledak.
Letnan Dua memandang lautan manusia yang tak terlihat ujungnya di jalan raya, puluhan ribu orang berhimpitan di sini saling dorong dan tarik. Terus-menerus ada yang terjatuh, kerapuhan nyawa manusia di bawah injakan-injakan kaki segera menghilang, jerit kesakitan sesekali bergema. Sedangkan lebih banyak orang langsung menerjang garis blokade, dalam situasi seperti ini mana mungkin mereka masih mempedulikan peringatan sebelumnya.
"Kembali! Kembali! Atas nama kami akan menembak!"
Seorang perwira berteriak sambil mengarahkan senjata serbu-nya ke langit dan menembaki singkat, menghasilkan deretan suara "dak-dak-dak". "Siapkan senapan mesin! Siapa berani menabrak garis blokade, bunuh mereka!"
Hanya wajah Letnan Dua yang terdistorsi, akhirnya menunjukkan tekad bulat. Ia meneriakkan perintah ke komandan peleton di sampingnya: "Sampaikan perintahku! Cabut blokade dan buka pos perbatasan!" Perwira itu tertegun sejenak, "Tapi...tapi perintah atasan..." Sang Letnan menunjuk kerumunan orang yang kacau di hadapannya, berseru keras: "Apa kita harus menembak mati mereka untuk menghalangi penyeberangan? Di sini ada lebih dari 100.000 jiwa! Jika tidak kita lewati, semuanya akan hancur total!"
Puluhan ribu manusia bukanlah puluhan ribu semut. Tanggung jawab tentara adalah melindungi keamanan negara dan rakyat.
Apalagi jika benar-benar 100.000 orang nekat menerobos seperti anjing terpojok, apakah aku akan memerintahkan prajurit untuk membantai mereka? Perintah yang kuterima hanya melarang penyeberangan TANPA adanya ancaman binatang buas. Sekarang para monster sudah datang! Jika tetap mematuhi perintah buta seperti ini, siapa yang bisa bertanggung jawab atas korban jiwa yang akan berjatuhan?
“Dengar tidak, perintahkan para prajurit untuk membuka pos perbatasan.”
Prajurit yang menerima perintah segera membuka pos perbatasan. Orang-orang tak sempat bersorak, dengan gila-gilaan berduyun-duyun mendatangi pos ini.
Di kamp yang bertugas di dekat pos perbatasan, saat bunyi alarm berbunyi, semua prajurit yang sedang istirahat langsung bangun secepatnya, mempersenjatai diri, lalu berhamburan keluar tenda membentuk formasi. Sesuai prosedur masa perang, mereka berlari menuju posisi yang menjadi tanggung jawab masing-masing. Dalam beberapa saat, di depan pos perbatasan dan beberapa atap gedung di kota kecil, para prajurit telah muncul di dalam pertahanan pelindung yang sudah dibangun.
Tank dan kendaraan lapis baja mulai bergerak dengan dentuman mengerikan. Raungan mesinnya membuat seluruh kota kecil terbenam dalam kebisingan mekanis.
Di jalan raya, suara mobil yang terus-menerus dinyalakan terjepit di antara teriakan orang-orang. Seluruh kota kecil ini memiliki setidaknya puluhan ribu mobil. Dalam kekacauan tanpa ketertiban, bisa dibayangkan selain mobil-mobil yang berada di pinggir jalan masih bisa bergerak, mobil-mobil lainnya saling berhimpitan satu sama lain, sama sekali tidak bisa bergerak.
Klakson mobil terus berbunyi, orang-orang yang gugup mengumpat sambil sangat berharap mobil mereka bisa terbang seperti di film fiksi ilmiah.
Beberapa orang pintar yang melihat barisan mobil tak bergerak ini langsung menyerah dari rencana kabur dengan mobil. Mereka membuka pintu mobil, mengambil barang berharga, lalu berlarian di antara mobil-mobil menuju pos perbatasan. Melihat orang-orang yang meninggalkan mobil ini, yang lain mulai mengutuk. Jika orang kabur dan mobil ditinggalkan di sini, bukankah malah akan menghalangi orang lain?
Beberapa helikopter bersenjata dari kamp militer lepas landas, mengeluarkan suara "bzz" sambil terbang melintasi atas kota kecil.
Raungan binatang buas di kejauhan semakin banyak, semakin dekat, dan semakin jelas terdengar di telinga orang-orang.
Kekacauan di kota kecil membuat Tank dan kendaraan lapis baja sama sekali tidak bisa melewatinya untuk menghentikan binatang buas. Letnan Dua yang panik terus mengumpat dalam hati. Setelah mendengar suara binatang buas tinggal beberapa kilometer lagi, dia mengatupkan gigi lalu meneriakkan: "Perintah untuk Tank segera menyerang! Hantam semua mobil yang menghalangi di depan!"
Situasi krisis saat ini menunjukkan, berdasarkan dokumen kompromi yang diperoleh, prajurit biasa hampir mustahil melawan binatang buas ini. Satu-satunya harapan adalah kekuatan lapis baja ini.
Tank wajib maju ke depan untuk menghadapi musuh. Sebaliknya jika binatang buas sampai muncul di kota kecil, semua orang yang belum melarikan diri di sini akan hancur. Daripada begitu, lebih baik bertekad bulat mengorbankan sebagian kepentingan untuk menyelamatkan lebih banyak nyawa. Karena gentingnya situasi, dia pun tak bisa memikirkan apa-apa lagi.
Kompi tank yang mendapat perintah, dengan gemuruh mengerikan, Tank Tempur Utama Tipe 96 mengaum garang dan menerobos pos perbatasan.
Deru tank yang menggelegar langsung menyapu masuk ke tumpukan mobil yang berdesakan, lalu berhenti. Penembak senapan mesin antipesawat di tank itu memberi isyarat menghindar sekuat tenaga dengan tangannya.
Yang menghadang di depan tank adalah BMW Seri 7. Pria paruh baya di dalamnya memandang tank buas di depannya, lubang meriam raksasanya bagaikan binatang purba. Melihat tank yang berhenti di depan mobilnya, otaknya belum bisa mencerna. Menyaksikan gerakan isyarat menghindar dari tentara tank, dia bingung, "Mereka... mereka ingin melakukan apa?"
Setelah menyadari isyaratnya tidak efektif, tentara tank itu langsung menyelip masuk ke dalam tank. Dengan suara "Braak", tutupnya dikembalikan ke posisi semula.
Tank bergerak. Di bawah tatapan panik pria paruh baya itu, lubang meriam sedikit terangkat ke atas. Kemudian armor depan langsung menabrak BMW. Di antara distorsi logam, bagian depan mobil BMW berubah bentuk. Tank berhenti sejenak. Pria paruh baya di kabin pengemudi sudah panik membuka pintu mobil dan melesat keluar seperti kelinci...
Penumpang mobil lain yang menyaksikan tank benar-benar berani menabrak langsung terpana.
Tank mengeluarkan raungan raksasa dan kembali diaktifkan. Tenaga dasyatnya membuatnya mengabaikan BMW seberat hampir 2 ton, menghantam dengan kejam hingga BMW remuk dan terlempar ke samping. Para pengemudi di barisan mobil di belakang BMW panik turun dari kendaraan, hanya bisa menyaksikan mobil mereka hancur tertabrak.
Hanya dalam sekejap, jalan raya yang tersumbat berhasil ditembus paksa oleh tank. Mobil-mobil yang diparkir terlihat seperti baru dibajak.
Braak...braak...suara bergemuruh, 20 tank berbaris rapi melintas, diikuti beberapa kendaraan lapis baja. Mereka sama sekali mengabaikan tatapan penuh ketakutan warga, terus bergerak maju ke ujung jalan raya dengan suara gemuruh.
