Apakah di belakang garis pertahanan sudah dilakukan evakuasi, Zhou Liming tidak tahu. Setelah melewati blokade di Kota Shuangqiao, sepanjang perjalanan terlihat para pengungsi yang menyeret anak-anak, berjalan kaki, mengemudi mobil, atau mendorong gerobak berisi bagasi. Populasi besar di wilayah pesisir mustahil dievakuasi hanya dalam tiga empat hari.
Di jalan raya, baik yang mengemudi maupun pejalan kaki, semuanya bergerak lambat. Seluruh ruas jalan dipadati oleh kerumunan manusia yang membentang tak berujung.
Kota-kota kecil dan besar yang dilalui tampak sepi, sembilan dari sepuluh rumah sudah ditinggalkan. Yang tersisa hanyalah mereka yang tidak sempat mengungsi. Sesekali terlihat helikopter berputar-putar di atas kota, pengeras suara terus memutar pesan evakuasi. Sudah hari keempat sejak bencana binatang buas terjadi, bahkan orang idiot pun tahu kabar ini tidak mungkin palsu.
Kadang-kadang, siluet samar binatang buas terbang muncul di langit, tapi jarang yang turun untuk melancarkan serangan terhadap manusia.
Beruntungnya, kita masih bisa menyaksikan pertempuran antara angkatan udara dengan binatang buas terbang. Peluang kemenangan kedua belah pihak sekitar lima puluh persen. Pesawat tempur berteknologi tinggi yang memiliki ketajaman sensor luar biasa melawan binatang buas terbang dengan naluri predator yang mengerikan - ini adalah perang antara teknologi dan kebiadaban. Sayangnya, tidak seperti bayangan orang-orang, pasukan kita tidak berhasil menghancurkan binatang buas terbang hingga rintik kelopak bunga.
Garis blokade yang didirikan militer di tahap awal, kini terbukti merupakan perintah yang sangat tepat.
Di bawah komando ini, arus pengungsi dari wilayah pesisir berhasil ditahan sementara penduduk di belakang garis pertahanan bisa dievakuasi. Jalan raya yang terbebas dari kemacetan mempercepat proses evakuasi secara signifikan. Seiring pergerakan pasukan pengungsi, desa-desa, kota-kota kecil, hingga perkotaan besar kini kosong bagai ditelan bayangan. Jalanan dipenuhi mobil-mobil yang dibuang dan sampah berserakan. Pintu-pintu yang terlupa dikunci bergoyang diterpa angin, mengeluarkan bunyi "kreek-kreek" yang menusuk.
Dengan waktu yang memungkinkan, mesin pabrik perusahaan seperti beberapa perusahaan mustahil untuk dipindahkan. Namun harta benda pribadi dan barang berharga sama sekali tidak tertinggal, semuanya telah dibawa oleh pemiliknya. Bahkan ATM di bank, uang di dalamnya telah dikuras habis. Persediaan penting sebanyak mungkin dipindahkan melalui jalur kereta api dan transportasi udara.
Singkatnya, setiap melewati suatu tempat, kesan yang ditimbulkan adalah kekosongan.
Mencari sisa-sisa bukan tidak mungkin, tetapi hasilnya tidak akan signifikan. Barang berharga mana yang tidak dibawa? Kota dengan persiapan evakuasi terkoordinasi dan ketertiban yang dijaga militer mustahil mengalami kekacauan besar. Tanpa kehadiran binatang buas, orang-orang punya cukup waktu untuk mengemas semua barang yang layak dibawa, bahkan persediaan makanan pun dalam kemasan besar-kecil atas imbauan militer.
Evakuasi ratusan juta orang terjadi di berbagai provinsi pesisir. Jika dilihat dari langit, terlihat aliran manusia tak berujung di jalan raya sepanjang wilayah selatan dan utara.
Untuk memastikan aliran pengungsi tidak diserang oleh binatang buas, angkatan udara hampir dikerahkan secara besar-besaran, terus-menerus berpatroli di langit atas gelombang evakuasi manusia. Sejumlah besar pesawat pengintai muncul di wilayah pesisir, terus mengumpulkan setiap gerakan binatang buas dan mengirimkannya kembali ke markas besar militer, guna memastikan pergerakan makhluk-makhluk itu selalu terpantau dan tidak mengancam kerumunan pengungsi.
Secara teori jarak dari Kota Shuangqiao ke Kota Wan J tidak terlalu jauh. Jika menggunakan mobil, hanya membutuhkan sehari semalam saja.
Tapi kemacetan di jalan raya membuat kecepatan mobil hampir bisa disamakan dengan kura-kura. Yang lebih menyusahkan adalah aliran manusia yang terus membengkak, membuat pergerakan semakin melambat.
Seperti Long March sepanjang 10.000 li dalam sejarah, evakuasi besar-besaran kali ini cukup penting untuk dicatat sebagai salah satu peristiwa terpenting dalam sejarah perkembangan manusia. Ratusan juta orang meninggalkan kampung halaman, menginjakkan kaki pada perjalanan tak tentu arah. Mereka yang masih memiliki keluarga utuh secara alami hanya merasa panik, namun mereka yang sudah kehilangan sanak saudara bagaikan mayat hidup yang bergerak mengikuti kerumunan, terjepit di jalan raya sambil terus bergerak maju. Wajah mereka dipenuhi kesedihan, sesekali terdengar tangisan yang menyayat hati.
Di sepanjang jalan raya, polisi dan prajurit berjaga menjaga ketertiban. Para pengungsi yang kelelahan semua duduk di lahan pertanian di kedua sisi jalan, beberapa bahkan langsung berbaring dan menutup mata untuk tidur.
Sawah-sawah di kedua sisi sudah hancur total, terinjak-injak oleh ribuan kaki hingga bibit padi terbenam dalam lumpur. Semua bahan pangan yang bisa dimakan di lahan itu telah dilahap habis bagaikan serbuan belalang. Nyatanya banyak pengungsi yang tidak membawa persediaan makanan, sehingga mereka terpaksa mengandalkan sisa-sisa ini untuk mengisi perut.
Saat ini, jangan berharap pada pemerintah. Di seluruh wilayah selatan dan utara sungai besar, dengan jalan-jalan yang dipadati oleh kerumunan orang, mereka pun tak berdaya. Mustahil mengirimkan makanan dan minuman langsung ke tanganmu. Jumlah massa yang begitu besar, bukanlah hal yang bisa ditangani dengan mudah. Sedikit kesalahan saja, bisa langsung memicu kekacauan dan peristiwa injak-injak yang mematikan. Jadi, dalam beberapa hari pertama setelah evakuasi menuju kota-kota tujuan, semuanya hanya bisa mengandalkan diri sendiri.
Kelaparan terus-menerus menghantui mereka yang kurang persiapan atau sama sekali tidak membawa bekal.
Awalnya masih baik-baik saja, sebagian masih membawa sedikit makanan. Tapi setelah dua hari berlalu, banyak yang hanya bisa memandang penuh harap sambil menyaksikan orang lain makan sambil berjalan, sementara tangan mereka sendiri hanya memegang barang berharga dan uang. Membeli persediaan makanan dari orang lain dengan uang menjadi satu-satunya solusi. Tapi di saat seperti ini, siapa yang tahu berapa hari lagi perjalanan ini? Siapa pula yang mau menjual persediaan makanannya?
Kini Zhou Liming sudah merasa lega karena persiapan yang matang sejak awal, semua bahan makanan berhasil dimuat ke truk berat. Tanpa itu, belasan mulut yang harus diberi makan pasti akan membuatnya kewalahan.
Hampir setiap hari terlihat orang yang roboh karena kelaparan. Dalam keadaan terdesak, akar-akar tanaman dan kulit pohon pun menjadi santapan. Sayur-sayuran di lahan pertanian bahkan dilahap mentah-mentah. Asal bisa bertahan beberapa hari, mereka akan tiba di kota di belakang garis pertahanan tempat pemerintah telah menyiapkan pasokan makanan.
Meski kasihan melihat nasib mereka, Zhou Liming hanya bisa menggelengkan kepala dan menghela napas. Stok makanannya sendiri terbatas. Sekalipun ingin membantu, mustahil menolong puluhan ribu orang. Jika memberi sedikit saja, orang-orang yang gila kelaparan itu pasti akan mengoyak-ngoyaknya hidup-hidup.
Direktur Zhou yang berhati baik, setiap melihat seseorang terjatuh lemas karena kelaparan, selalu menutup matanya dalam diam. Di belakang hari, beliau memilih untuk bersembunyi di bak truk bersama anak-anak. Hanya saat perlu ke belakang saja beliau turun, selebihnya tetap berada di dalam bak truk.
Yang paling menderita mungkin An Xiaowei. Mobil yang dikemudikannya melaju pelan, hanya sedikit lebih cepat dari pejalan kaki normal. Ia juga harus terus waspada ke depan. Perempuan cantik memesona itu kini tampak lesu tak karuan, sama sekali kehilangan daya pikat yang pernah dilihat Zhou Liming, seolah berubah menjadi orang lain.
Ditambah belum mandi selama beberapa hari, bahkan dewa sekalipun pasti akan berbau. Bajunya sudah penuh noda yang menempel, terlihat kotor mirip pengemis.
Tak seorang pun bisa membayangkan bagaimana mereka melewati hari-hari ini. Perjalanan sehari semalam yang seharusnya ditempuh, dengan sering berhenti dan istirahat beberapa jam, ternyata memakan waktu enam hari penuh sebelum akhirnya tiba di Kota Wan J, salah satu dari puluhan kota pertahanan militer di garis depan.
