Alat yang dibutuhkan para ahli sudah lebih dulu dimuat ke pesawat angkut. Penerbangan kali ini tingkat bahayanya tidak terlalu tinggi.
Setelah semua personel dikonfirmasi telah tiba, pesawat angkut diaktifkan dan meninggalkan bandara militer, terbang lurus ke arah barat.
Karena jumlah personel kali ini relatif sedikit, semua orang ditempatkan di ruang istirahat awak kabin yang menyediakan fasilitas istirahat dan minuman ringan, jauh lebih nyaman dibanding kabin utama. Lima ahli terus berdiskusi dengan suara rendah tentang pergerakan lempeng tektonik India saat ini, mengemukakan berbagai teori yang sama sekali tidak dipahami Zhou Liming.
Wajar saja, anak kelas 2 SMA - mau berharap apa lagi darinya?
Sebenarnya sejak awal dibentuk, tanggung jawab X adalah melindungi dan menjalankan misi berisiko tinggi. Personel terpilih memang kartu as militer, tapi masalahnya: dari sekian kartu as, berapa orang yang bergelar sarjana atau doktor? Hampir semuanya berpendidikan rendah, hanya mengandalkan tenaga fisik.
Kelompok ahli ini sepertinya memahami situasi X, sehingga selama diskusi sama sekali tidak mempertimbangkan kemampuan pemahaman X.
Dalam pandangan Zhou Liming, sikap mereka yang tidak mempertimbangkan ini mutlak benar. Jika tiba-tiba mereka bertanya tentang yield nuklir, konversi joule, atau teori pergerakan kerak bumi akibat serangan nuklir, Zhou Liming pasti akan terdiam seperti patung. Pertanyaan semacam itu sama sekali sia-sia.
Setelah lebih dari enam jam penerbangan, pesawat angkut akhirnya mendarat di New Delhi, ibu kota India.
Pengaturan ibu kota India cukup membingungkan. Meski New Delhi terletak di garis belakang, pemerintah selalu mendirikan ibu kota sementara di Madhya Pradesh. Saat Madhya Pradesh terancam, mereka pindahkan lagi ke Uttar Pradesh. Zhou Liming sama sekali tidak mengerti logika di balik ini.
Selama enam jam lebih itu, para ahli terus berdebat tanpa henti. Zhou Liming heran bagaimana mereka masih punya energi sebanyak itu. Apalagi perdebatan tanpa investigasi lapangan sama sekali tidak berguna. Sementara itu, seluruh anggota X justru memanfaatkan waktu untuk meditasi dengan menutup mata.
Alasan utama datang ke New Delhi terlebih dahulu tentu atas permintaan pemerintah India. Meskipun dua pertiga wilayah India telah jatuh, sistem negara mereka masih bertahan. Pesawat angkut sama sekali tidak memiliki daya tahan, cukup terkena satu peluru kendali pasti akan berakhir dengan pesawat hancur dan penumpang tewas. Meskipun alasan resmi negara adalah membantu pemerintah India memahami penyebab aktivitas kerak bumi, orang India juga tidak bodoh. Ketika tidak mampu mengirim tim ahli, mereka memberikan izin aktivitas bebas di dalam negeri sebagai syarat untuk memperoleh seluruh data investigasi.
Hal-hal teknis sebenarnya ditangani oleh personel lain negara yang melakukan pemantauan. Misi X adalah menjamin keamanan para ahli.
Saat mendarat di bandara militer New Delhi, dua pesawat tempur India yang mengawal baru pergi. Di bandara, seorang Mayjen Korps Darat bersama beberapa prajurit telah menunggu dengan mobil.
"Yang Mulia Presiden telah mengetahui kedatangan kalian, tapi seperti yang kalian tahu, situasi dunia saat ini sangat kacau. Beliau benar-benar tidak bisa meluangkan waktu untuk menyambut kalian. Atas nama Yang Mulia Presiden, saya Sanjaya akan mewakili beliau menyambut kalian." Mayjen Sanjaya sangat sopan, menggunakan bahasa Mandarin yang fasih dan lancar.
Sebagai Komandan regu, Qiao Binsen memberikan hormat militer kepada pihak lawan: "Qiao Binsen, Komandan regu ini."
Setelah membalas hormat militer, Sanjaya membuat gerakan mengundang: "Telah disiapkan tempat tinggal untuk kalian. Silakan beristirahat terlebih dahulu. Untuk urusan investigasi, saya pikir besok akan lebih tepat."
Waktu New Delhi terlambat 2,5 jam dari Waktu Beijing. Berangkat pagi hari dari Kota YuA, setelah 6,5 jam perjalanan seharusnya tiba sekitar pukul 16:00. Namun sinar matahari di sini masih terik menyengat, baru sekitar pukul 13:30.
Pertempuran di Madhya Pradesh itu telah menghancurkan lebih dari separuh kekuatan militer India. Di bandara militer saat ini, hanya tersisa sedikit lebih dari seratus pesawat tempur yang parkir di sini.
Mobil-mobil meninggalkan bandara militer. Jarak lokasi ini ke New Delhi hanya belasan kilometer. Sepanjang jalan raya terlihat kendaraan lapis baja yang sedang berpatroli, tak satu pun warga sipil terlihat. Sanjaya menjelaskan: "Untuk menjamin kelancaran jalur antara New Delhi dan bandara militer, seluruh ruas jalan ini beserta area satu kilometer di sekitarnya telah ditetapkan sebagai zona terlarang militer."
Mengingat sedang dalam masa persiapan perang, jalan raya hampir seluruhnya dipadati truk-truk pengangkut persediaan logistik.
Meski jumlah kendaraan banyak, namun untungnya tidak terjadi kemacetan. Ketika sudah mendekati New Delhi, tiga mobil meninggalkan jalan raya utama dan menyusuri jalan kecil yang menembus jantung sebuah kota kecil yang seluruh penduduknya telah dievakuasi.
Begitu meninggalkan kota kecil dan naik ke jalan raya di sebelahnya, tiba-tiba terdengar alunan klakson mobil yang tak terhitung dan teriakan orang-orang. Dibandingkan dengan tempat ini, jalan raya yang baru saja dilewati pantas disebut surga dunia. Tampak di jalan raya, semua dipenuhi mobil-mobil yang berhimpitan, di celah antar mobil terlihat orang-orang yang terus bergerak.
Di kedua sisi jalan raya, berdiri tenda-tenda dengan kondisi baru dan lama yang beragam. Beberapa masih terlihat sangat baru, sebagian lagi compang-camping, lebih banyak lagi yang dipenuhi tambalan warna-warni yang bisa disebut beraneka warna. Di depan pintu tenda-tenda ini, banyak rakyat India dengan pandangan kaku duduk di sana, mereka menyaksikan kerumunan di jalan raya tanpa sedikitpun ekspresi di wajah.
Yang membuat Zhou Liming mengerutkan keningnya adalah, area di kedua sisi jalan raya bahkan sejauh mata memandang, semuanya berwarna coklat dengan tanah terbuka. Beberapa anak perempuan sedang mencari-cari di area gundul ini, sesekali mencabut akar rumput lalu memasukkannya ke keranjang yang mereka bawa. Tak perlu ditebak, penyebab daerah ini gundul dan kehabisan dedaunan serta akar tanaman, pasti karena dimakan oleh para penghuni di sini.
Dari satu aspek ini saja, sudah bisa dilihat bahwa India telah terjerumus dalam krisis pangan.
Jalan raya ini merupakan salah satu arteri utama menuju New Delhi, dipadati pengungsi dari berbagai penjuru India. Meski berhimpitan, lalu lintas tetap bisa bergerak perlahan. Kini Zhou Liming akhirnya menyaksikan langsung budaya India - sebuah truk dipenuhi barang bawaan tak terhitung, dengan penumpang bertumpuk di atasnya. Banyak becak bermotor juga membawa seluruh keluarga, menampilkan ciri khas India yang kental.
Sanjay melihat Zhou Liming memperhatikan pemandangan di luar, dengan canggung berkata: "Mohon maaf, jalan militer ini terhubung ke gudang logistik kami, jadi kami harus melewati rute ini untuk memasuki New Delhi. Tapi tak perlu khawatir, jaraknya hanya beberapa kilometer lagi. Eh, kalian pasti sudah tahu bahwa beberapa hari lalu dalam pertempuran kami dengan binatang buas... jadi jumlah helikopter yang tersedia terbatas."
Perwira itu berbicara dengan agak berbelit, tapi maksudnya sudah cukup jelas.
Zhou Liming tak keberatan, "Mayjen, kami bisa memahami."
Setelah berdesakan selama lebih dari satu jam, akhirnya kami tiba di pinggiran New Delhi. Pemerintah India mendirikan pos pemeriksaan di sini dimana semua kendaraan dan orang yang masuk harus diperiksa. Setelah Mayjen Sanjay menunjukkan dokumen identitas, prajurit di pos perbatasan baru mengizinkan kami lewat. Melewati pos pemeriksaan, mobil di jalanan mulai berkurang. Setelah terbiasa melihat kerumunan di luar, jalanan yang sebenarnya masih ramai ini justru terasa agak sepi.
Kesan Zhou Liming, India yang fokus pada perkembangan militer, bahkan ibu kotanya selain luas, tingkat kemakmuran hanya bisa dibandingkan dengan kota tingkat dua di wilayah pesisir.
Di jalanan, tenda-tenda terlihat di setiap sudut. Banyak orang dengan ekspresi kaku duduk di trotoar. Di mata mereka, Zhou Liming melihat mati rasa. Bentuk semenanjung membuat zona makmur India jatuh dengan cepat. Persediaan yang besar sama sekali tidak bisa dievakuasi, langsung menjerumuskan mereka ke dalam krisis makanan saat ini.
Sanjay mengatur penginapan di hotel tamu asing. Di sini ada prajurit yang berjaga, orang-orang tak berkepentingan mustahil mendekati area ini.
