Mendengar desiran peluru yang melintas di dekat telinganya, Zhou Liming menggenggam erat senapan runduknya.
Di dalam zona radiasi, mereka yang mengenakan baju antiradiasi—baik prajurit binatang buas maupun bukan—semua diperlakukan seperti prajurit biasa. Transisi tiba-tiba ke medan pertempuran ini membuat Zhou Liming sedikit tidak nyaman. Mengingat adegan prajurit dalam film yang pernah ditontonnya dulu, yang selalu digambarkan gemetar ketakutan, kini akhirnya ia memahami perasaan mereka.
Bayangkan, hanya lebih dari lima puluh orang, namun ingin menghentikan hampir seribu prajurit India yang dibuang dan terjerumus dalam kegilaan, benar-benar membuat orang merasa gila.
Lokasi ini sangat terbuka, kecuali beberapa bukit pasir kecil, tidak ada tempat yang bisa dijadikan perlindungan. Para ahli semua telah naik ke dalam kendaraan lapis baja, lalu mundur cepat ke belakang. Para prajurit India yang terpapar radiasi ini, semua kendaraan mereka telah dihancurkan oleh senapan runduk. Tanpa mobil, sama sekali tidak mungkin mengejar kendaraan lapis baja.
Karn tengkurap di hamparan pasir, lalu merayap ke semak rumput liar yang mengering sambil memeluk senjata serbu, ia mengaum: "Penembak runduk, jangan biarkan mereka terlalu dekat!"
Mendapat perintah, seorang penembak runduk dari Pasukan Salju Rusia yang awalnya bersandar di bukit pasir sambil memeluk senapan runduk, tiba-tiba berguling dengan keras. Senapannya "Brak!" terpasang di bukit pasir, disusul suara ledakan "Braak!" yang dahsyat. Aliran udara dari tembakan itu bahkan membuat pasir di bukit beterbangan. Seorang prajurit India yang sedang berlari gila-gilaan di kejauhan tiba-tiba terbelah dua. Darah merah pekat menyembur ke udara, sementara senjata prajurit itu terlempar dan menancap di gundukan pasir.
Daya tembus mengerikan senapan runduk ini baru saja memulai aksinya. Prajurit kedua yang mengikuti di belakang bahkan belum sempat bereaksi ketika peluru telah menembus perutnya, membelah tubuhnya menjadi dua bagian. Ekspresi wajahnya yang mengerikan dipenuhi rasa tak percaya sebelum akhirnya roboh perlahan.
Satu butir peluru telah merenggut nyawa lima prajurit sekaligus sebelum akhirnya menghilang dalam tumpukan pasir.
Namun para prajurit India yang telah terjerumus dalam kegilaan ini, sejak saat mereka terpapar radiasi, sudah lama tidak menganggap diri mereka sebagai manusia hidup-hidup. Mereka semua berlari maju sambil melolong-lolong.
Zhou Liming mengintip diam-diam. Hanya dalam sekejap, orang-orang ini secara tak terduga telah mendekat hingga jarak seribu meter. Dari segi kecepatan serbuan, mereka benar-benar tangguh. Untuk jarak seribu meter, Zhou Liming hanya menyapu sekilas dengan teropong bidik, lalu dengan tegas menarik pelatuk.
"Braak!" Suara gemuruh bergema. Senapan runduk sedikit terhentak saat peluru melesat keluar dengan menderu.
"Bra!" Kepala seorang prajurit langsung berubah menjadi ampas beterbangan. Seluruh tubuhnya terhempas ke belakang oleh daya hantam dahsyat, jatuh keras dan menghantam tanah berpasir.
Huang Dazhang tersenyum tipis ke arah Zhou Liming, menyangga senapan runduk di tangannya, lalu juga melepaskan tembakan "Braak!" yang menggema.
Kabut darah seketika muncul di tengah-tengah pasukan gila ini, kemudian tujuh orang roboh. Tubuh mereka tertembus lubang berdarah dari peluru senapan runduk yang langsung merenggut nyawa. Pengalaman matang Huang Dazhuang memaksimalkan hasil tembakan. Dalam formasi serbu padat di area terbuka, kekuatan senapan runduk berat cukup untuk menembus tujuh-delapan orang sekaligus.
Kini Zhou Liming akhirnya memahami kesenjangan kemampuan antara dirinya dengan mereka. Meski tembakan tepat ke kepala akurasinya tinggi, tapi situasi saat ini bukanlah adu ketepatan melainkan bagaimana cara menghilangkan musuh dalam jumlah besar.
Seluruh X kecuali Qiao Binsen yang menggunakan senapan mesin, anggota lainnya seragam senapan runduk. Ditambah persenjataan personel lain, jumlah total mencapai 13 pucuk senapan runduk - cukup untuk menyebut mereka sebagai pasukan penembak runduk sejati.
Di bawah tembakan jarak jauh 13 senapan runduk, dalam formasi serbu yang padat, satu tembakan selalu bisa menghabisi dua hingga tiga orang. Saat beruntung, satu tembakan saja bisa menjatuhkan lima hingga enam orang. Kekuatan mematikan senapan runduk berat cukup untuk menyebabkan cedera parah hanya dengan sentuhan ringan. Korban yang tertembak menunjukkan cara mati yang sangat kejam - hampir separuh tubuh mereka hancur berkeping-keping.
Menyadari betapa mematikannya senapan runduk, seorang pemimpin meneriakkan perintah agar regunya segera berhamburan.
Sebutir peluru tiba-tiba melesat. Sebelum sang pemimpin sempat menoleh, seluruh perutnya telah hancur menjadi bubur. Bagian atas tubuhnya terlempar ke udara oleh daya hantam, berputar beberapa kali sebelum akhirnya jatuh tak berdaya. Kaki-kakinya yang tersisa menyemburkan darah yang membentuk kabut merah tebal di udara.
Tapi jumlah mereka terlalu banyak. Mustahil senapan runduk bisa menghentikan laju mereka. Dalam beberapa detik, beberapa pasukan telah bergerak maju hingga jarak lima ratus meter.
Kapasitas magazen M99 hanya lima butir, yang digunakan untuk menghadapi radar, kendaraan lapis baja, dan sejenisnya sebenarnya cukup. Namun saat digunakan untuk membunuh manusia, lima peluru ini tidak terlalu efektif. Zhou Liming hanya berhasil menghancurkan tujuh orang menjadi tumpukan ampas dengan lima pelurunya. Meski magazen cadangan yang dibawa cukup banyak, tetap saja tidak bisa membunuh banyak orang. Mereka semua adalah pelarian berbahaya, bahkan jika pemimpinnya dibunuh, mereka tetap menerjang tanpa terpengaruh sama sekali.
Melihat mereka telah bergerak maju hingga lima ratus meter, Karn berteriak: "Penembak senapan mesin, bersiap!"
Seluruh tim hanya dilengkapi senapan runduk, senapan mesin, dan senjata serbu dengan daya tembak yang sangat ganas. Tapi menghadapi serbuan hampir seribu orang, semua orang menahan napas tegang.
Qiao Binsen dengan dingin bertiarap. M134 di tangannya menekan pelatuk secara ritmis. Enam laras senjata berputar perlahan digerakkan oleh perangkat penggerak putar, namun putarannya tidak mencapai kecepatan tembak. Mesin hanya melakukan pemanasan awal, siap masuk ke mode tembak kapan saja.
“Sialan, datanglah! Ingin mengambil nyawaku? Masih terlalu pagi!”
400 meter, 300 meter, 200 meter, 100 meter... Dalam jarak yang terus memendek, suara tembakan bergemuruh seperti petasan. Peluru menyapu bukit pasir tak henti, mencipratkan gumpalan-gumpalan lumpur yang membuat debu beterbangan. Semakin banyak peluru melintas di atas kepala dengan suara "cicit-cicit". Rerumputan kekuningan terus terpotong oleh peluru, diterbangkan angin menggelinding di permukaan lumpur menuju kejauhan.
Qiao Binsen menarik napas dalam lalu tiba-tiba meneriakkan pekikan. M134 yang telah dipanaskan tiba-tiba meningkatkan kecepatan. Lidah api menyembur tak henti sementara selongsong kosong terlempar keluar. Rantai peluru terus dilahap mesin senapan, berubah menjadi gelombang logam yang mengerikan, menghujani musuh yang telah memasuki jarak 70-80 meter bagai cadar yang menutupi wajah.
“Da... da... dadada... da...”
"Prajurit India yang maju dengan fanatik, tubuh mereka terus-menerus tertembak peluru, memicu percikan darah seperti bunga sebelum akhirnya ambruk. Jerit kesakitan bergema di mana-mana, di area yang menjadi sasaran lidah api, senapan mesin terus berayun-ayun memuntahkan peluru. Para prajurit yang menyerbu seperti gandum yang dituai, dalam sekejap mata puluhan orang sudah tewas, hamparan pasir berubah merah darah."
Zhou Liming ternganga, dibandingkan ini baru benar-benar alat pemanen nyawa sejati. Daya tembak yang ganas membuat tak seorang pun bisa mendekat.
"Ah... Aku sialan kena tembak, aku kena tembak!"
Terlihat seorang pasukan khusus Eropa tiba-tiba berguling-guling di tepi bukit pasir tak jauh dari situ. Tangannya memeluk paha yang berlubang peluru, darah memancur membasahi pasir.
"Mendengar keputusasaan dalam suaranya, semua orang tak berdaya menghadapinya. Pakaian antiradiasi yang sobek sudah tidak berfungsi. Dia telah terpapar radiasi saat tertembak itu. Begitu terpapar radiasi, perbedaannya dengan kematian hanyalah kau masih hidup, tapi lebih menderita daripada mati."
"Tidak... Tidak... Tuhan..." Mungkin menyadari nasibnya, pasukan khusus ini mengamuk. Tiba-tiba dia memungut kembali pistol yang baru saja dibuang, menyeret kaki yang terluka, berdiri tegak lalu berlari keluar dari gundukan pasir sambil terus menembaki: "Ayo sini, anjing! Akan kubunuh kalian semua! Akan kubunuh kalian semua!"
Beberapa prajurit India yang menyerbu terkena tembakannya. Dada mereka menyemburkan bunga darah sebelum akhirnya jatuh perlahan.
Suara "Brak! Brak!" bergema. Peluru juga melubangi tubuh pasukan khusus pemberani ini, membuat beberapa bunga darah bermekaran. Gerakannya terhenti, lalu tubuhnya terjatuh.
