Matahari terik di siang bolong, mereka memarkir mobil di rindang pepohonan pinggir jalan.
"Cuaca hantu begini!" Huang Dazhuang mengusap keringat di dahinya, membuka air mineral lalu menenggak sebotol penuh. Botol kosong itu meluncur beberapa meter sebelum masuk tepat ke tong sampah. "Kau tunggu di sini, aku akan beli makanan."
Zhou Liming seolah teringat sesuatu: "Apakah kami mendapat gaji?"
Huang Dazhuang tertegun sejenak, lalu tersenyum sambil berkata: "Menjadi tentara menerima gaji, mana mungkin tidak ada upah. Seperti aku, gajinya 13.000 yuan." Namun dia menghela napas: "Kau juga lihat, 13.000 yuan hanya cukup untuk membeli 100 botol air mineral. Sekarang uang 10.000-an yuan, bisa digunakan untuk apa?" Di wajahnya yang jujur terpancar kebingungan samar.
Harga barang di Kota XiangA meski tidak melonjak separah saat kabur dari Kota B Zhejiang dulu, tapi dalam dua bulan terakhir sudah naik puluhan kali lipat.
Dulu gaji 10.000-an yuan masih bisa hidup berkecukupan, tapi sekarang? Bisa kenyang saja sudah syukur. Karena tak ingin kembali ke Kota Huanghua, mereka berdua makan siang di jalanan. Satu kotak makan biasa harganya sudah 200-an yuan, itu pun hanya berisi beberapa potong daging. Kini persediaan terbatas, daya tarik utama kotak makan hanyalah ada sedikit kuah berminyak. Kalau tidak, siapa yang mau membeli? Bukankah lebih baik mengambil jatah gratis di pos bantuan pemerintah?
Berjongkok di pinggir jalan menyelesaikan makan siang, lalu melempar kotak makanan, keduanya kembali berjalan menyusuri jalan.
Setelah meninggalkan wilayah pusat kota, pejalan kaki di jalanan menjadi jarang, banyak orang berdiam di rumah. Pemandangan di bawah jembatan penyeberangan cukup mencolok, berbaris tenda-tenda yang dihuni banyak orang. Di sepanjang jalan utama, hampir tak terlihat mobil sama sekali, sunyi senyap.
"Ciiit!" Zhou Liming tiba-tiba menghentikan mobil, bertanya: "Kak Huang, kau dengar sesuatu?"
Huang Dazhuang memiringkan telinganya, mendengarkan sejenak lalu menggeleng: "Ada apa?" Zhou Liming menunjuk ke permukiman kompleks di samping: "Sepertinya ada teriakan minta tolong." Mata Huang Dazhuang berbinar penuh hasrat, mengeluarkan tawa licik "hehe": "Mari kita intip."
Memutar bagian depan mobil, mereka menerobos masuk ke permukiman itu dengan suara gemuruh "braak".
Dibandingkan dengan gedung pencakar langit di jalan luar, kawasan permukiman ini banyak berupa desa di dalam kota. Rumah-rumah rendah berdiri dengan jalanan yang sangat kotor, genangan air limbah menyebarkan bau menyengat. Meski demikian, tempat ini tetap dihuni banyak orang. Dentuman motor membuat beberapa gorden diam-diam ditarik, seseorang menjulurkan kepala lalu seketika menariknya kembali seperti ketakutan.
Pendengaran kultivasi Zhou Liming segera menuntun mereka ke sebuah gang kecil.
"Ah, lepaskan aku! Lepaskan! Tolong... tolong..."
"Plak!" Suara mengumpat kejam menggema, "Kuberi kau teriak! Teriak sampai lehermu hancur pun tak ada gunanya! Takkan ada yang berani ikut campur! Bekerja sama baik-baik dengan Tuan Yang Mulia, atau kubunuh kau!" Ancaman itu hanya menghentikan jeritan sesaat sebelum korban kembali meronta-ronta.
Suara baju terkoyak terdengar, disertai tawa tak terkendali beberapa pria: "Sialan, perempuan memang hina, tidak dipukil tidak puas."
Dentuman motor seolah membangunkan mereka, gerakan mereka terhenti. Seorang suara berkata: "Kakak, sepertinya ada yang datang, apa yang harus kami lakukan?" Suara garang sebelumnya membentak: "Takut pada omong kosong! Datang pun bagaimana? Berani ikut campur urusan kami? Sialan, kami akan membunuhnya!"
Zhou Liming memarkir motornya lalu melangkah memasuki gang kecil itu. Tak disangkanya di siang bolong masih ada yang berminat main "game pemerkosaan" seperti ini.
Huang Dazhuang tidak mengikuti. Setelah berhenti, ia mengeluarkan sebungkus rokok dari saku, menyalakan sebatang dengan nikmat. Asapnya mengepul sambil matanya menyipit, bergumam: "Manusia zaman sekarang... Mungkinkah keamanan kota benar-benar sudah bobrok sampai tingkat seperti ini?"
Setelah sel-sel Zhou Liming direkonstruksi ulang melalui pembelahan sel, tubuhnya tidak lagi kurus dan lemah seperti dulu. Berdiri di pintu masuk gang kecil, bayangannya membuat cahaya di dalam gang menjadi semakin redup.
Di dalam gang, enam pria mengerubungi dua perempuan. Baju mereka terkoyak, memperlihatkan kulit putih bersih yang hanya tertutupi pakaian dalam. Bekas merah di tubuh mereka menunjukkan perlakuan kasar para pria tersebut. Saat ini, kedua perempuan itu terjatuh di tanah, meringkuk seperti bola. Dua dari para pria tersebut bahkan sudah mengeluarkan Lao Er dan mulai bermain-main dengannya.
"Nak, jangan ikut campur urusan orang. Mungkin setelah kami puas, kau bisa ikut merasakan juga," seorang pria besar dari timur laut mengeluarkan peringatan.
Zhou Liming menghela napas, lalu melangkah masuk sambil berkata dengan datar: "Dengan mengenakan seragam ini, bukankah seharusnya aku turun tangan saat melihat hal seperti ini?"
Pemimpin kelompok itu bertubuh sangat tinggi, hampir 1,9 meter, tampak ganas. Dia tertawa terbahak: "Wah, masih rekrutan baru! Gouzi, kalian uji dia. Lihat apakah latihannya sudah selesai. Jangan-jangan cuma pasukan baru yang sok jadi pahlawan." Matanya berkedip seolah mengingat sesuatu: "Beberapa hari lalu juga ada dua rekrutan baru penuh rasa keadilan. Tapi mayat mereka masih terlempar di selokan. Kurang dua orang, komandan mereka tentu tidak akan ketahuan, kan?"
Keenam pria di sini semuanya bertubuh perkasa. Dua di antaranya langsung bergerak mendekati Zhou Liming tanpa sepatah kata. Di mata mereka, meski Liming terlihat kuat, bisa diselesaikan dalam satu ronde. Dalam masyarakat sekarang yang penuh tekanan, mereka mulai menjalani kehidupan penuh guncangan seperti ini.
Bukankah ada pepatah: "Matilah di bawah peoni, jadi hantu pun tetap anggun"?
Begitu merasakan nikmatnya rasa pemerkosaan, siapa yang bisa menahan diri? Saat ini seluruh dunia sudah gila, mana mungkin pemerintah punya pikiran untuk mengurus hal-hal begini? Dalam sebulan, setidaknya sudah kucicipi puluhan perempuan berbeda. Cukup dengan membayangkan wanita-wanita yang mustahil kusentuh seumur hidup ini, kini merintih di bawah pangkuanku, darahku pun mendidih.
Kini ada orang yang mau ikut campur dalam urusan baikku, mereka tak segan menjadikannya bagian dari populasi yang hilang. Lagipula di Kota XiangA sekarang, hampir setiap hari ada kematian.
Keenam orang ini memang kejam dan licik. Gouzi bersama seorang lainnya langsung mengapit Zhou Liming dari kiri-kanan, menyerbu sambil mengayunkan tinju menghantam.
Zhou Liming mengulurkan tangan, hanya mengacungkan satu jari. Dengan gerakan mencerminkan kiri-kanan, jarinya menahan kedua tinju mereka. Di balik tatapan terkejut kedua penyerang, satu jari itu menghentikan serangan secepat badai di angkasa. Sulit dipercaya, satu batang jari bisa meredam kekuatan sebesar itu.
Kekuatan prajurit binatang buas, bahkan dalam kondisi biasa, satu pukulan mampu mencapai ribuan kilogram. Bagaimana mungkin mereka bisa menghancurkan kendaraan lapis baja menjadi besi tua tanpa kekuatan seperti ini? Kekuatan jenis ini sama sekali di luar pemahaman mereka, mengingat status prajurit binatang buas masih termasuk informasi rahasia negara yang belum diumumkan.
Zhou Liming tersenyum tipis, kemudian menarik tangannya kembali. Tiba-tiba ia mengayunkan tinju dan menghantam.
Dua suara "Krak" bergema. Keduanya baru merasakan tulang dada mereka patah setelah menyadari pukulan telah mendarat di dada. Rasa sakit yang menyiksa langsung menyambar otak, membuat sistem saraf crash. Setelah teriakan kesakitan reflek, seluruh tubuh mereka melayang ke angkasa dan terhempas belasan meter sebelum akhirnya pingsan.
Melihat darah mengalir dari mulut keduanya, Zhou Liming menggelengkan kepala dan menghela napas: "Kekuatan masih belum bisa terkendali dengan baik."
Empat orang yang tersisa masih belum sadar kembali. Mereka tidak paham, bukankah berat badan Gouzi dan kawannya hampir dua ratus jin? Bagaimana bisa mereka terlempar belasan meter seperti mainan? Jika mereka bukan mainan, maka... Tiba-tiba bulu kuduk mereka berdiri. Kekuatan mengerikan seperti apa yang dibutuhkan untuk melakukan ini?
Dua wanita yang sedang meringkuk itu seakan melihat harapan. Mereka membuka mulut ingin berteriak minta tolong lagi.
Tapi mulut mereka hanya terbuka lebar tanpa suara. Alasannya sederhana: pria besar pemimpin itu membawa pistol yang sedang menunjuk Zhou Liming. Keputusasaan kembali menyelimuti dada mereka. Mereka tahu betul asal-usul orang-orang ini. Setelah dipermainkan, biasanya korban akan dibunuh dengan kejam.
Dalam kekacauan, perempuan selalu menjadi pihak lemah. Jika hanya diperkosa, mungkin mereka anggap seperti mencari one night stand di bar - takkan melawan. Inilah foto nyata perempuan-perempuan di masa kini.
“Nak, kau bukan jago bertarung? Ayo, lawan aku!” Pria besar ini berkata dengan ganas, lalu menunjukkan senyum sadis: “Pergi, mainkan dua perempuan ini sampai mati di depannya. Bukankah dia punya rasa keadilan? Aku ingin lihat ekspresinya saat kejahatan terjadi langsung di depan matanya.”
Dua pria yang baru saja mengganggu Lao Er tertawa terbahak, lalu menerjang kedua perempuan yang berteriak ketakutan.
Ekspresi Zhou Liming berubah dingin. Tiba-tiba ia menoleh dan bertanya: “Kakak Huang, izin apa yang dimiliki X kami?”
Huang Dazhuang memetikkan puntung rokoknya sambil berucap datar: “Izin pembunuhan!”
Zhou Liming pun bergerak. Dengan senyum tipis di wajahnya, ia melangkah maju.
Pria besar itu menunjukkan raut wajah mengerikan sambil mengaum: “Kau sialan bunuh diri!” Tanpa ragu, ia menarik pelatuk. Dentuman keras menggema saat peluru keluar dari laras.
Tangan Zhou Liming sama sekali tidak terlihat bergerak, namun saat jeda, terlihat dia mengulurkan tangan dengan kepalan, seolah menggenggam sesuatu. Kemudian Zhou Liming perlahan membuka kepalannya, di telapak tangan terbuka itu terbaring tenang sebuah proyektil peluru - jelas merupakan hasil tembakan pria besar tadi.
"Ini... ini... ini mustahil..." Pria besar yang sudah basah keringat dingin itu kembali menarik pelatuk dengan gemetar.
Tapi kali ini dia tak punya kesempatan menembak. Zhou Liming sudah merampas pistol dari tangannya dalam sepersekian detik. Di bawah tatapan panik mereka, kedua tangan pemuda itu meremas-remas senjata hingga menjadi gumpalan logam tak berbentuk. Lalu Zhou Liming seolah menghilang, sepanjang gang kecil bergema jerit kesakitan, dan dalam setengah menit semuanya kembali sunyi sepi.
Saat Zhou Liming keluar dan menaiki motor, dua perempuan itu - masih setengah telanjang - berlari terhuyung-huyung sambil berteriak: "Pembunuhan! Ada pembunuhan!!"
