Berdasarkan posisi Antartika dan perhitungan waktu, saat ini seharusnya sore hari dengan matahari terbenam di barat.
Utara Antartika adalah lokasi rumahnya. Zhou Liming menyadari terbang ke arah berlawanan elemen api berarti menuju barat, bagai memburu matahari. Tapi dia tak sempat memikirkan itu - pusaran badai salju yang terbentuk terus menyebar, suhu mengerikan yang bahkan membuat elemen api pun melarikan diri, apalagi dirinya.
Penerbangan dengan kekuatan penuh paling banyak mengkonsumsi energi, tapi Zhou Liming terpaksa melakukannya. Menghadapi Antartika yang penuh bahaya, dia tak ingin berlama-lama di sana.
Terbang ke barat berarti hampir melintasi seluruh Antartika. Saat ini Zhou Liming yang tak mengenakan sehelai benang pun merasa frustrasi, semua masalah selalu jatuh di pundaknya. Setelah dipikir, jumlah binatang buas level tujuh yang mendarat kali ini ternyata tidak sedikit. Hanya dengan melihat Qing Niu yang tubuhnya 2-3 kali lebih besar dari Bei Gu Shou saja, sudah jelas itu seperti buldoser super - ke mana pun muncul, pasti menimbulkan bencana.
Untungnya kecepatan Zhou Liming cukup cepat. Setelah beberapa jam, akhirnya terlihat hamparan laut biru tak berujung.
“Bagaimana caranya aku malah semakin menjauh?” Ingatan Zhou Liming cukup mengejutkan, dia seolah teringat bahwa sisi paling barat Antartika seharusnya adalah Tanah Permaisuri Maud, dan setelah itu adalah Pesisir Putri Ragnhild. Bentuk lahan Antartika menurut cara larinya ini jelas bermasalah, sama seperti mengelilingi lingkaran.
“Api Element terbang ke timur, mungkinkah Amerika Selatan akan sial?”
Zhou Liming tidak tahu berapa banyak binatang buas tingkat raja dalam gelombang ketujuh, tapi jumlahnya pasti tidak banyak. Sebuah benua bisa mendapat beberapa ekor saja sudah cukup membuat sakit kepala. Baguslah Api Element meninggalkan Benua Asia, karena daya hantamnya terlalu besar. Satu skill bentuk saja bisa membuat sebuah kota terhapus dari peta.
Matahari terbenam di ufuk barat, Zhou Liming tidak yakin jam berapa tepatnya. Setelah melihat lautan, dia sudah berlari ribuan kilometer dan seharusnya berhasil melepaskan diri dari Api Element.
Di garis pantai Antarktika, sejumlah besar binatang buas juga melakukan pendaratan. Mereka tampaknya sangat menyukai dinginnya tempat ini, mayoritas berwarna putih pucat. Saat ini Zhou Liming akhirnya memahami bahwa gabungan gen binatang buas bisa berupa makhluk mikroseluler, atau mungkin berbagai biota laut. Setelah kombinasi sukses, modifikasi akan dilakukan dalam waktu singkat, secara teori ini merupakan proses pengecoran ulang antara desain asli gen binatang buas dengan bentuk biologis inang yang ditempati.
Oleh karena itu, desain binatang buas seringkali memiliki kemiripan dengan hewan-hewan di Bumi.
Seperti monster es yang berevolusi dari beruang es. Dengan pengamatan teliti, tidak sulit melihat binatang asal evolusi wajah para binatang buas ini, sehingga secara alami bisa memahami beberapa kemampuan mereka. Tentu saja, ada juga binatang buas dengan wujud murni seperti Naga Terbang, yang umumnya memiliki kemampuan sedikit lebih kuat dibanding binatang buas setara level.
Mengingat sudah melepaskan diri ribuan kilometer dari unsur api, tak perlu lagi mengkhawatirkannya.
Zhou Liming berbelok ke utara dan terbang meninggalkan dunia es ini, terus melaju ke depan di atas lautan biru yang luas. Tak ada patokan untuk menentukan posisinya, ia hanya bisa terbang mengikuti arah perkiraan, lalu perlahan menyesuaikan arah terbang hingga menemukan jalur yang tepat.
Kegaduhan yang terjadi di Antartika pasti telah menarik perhatian negara-negara di seluruh dunia. Kemampuan pengawasan satelit memang terlalu kuat, target besar mudah terdeteksi oleh mereka. Apalagi ketika energi mencapai level tertentu, reaktor energi di satelit akan langsung memberi peringatan, mustahil lolos dari pengawasan mereka.
"Punggung telanjangku pasti sudah terpampang di meja kerja para pemimpin negara, ya?"
Zhou Liming hanya bisa tersenyum getir memikirkan hasil ini. Ia tak tahu apakah ini sebuah kehormatan atau justru malapetaka.
Dalam perjalanan pulang, Zhou Liming berusaha terbang sedekat mungkin dengan permukaan laut. Setelah memisahkan diri dari Antartika, kecepatannya pun secara refleks melambat. Dia tak ingin lagi menarik perhatian negara-negara. Bukan karena takut, hanya tidak mau memicu terlalu banyak masalah. Saat ini, Zhou Liming bukan lagi seorang bujangan tanpa beban, sudah selayaknya memiliki pertimbangan tertentu.
Posisi ini seharusnya berada di Samudra Hindia. Di wilayah laut yang luas ini, hampir tak terlihat pulau sama sekali. Selain air laut biru kehijauan, tak ada objek lain.
Lautan yang megah ini sesekali dihiasi ombak besar. Sebenarnya iklim di lautan dan daratan relatif sama. Di area ini hujan deras masih turun, namun di zona lain justru cerah berlimpah sinar matahari. Saat terbang di atas laut, kita bisa menyaksikan gulungan ombak setinggi 20-30 meter, juga riak kecil yang bergelombang seperti danau. Pantas saja orang bilang lautan adalah maut yang tak terduga. Saat sedang baik hati, permukaannya tenang tanpa gejolak. Tapi ketika murka, ia mampu mengobrak-abrik gelombang raksasa yang menggunung.
Kecepatan terbang Zhou Liming tidak terlalu tinggi, setara dengan kecepatan jelajah pesawat penumpang, yaitu sekitar 600-700 kilometer.
Dari depan terdengar suara aneh yang seolah berasal dari dasar laut. Permukaan laut yang tenang ternyata mulai bergetar akibat suara ini, mirip panggilan makhluk laut tertentu. Awalnya Zhou Liming tidak memperhatikan, namun saat terbang mendekati wilayah ini, pilar-pilar air tiba-tiba menyembur dari dalam laut.
Pilar air setinggi ratusan meter ini memiliki daya hantam luar biasa. Meski terbang di ketinggian 100 meter, Zhou Liming tiba-tiba terjebak dalam labirin pilar air yang mengepungnya.
Bagai duri tanah yang terus bermunculan, pilar air terus menyembur dari kedalaman laut yang tenang. Untungnya refleks Zhou Liming yang layak disebut siluman memungkinkannya menggeliat dengan lincah di antara ratusan pilar air, menghindari setiap semburan dengan gesit.
Meski begitu, pilar-pilar air yang melesat ke langit lalu jatuh kembali itu tetap membuat Zhou Liming menikmati mandi air laut, merasakan dinginnya mandi air laut yang membeku.
Melihat ke bawah, di permukaan laut, sekelompok besar binatang buas laut yang berukuran raksasa sedang bergerak, rapat dan padat, tak terhitung jumlahnya. Bentuk mereka agak mirip gurita, tapi sama sekali tidak seperti gurita, malah lebih menyerupai paus raksasa. Paus-paus raksasa ini memiliki belasan tentakel berbentuk tabung di sekujur tubuhnya. Saat menyerang, mereka mengulurkan tentakel-tentakel ini ke permukaan air dan terus-menerus menyemburkan pilar air.
Zhou Liming terdiam takjub, tak menyangka di lautan juga ada binatang buas semacam ini yang hidup di dalam air.
Melihat Zhou Liming telah keluar dari zona serangan mereka, kawanan paus buas ini terpaksa menarik kembali tentakel-tentakel mereka. Saat berenang, tentakel-tentakel itu bergelombang naik turun mengikuti gerakan air laut. Kawanan paus buas perlahan tenggelam, hanya dalam beberapa saat telah menghilang dari permukaan laut, entah berenang ke arah mana.
Adegan penuh bahaya namun selamat ini membuat Zhou Liming semakin waspada, ia kembali menaikkan ketinggian hingga sekitar 300 meter.
Setelah terbang lebih dari dua jam, cuaca mulai memudar. Melihat ada pulau kecil di depan, Zhou Liming yang telah kelelahan sejak pagi memutuskan untuk tidak melanjutkan penerbangan saat hari hampir gelap. Ia pun mendarat di pulau kecil itu.
Pulau ini sangat kecil, hanya beberapa kilometer persegi, dipenuhi tumbuhan tropis dan sepetak hutan kecil.
Dengan indra keenamnya, Zhou Liming memastikan tidak ada binatang buas di seluruh pulau. Dengan tenang ia mendarat di pantai, mendekati karang-karang kecil. Tangannya dengan cekatan mengumpulkan kerang, menghancurkan cangkangnya dengan jari, lalu mengambil daging kerang di dalamnya.
Mengingat pelajaran dari kitab kuno, daging kerang yang diiris tipis dan dimakan mentah memberi sensasi luar biasa - manis alami dengan aroma laut segar yang menggugah selera.
Tapi Zhou Liming tidak begitu suka. Lagipula di tengah kegelapan malam tak ada apa-apa. Ia mengumpulkan ranting-ranting kering, mengarahkan cahaya kematian ke tumpukan ranting itu untuk menyalakan api. Kemudian menyate daging kerang menjadi beberapa tusuk dan memanggangnya di atas bara. Aroma wangi segera tercium. Setelah memastikan semuanya matang sempurna, barulah Zhou Liming mencicipinya satu per satu.
Kerang-kerang yang hidup di laut umumnya memiliki daging dengan rasa asin alami. Saat dipanggang, rasanya benar-benar lezat.
Setelah menghabiskan belasan tusuk daging kerang - total lebih dari dua jin - perutnya pun kenyang. Sejujurnya, di era ini sangat sulit menikmati hidangan laut segar. Bahkan para pemimpin negara atau orang-orang berkuasa setara Kaisar pun hampir mustahil mendapatkannya. Di zaman dimana binatang buas bertebaran di mana-mana, wilayah pesisir telah menjadi zona terlarang bagi manusia. Tak mungkin kita membabi buta menangkap ikan di lautan hanya untuk sekali makan, bukan?
Setelah beristirahat semalam, saat fajar masih samar-samar, Zhou Liming kembali meninggalkan pulau kecil ini dan melanjutkan penerbangan ke utara.
Setelah beberapa jam, akhirnya melihat daratan. Memikirkan dirinya yang saat ini telanjang, Zhou Liming menemukan sebuah kota. Tanpa peduli keberadaan binatang buas di jalanan bawah, dia mendarat dari langit lalu mengangkat kaki dan menendang dinding. Suara "Braak!" bergema, seluruh dinding runtuh ditendangnya, debu beterbangan sejenak.
Masuk ke dalam, ternyata adalah toko pakaian yang masih terjaga utuh.
Mengeluarkan setelan baju olahraga, setelah mencari-cari akhirnya menemukan celana dalam dan celana panjang. Dia membekali diri dengan pakaian tersebut. Tidak ada sepatu bot di sini, tapi Zhou Liming tidak buru-buru. Keluar dari toko itu, dia melihat label yang bertuliskan aksara tak dikenalnya namun bergambar sepatu. Sekali lagi menggunakan kekerasan, pintu besar ditendangnya hingga terlempar. Masuk ke dalam dan menemukan sepasang sepatu olahraga, dipakainya dengan puas.
Saat keluar, beberapa binatang buas mencium suara dan berlarian ke arah sini. Menggeram dengan gigi terkamang, mereka langsung melancarkan serangan kepada Zhou Liming.
Zhou Liming tidak tertarik dengan binatang buas level rendah ini. Sebelum mereka menerjang, dengan keras dia menghentakkan kaki, tubuhnya sudah melesat ke langit. Kemudian mengendalikan energi, melanjutkan perjalanan ke utara. Berdasarkan pengetahuannya tentang peta dunia, tempat ini seharusnya berada di sekitar zona Samudra Hindia, lokasi pastinya sulit dipastikan.
Melewati daratan yang tidak terlalu luas, muncul sebuah selat besar. Zhou Liming seolah memahami lokasi ini. Jika prediksinya benar, ini seharusnya daerah sekitar Selat Malaka.
Dugaan Zhou Liming tepat. Setelah melewati Malaka, dia muncul di atas Laut China Selatan. Satu jam kemudian, tiba di posisi Vietnam Selatan. Mengetahui tidak ada pengawasan satelit di sini, Zhou Liming secara alami tidak perlu lagi mengurangi kecepatannya. Dengan kekuatan penuh, tubuhnya hampir berubah menjadi angin sepoi-sepoi, melesat ke utara.
