Pamer nyonya bidadari.
Memandang super topic yang baru dibuat sudah rapuh, Ji Ying mengedipkan mata lalu menoleh ke arah Fu Jingshen.
Kok ada orang yang ke mana-mana... selalu menarik kebencian ya.
Namun, mengingat Fu Jingshen takkan memperhatikan ini, Ji Ying menaruh kembali ponsel dan tak lagi memberitahukan kabar menyebalkan ini.
Ji Ying melirik terakhir kali super topic yang lahir langsung meninggal muda ini, lalu diam-diam keluar dari Weibo.
Terhadap teriakan di dunia maya, Grup Fu tidak merespons, tidak menyangkal, dan meremehkan, sepenuhnya mempertahankan sikap dingin bagai gunung tak tergoyahkan meski diterpa angin dari segala penjuru. Hanya saja, meskipun opini publik di internet meledak-ledak, ada batasan waktu efektifnya.
Setelah hari itu, dua pihak yang bersangkutan menghilang bak dewa, menghilang secara samar dari pandangan netizen. Mayoritas netizen sekadar ikut nimbrung lihat keramaian, sementara sebagian kecil penggemar penampilan fisik membuat super topic sendiri, setiap hari menjilati wajah dalam video dengan berbagai gaya, setiap hari menghela napas menyesali si tua bangka yang merebut cinta dengan paksa.
Belakangan ini Ji Ying sibuk mempersiapkan ujian mengemudi, baru pada akhir Juli akhirnya berhasil memperoleh SIM baru. Saat latihan mengemudi, pelatih pribadi sering memuji ketenangan hati dan sifat tenang Ji Ying, kedepannya mengemudi sendiri pun pasti tak masalah.
Maka di hari penerimaan SIM, Ji Ying pun bersemangat menyiapkan diri untuk mengemudi di jalan.
Saat memilih siapa yang akan menjadi penumpang pertama di kursi penumpang, Ji Ying sedikit dilema. Akhirnya, antara Wen Yue dan Fu Jingshen, dia memilih Fu Jingshen.
Alasannya sederhana. Tentu dia tidak bisa membiarkan Wen Yue merasa cemas, tapi Fu Jingshen yang pernah bersumpah akan menderita kerugian mental bisa menerima risiko ini.
Malam itu, Ji Ying memfoto SIM barunya dan mengirimkannya ke grup keluarga. Keluarganya belum tahu dia diam-diam mengambil SIM bulan ini. Foto ini langsung memicu gelombang reaksi begitu dikirim.
Ji Tianze: [Kapan Sayang bisa dapat SIM?]
Yu Wanqing: [Iya, kok tiba-tiba kepikiran ambil SIM? Mengemudi itu bahaya sekali!]
Ji Ying terdiam sejenak, bingung bagaimana menjawab. Untung pesan Ji Chen meredakan suasana: [Fotonya bagus]
Melihat nama Ji Chen, Ji Ying tiba-tiba ingat bahwa Ji Huai juga ada di grup itu, meski tahun-tahun ini selalu berada di bawah radar dan tak pernah mengobrol.
Maka Ji Ying dengan sengaja mention kakak kedua mereka di grup, dengan lihai mengalihkan masalah ke pihak lain: [Sungguh mobil sport pemberian kakak kedua terlalu cantik, aku tidak tega tidak mengendarainya]
Yang mengejutkan, Ji Huai yang sedang mengintip grup langsung mengirim pesan pribadi setelah melihat dirinya dijadikan kambing hitam: [Hiks, ngobrol ya ngobrol, ngapain di-cue kakak?]
Ji Ying menahan senyum di sudut bibir, mengabaikan Ji Huai, dan kembali mention dia di grup: [Kak, setuju kan?]
Ji Huai DM-nya: [Jangan seret kakakmu jadi tameng!]
Ji Ying pura-pura lupa, kembali kirim di grup: [Kak, jangan selalu chat pribadi dong, ngomongnya di grup saja]
Ji Huai mengiriminya satu tusuk titik-titik.
Grup mendadak sunyi.
Beberapa detik kemudian.
Ji Huai dengan foto profil wajahnya muncul: [Aku belikan untuk pajangan, bukan untuk dikendarai]
Ji Ying: "..."
Ji Huai melanjutkan oper kambing hitam ke target berikutnya: [Apa Fu Jingshen yang setuju kau bawa mobil?]
Untunglah Fu Jingshen tidak ada di grup chat…
Ji Ying menuruni tangga sambil membalas: [Setuju, aku janji pada Kakak ketiga, besok akan mengantarnya kerja]
[Tenanglah para hadirin, dengan Kakak ketiga di sini, tak akan ada masalah]
Ji Huai: [。]
Ji Chen: [。]
Ekspresi Ji Ying terhenti sejenak, mencium sesuatu dengan naluri tajamnya.
Sejak kecil, setiap kali pembagian perhatian tak merata, suasana akan semelankung ini.
Ji Ying cepat-cepat mengetik: [Aku juga akan mengajak kakak-kakak jalan-jalan!]
Ji Chen: [Besok jam lima setengah sore aku pulang kerja.]
Ji Huai: [Minggu depan aku kembali ke ibu kota]
Melihat suasana kembali harmonis, Ji Ying lega mengirim stiker kucing bahagia.
Ji Tianze yang duduk di sofa tiba-tiba meletakkan ponselnya dengan perasaan tak karuan saat membaca pesan terakhir putrinya.
Dadanya sesak, ia berdiri sambil melonggarkan dasi, "Kapan terakhir kali Yingying mengantarku kerja?"
Dia menatap Yu Wanqing di seberang, tanpa sadar melampiaskan amarah: "Fu San memang hebat ya."
Yu Wanqing: "..." Ia melototi Ji Tianze dengan kesal, "Kamu salah fokus? Ji Ying yang menyetir, kamu tega melepasnya?"
Ji Tianze memandang istriinya, tahu opini publik selama ini membuatnya tegang kembali.
"Wanqing, kau harus membiasakan diri dengan kedewasaan Ji Ying. Jangan lagi ikut campur persepsinya."
"Lagipula, ada Jingshen di sampingnya. Dia mampu, paham seni, dan akan membelanya dengan baik."
-
Keesokan paginya.
Mendengar suara Fu Jingshen kembali dari latihan pagi, bulu mata Ji Ying bergetar. Langsung membuka selimut, mengangkat tubuh dari ranjang, menatap tajam pria yang masih berkeringat dingin itu.
"Tidak tidur lagi?"
Fu Jingshen meliriknya, dengan lihai melepas T-shirt putih hingga kontur ototnya yang sempurna terpapar.
Pandangan Ji Ying tak kuasa mengikuti gerakan itu, lalu tiba-tiba memalingkan muka.
Mengapa kini penglihatan bisa otomatis memposisikan?!
Jangan-jangan terpengaruh oleh lingkungan buruk, dia juga ikut terdistorsi...
Ji Ying: "Tak ingin tidur lagi."
Fu Jingshen melepas celana panjang, dengan santai menyapukan pandangan ke arahnya: "Kemarin bilang sudah terlalu lelah, apakah itu bohong?"
Ji Ying: "..."
Khawatir terlambat bangun hari ini, semalam Ji Ying menolak permintaan tidak masuk akal pria itu.
Kini di pagi hari, durasi olahraga pria itu tampak lebih lama dari biasanya.
Sekali lagi Ji Ying mengagumi energi luar biasa yang dimilikinya.
Dia tahu tak boleh berlama-lama dalam topik ini, bisa-bisa terjadi hal tak diinginkan.
Ji Ying menggerakkan kaki turun dari ranjang, "Kalau begitu pagi ini kuberi kompensasi untukmu."
Fu Jingshen melirik jam kuarsa di dinding.
Pukul enam setengah.
Ia menggelengkan kepala, nada suara penuh penyesalan: "Aku harus berangkat kerja pukul delapan, waktunya tidak cukup."
Alis Ji Ying berkedut. Apa yang sedang dipikirkannya...?
“Siapa yang minta kompensasi seperti itu?” Ji Ying melirik dengan ekspresi setengah marah, suaranya sedikit dinaikkan saat menyatakan: "Kau suruh sopir istirahat hari ini, pagi ini aku yang akan mengantarmu kerja."
“Kau mengemudi… mengantarku?”
Ji Ying: “Tidak boleh?”
Fu Jingshen berhenti sejenak: “Ini kompensasimu?”
Ji Ying mengangguk: “Benar.”
“……”
Pukul setengah delapan.
Fu Jingshen tiba di garasi lantai bawah, matanya langsung tertuju pada siluet gadis anggun berbalut qipao kuning angsa yang berdiri di samping mobil sport merah.
Rambut hitam legamnya yang tak diikat hari ini terurai ditiup angin lembut, wajah mungilnya bak mutiara, sorot mata indahnya menembus dinginnya pagi.
Meski aura gadis itu kontras dengan keberanian mobil sport, pandangan orang tetap terpikat padanya sekilas.
Melihat pria itu mendekat, Ji Ying membuka pintu kursi penumpang: “Silakan duduk.”
Fu Jingshen menuruti, sementara Ji Ying menuju kursi pengemudi dan membungkuk masuk ke kabin.
Ji Ying memasang sabuk pengaman untuk dirinya sendiri, bibir merekah tersenyum pada Fu Jingshen: "Kakak ketiga, pertama kali aku membawa orang berkendara, aku memilihmu."
Fu Jingshen memutar-mutar cincin pernikahan di jarinya: "Haruskah kukatakan, aku merasa terhormat?"
Ji Ying menoleh memandangnya.
Fu Jingshen: "Aku merasa terhormat."
Ji Ying menyalakan mesin, kaki menginjak gas dalam-dalam. Mobil sport melesat cepat, hanya dalam hitungan detik, kendaraan itu meluncur bagai anak panah yang terlepas dari busurnya.
Sambil menyetir, Ji Ying diam-diam mengamati ekspresi Fu Jingshen dari sudut pandang. Namun pria itu tetap duduk dengan wajah datar, menatap lurus ke depan tanpa secercah kepanikan di raut wajahnya.
Melihat usahanya menakuti gagal, Ji Ying menggembungkan pipi, pelan-pelan mengendurkan injakan pada gas.
Sudut bibir Fu Jingshen melengkung nyaris tak terlihat.
Dari rumah ke perusahaan, jarak tempuh normal dengan mobil adalah dua puluh menit. Namun saat melewati daerah ramai kendaraan, Ji Ying memperlambat laju sehingga ketika mereka tiba, jarum jam sudah menunjukkan kurang beberapa menit menuju pukul delapan.
Saat hendak belok, Fu Jingshen tiba-tiba berkata, "Bawa mobil ke pintu utama perusahaan."
Menurut kebiasaan Fu Jingshen, Ji Ying mengira dia akan langsung naik lift eksklusif parkiran ke lantai atas. Tak disangka dia justru memilih pintu depan.
Fu Jingshen dengan lembut bertanya: "Area parkir sulit untuk pengemudi pemula."
Ji Ying mengangguk percaya begitu saja.
Saat ini adalah jam sibuk berangkat kerja. Melalui jendela mobil terlihat banyak karyawan berjalan gelisah menuju gedung.
Fu Jingshen membuka pintu mobil. Sebelum turun, dia menoleh sambil tersenyum: "Terima kasih Nyonya Fu sudah mengantarkan dengan sukarela."
Ji Ying menjawab riang: "Tidak sungkan."
Sebelum berpulang, Fu Jingshen berpesan lagi: "Suruh sopir menemani saat pulang nanti."
Ji Ying menopang dagu di setir, mengangguk setuju.
Baru saja akan menyalakan mesin untuk pergi, tiba-tiba pria itu menghentikan langkahnya. Bibir tipisnya bergerak pelan sambil menatap ke arahnya: "Aku pulang kerja pukul lima setengah sore nanti."
Ji Ying: ?
Dengan terbata-bata ia menjawab: "Aku harus menjemput kakak sulungku siang ini, sudah janji dengannya."
Mendengar ini, Fu Jingshen malah tak bergerak. Bibirnya mengerucut: "Jemput aku dulu."
Ji Ying: "Tapi aku sudah berjanji..."
Ucapan terhenti di tengah. Melihat sikap tegas pria yang tak mau mengalah, ia akhirnya mengangguk pasrah.
Ji Ying menyaksikan sosok Fu Jingshen yang menjauh dengan ekspresi penuh tanya, tak memahami persaingan tak masuk akal ini.
Apakah mereka semua benar-benar tak punya mobil?
-
Grup Fu memiliki sistem absensi ketat. Hadiah uang kehadiran penuh sebulan yang sudah di depan mata membuat tak ada yang mau kehilangannya.
Beberapa kelompok karyawan yang tepat waktu masuk kerja membuat lift pagi itu terasa sesak tak biasa.
"Berhasil mengejar lift terakhir untuk berangkat kerja, para hadirin masing-masing tampak lega."
"Namun saat pintu lift hampir menutup, mereka melihat Direktur Fu yang baru saja masuk dari pintu perusahaan."
"Aduh, itu Direktur Fu? Apa aku tidak salah lihat?"
"Tidak mungkin, kenapa Direktur Fu naik lift ini?"
"Tadi kalian tidak lihat mobil sport merah di luar? Direktur Fu turun dari mobil itu!"
"Direktur Fu ganti mobil? Warna merah? Mobil yang semencolok itu benar-benar dipakai Direktur Fu?" Pertanyaan ini membuat tiga pandangan hidup si penanya hancur berkeping.
"Sudah jangan bahas ini. Lift akan kelebihan muatan kalau ada satu orang lagi. Siapa yang mau menyerahkan tempat untuk Direktur Fu?"
Pandangan para hadirin serempak tertuju ke pinggiran kerumunan.
Karyawan di pinggir itu wajahnya pucat pasi, hampir saja melangkah keluar ketika Fu Jingshen sudah mendekat.
Pria tampan tinggi itu menundukkan sorot mata, melirik ke dalam lift lalu bertanya datar: "Kelebihan muatan?"
Karyawan itu ragu-ragu mengangguk: "Direktur Fu, saya menyerahkan posisi untuk Bapak..."
Fu Jingshen: "Tidak perlu." Ia mundur selangkah: "Saya tunggu lift berikutnya."
Karyawan itu terkejut, lalu penuh syukur memandang bosnya, "Terima kasih Direktur Fu..."
Belum selesai bicara, suara Direktur Fu yang datar kembali terdengar: "Istriku mengemudi agak lambat, pagi ini kami sedikit terlambat."
Para hadirin: "......?"
Tapi mereka tak sempat bereaksi, pintu lift sudah menutup.
"Ya ampun, saya baru datang langsung bertemu Direktur Fu?" Di dalam lift, karyawan baru itu bersemangat berdecak kagum: "Dia terlalu tampan!"
Karyawan senior melemparkan pandangan kasihan padanya. Tampan memang, tapi mengerikan juga sungguh mengerikan.
"Jadi hari ini Nyonya Fu yang mengantar Direktur Fu ke kantor?"
"Iya, bukankah Direktur Fu sudah mengatakannya?"
"Astaga, istri bidadari Direktur Fu itu?"
"Ada yang melihatnya? Benarkah dia sangat cantik?"
"Lupakan saja, si bidadari tidak keluar mobil."
Sambil berbicara, para hadirin mulai berdiskusi satu sama lain tentang gosip di internet.
Hingga tiba-tiba seseorang bersuara: "Benarkah tak ada yang merasa... kalimat terakhir Direktur Fu agak tanpa tujuan? Apakah beliau tipe orang yang akan menjelaskan alasan pada kita?"
Semua diam serentak selama beberapa detik, saling pandang sesaat, lalu tiba-tiba tersadar—
Pamer! Pasti sedang pamer! Memamerkan istri bidadarinya yang mengantarnya kerja!
-
Kantor Manajemen Umum.
Sekretaris Chu kembali menengok ke arah jam.
Pukul delapan lewat tiga menit.
Di sisa hidupnya, ia menyaksikan Direktur Fu terlambat tiga menit!
Selama bertahun-tahun memimpin Grup Fu, jadwal harian Fu Jingshen adalah yang paling disiplin menurut pengamatan Sekretaris Chu.
Berapa pun larutnya jam kerja hari sebelumnya, beliau pasti tiba di perusahaan antara pukul tujuh lima puluh hingga tujuh lima puluh lima, dengan toleransi keterlambatan tak lebih dari tiga menit.
Pukul 08.04, langkah kaki yang tidak tergesa terdengar di luar kantor direktur utama. Mendengar suara itu, semua staf di kantor direktur seolah telah dilatih sebelumnya, menyembunyikan wajah dengan fokus menatap layar komputer dan dokumen di depan mata.
Sekretaris Chu melangkah mengikuti Fu Jingshen dari belakang, "Direktur Fu."
Fu Jingshen menanggapi rendah, melirik jam tangannya, "Maaf, hari ini agak terlambat."
Sekretaris Chu menggelengkan kepala sambil tersenyum: "Hanya beberapa menit, mungkin perjalanan mobil di jalan agak lambat..."
Belum selesai bicara, Fu Jingshen memanggilnya dengan tenang bagai angin sepoi-sepoi: "Sekretaris Chu." Detik berikutnya, suara rendahnya yang jernih menggema di seluruh kantor direktur: "Bagaimana Anda tahu istri saya menyetir agak lambat?"
Sekretaris Chu: "......?"
Kapan aku mengerti?
Catatan Penulis:
《Tentang Ego Pria》
