Tua bangka memang lengket gigi.
Yang datang lebih dulu daripada jawaban Ji Ying, adalah dengusan dingin Ji Huai.
Ji Huai menginjak gas, langsung menambah kecepatan. Di mobil ini, ia tak ingin berlama-lama sedetik pun!
Pipi Ji Ying memerah samar-samar, ujung jari putih halus meraih erat-erat telepon genggam, melirik profil datar Ji Huai yang tak berkespresi, agak tak enak mengaku kerinduan.
Setelah lama, ia bergumam pelan: “Tak ingin.”
Fu Jingshen mengangguk tenang, namun nada suaranya sedikit meninggi: "Tidak ingin, atau tidak mau mengungkapkan kerinduan?"
Sudut bibir Ji Ying naik turun, dengan sedikit kemarahan ia menggigit bibir bawahnya. Dia selalu seperti ini, bisa menebak isi hatinya tanpa berpikir panjang.
Dari sisi lain terdengar bisikan sinis, "Kalau begitu aku yang akan mengatakannya untukmu."
Pria itu berbicara kata demi kata, suaranya berat seperti cello: "Aku merindukanmu."
Bulu mata Ji Ying bergetar, ujung hatinya seolah meleleh oleh madu. Ia menunduk, bibir merahnya merekah membentuk senyuman.
Tiba-tiba klakson mobil berbunyi keras. Ji Huai menunjukkan wajah masam, kesabarannya hampir habis.
Sama sekali tidak mengerti apa yang sedang diperpanjang-panjangkan Ji Yingying dengan pria tua itu.
Setelah berbicara lama, dipikir-pikir tak ada satu pun ucapan serius.
Ji Huai merasa drama idola kelas tiga yang pernah dibintanginya pun tak seenek ini!
Diingatkan oleh klakson mobil ini, Ji Ying kembali sadar, pipinya mulai terasa panas muncul terlambat, "Jangan bicara dulu, tutup telepon."
Melihat Ji Ying menutup telepon, Ji Huai berkata dengan nada dingin: "Tua bangka memang lengket."
Ji Ying: "……"
Tak tahan mendengus pelan dari hidung: "Nanti kalau Kakak kedua pacaran, pasti lebih lengket lagi."
"Kakak setampan ini," sudut bibir Ji Ying melengkung angkuh, berkata santai: "Ada perempuan yang perlu aku lengkatin?"
Ji Ying mengernyitkan bibir: "Kalau gitu aku tunggu ya."
Akomodasi malam hari adalah homestay bergaya khas Huizhou, dinding putih genteng hitam, sangat estetis, kamar dipilih peserta melalui undian.
Ji Ying pertama kali menginap di homestay gaya seperti ini, sangat tertarik dengan loteng kecil di lantai atas yang memiliki balkon terbuka. Sayangnya keberuntungan biasa saja, hanya dapat kamar di lantai tiga yang membelakangi cahaya.
Diam-diam ia melirik Ji Huai yang aura keberuntungannya meledak-ledak, lalu menarik kembali pandangan ngilernya.
Akhirnya, Shi Yi dan Ji Ran mendapatkan kamar di lantai dua, sedangkan Li Chengru dan Ling Xuan di lantai satu.
Komentar langsung jelas-jelas sangat puas dengan hasil ini.
[Shuang Ji tinggal di lantai yang sama~]
[Untung bukan Shi Cha Cha, kalau tidak kakakku pasti akan dikait-kaitkan lagi]
[Fans merasa sangat tenang dengan Kakak Sakura tanpa alasan jelas]
[Kakak cantik dan berbakat, kalau dipikir-pikir sebenarnya kakakku yang tidak pantas untuk kakak...]
Setelah pembagian kamar, para tamu bersiap kembali ke kamar masing-masing untuk membereskan barang. Shi Yi menggigit bibir bawahnya, tatapannya menancap pada Ji Huai sambil merajuk lembut, "Guru Ji, aku sangat suka kamar Anda."
Niat pertukaran dalam pandangan Shi Yi hampir meluap, tapi Ji Huai seolah tak melihat, langsung mengangkat koper menuju lantai atas sambil menyambar koper Ji Ying, berkata malas-malasan: "Ah, aku juga suka."
Shi Yi terdiam, mengerutkan bibir lalu menatap Ji Ying: "Yingying, kamarku di lantai dua sangat luas, maukah kau bertukar denganku?"
Ji Ying diam sejenak, melirik ke Ji Huai yang menyorotkan pandangan "berani kau setuju" padanya.
Ji Ying menggeleng tegas, tersenyum tipis: "Tapi aku juga sangat menyukai kamarku."
Gagal di dua front, bibir Shi Yi bergetar canggung, suaranya mengecil: "Ini salahku, sudah mengganggu kalian."
Barrage komentar kembali memanas.
[Ji Huai benar-benar tak punya sopan santun ya?]
[Ah Huai tak sopan tapi mau bawa koper Kakak Sakura? Kenapa cuma ke idolamu dia tak sopan? Benar-benar tak ada hitungan di hati?]
[Mingming kamar Art cub kami lebih bagus dari Ji Ying, mengapa Ji Ying juga tidak menyetujui? Aku rasa Ji Ying ini juga bukan lampu hemat, menarik kelas top untuk spekulasi cp-nya membangun reputasi!]
[Penggemar Shi Chacha jangan menggonggong, Kakak Sakura mengapa harus memberikanmu kesempatan untuk keluargamu?]
Berbelok naik ke lantai tiga, Ji Ying mengambil koper dari tangan Ji Huai, hendak kembali ke kamar, dihentikan oleh Ji Huai, menatapnya dengan bingung.
Ji Huai dengan santai melemparkan kunci penjara ke Ji Ying, menganggukkan dagu ke arah kamar dengan balkon terbuka: "Pergi tinggal di sana."
Mata Ji Ying berbinar, waspada melihat sekeliling, untuk sementara belum menemukan kamera.
Dengan ragu dia bertanya: "Kakak kedua, tadi kau bilang juga menyukai kamar ini kan?"
Ji Huai berkata malas: "Aku menyisakan untukmu, berdasarkan apa harus memberi keuntungan padanya?" Dia mendekat, telapak tangannya mengusap tengkuk Ji Ying, "Cepat pergi."
Ji Ying merekahkan bibir, suaranya gemerincing: "Terima kasih, Kakak!"
Ji Ying berhasil menempati kamar idamannya, berputar-putar di sekitar balkon kecil terbuka. Baru hendak membereskan koper untuk beristirahat, kru program segera mengumumkan masih ada sesi wawancara individual masing-masing.
Setelah wawancara, malam sudah larut, syuting hari ini akhirnya benar-benar selesai.
Sebelum tidur, Ji Ying mengirim foto kamarnya ke grup keluarga dan Fu Jingshen.
Sungguh tak disangka, di jam segini Yu Wanqing belum mulai tidur kecantikan, [Bukannya Ah Huai yang dapat kamar ini?]
Ji Ying: [Kakak kedua melihat aku menyukainya, menyerahkan kamar padaku. Ibu kalian menonton siaran langsung?]
Yu Wanqing: [Iya, seluruh keluarga sedang menonton sembunyi-sembunyian tertawa/sembunyi-sembunyian tertawa]
Yu Wanqing: [Kami Yingying malam ini sungguh luar biasa]
Sudut bibir Ji Ying melengkung, jarinya menyentuh lembut layar: [Kakak kedua juga hebat]
Pesan baru saja terkirim, chat pribadi Ji Huai langsung menyusul.
[Jangan di-cue kakakmu]
Ji Ying mendengus pelan：[Mengapa tidak?]
Pesan di grup mulai berkedip, Yu Wanqing：[Ah Huai juga hebat, tampan dan keren, kan?]
Ji Ying：[Benar! Pantas jadi kakakku]
Detik berikutnya, pintu kamar Ji Ying diketuk. Ia turun dari ranjang dan membuka pintu, melihat wajah kaku Ji Huai yang dibuat-buat, namun pangkal telinganya yang memerah akhirnya membocorkan perasaannya.
Ekspresinya agak gugup: "Ji Yingying!"
Ji Ying mengedipkan mata dengan polos, "Ada apa, Kakak Kedua?"
Ji Huai merasa seluruh momen memalukan secara sosial di internet jika digabung masih kalah canggung dari ini. Dengan risi ia berkata: "Jangan bahas aku di grup lagi."
"Ayah pasti akan sangat kesal jika melihatnya."
Ji Ying: "Tapi Ibu bilang, Ayah juga sedang menonton programnya lho."
Ji Huai mengunci bibirnya rapat: "Ayah sama sekali tidak berbicara."
Ji Ying menunjuk tulisan [Keluarga] di layar ponselnya, "Ayah jelas-jelas sedang menonton."
Sorot mata Ji Huai mengalihkan pandangan, ia menyindir dengan senyum: "Dia menonton pun bukan untukku."
Udara tiba-tiba mengeras, Ji Huai menunduk, berkata pelan: "Sudah larut, aku pergi dulu."
"Kamu tidur lebih awal."
Ji Ying berpegangan pada bingkai pintu, mengangguk lembut.
Kembali ke kamar, dia menarik napas ringan dengan sedih. Menyalakan layar, melihat Fu Jingshen membalas pesan.
[Balkonnya bagus.]
Ji Ying melengkungkan sudut bibir, menembus jendela lantai, menatap pagar dengan ukiran kayu Huizhou.
[Yang paling kusukai juga balkon ini]
Fu Jingshen:[Kalau suka beli saja.]
Ji Ying antara ingin tertawa dan menangis, [Menginap dua malam saja sudah cukup, buat apa beli]
Setelah mengobrol sebentar, Ji Ying mulai mengantuk, tak sadar menguap, santai mengirim pesan: [Agak ngantuk]
Lama kemudian, layar berkedip, dari sana membalas empat karakter: [Istirahatlah cepat.]
Seolah-olah sudah lama ingin mengakhiri percakapan.
Ji Ying: "......"
Ji Ying mengerutkan bibir, perasaannya tiba-tiba merasa risi.
...Apakah dia benar-benar merindukannya?
Setelah menyadarinya, Ji Ying merasa diri sendiri kekanak-kanakan dan mulai kesal karena termakan ucapan "merindukannya" yang sekadar dilontarkan pria itu.
Ji Ying bahkan enggan membalas "selamat malam", hanya tahu masuk ke dalam selimut dengan geram.
Fu Jingshen memandang telepon yang sudah tak ada aktivitas, menutup laptop, lalu bergegas kembali ke kamar dari ruang baca.
Saat pintu terbuka, kamar utama terasa lebih sunyi dari biasanya. Burner dupa yang sering dimainkan Ji Ying di tepi ranjang pun tak ada kehangatan lagi.
Fu Jingshen melirik jam, lalu berbaring dan memejamkan mata.
Entah berapa lama, tiba-tiba ia membuka mata lagi.
Sangat jarang, ia mengalami insomnia.
-
Ketika alarm berbunyi tepat waktu, Ji Ying mengusap mata yang perih lalu mengangkat tubuh dari ranjang.
Semalam tidurnya tidak nyenyak.
Ji Ying menekan-nekan kasur lembut di bawahnya, bertanya-tanya dalam hati: Apakah aku mulai tergantung pada kasur?
Usai mandi, Ji Ying mengaplikasikan bedak lebih tebal di sekitar mata untuk menutupi lingkaran hitam samar.
Setelah berganti pakaian kasual yang disiapkan kelompok program, Ji Ying bergegas keluar. Saat melewati kamar Ji Huai, dia mengetuk pintu sambil mengangkat tangan, "Kak, sudah bangun?"
"Sudah."
Tak lama kemudian, Ji Huai membuka pintu, suaranya masih rendah serak karena baru saja terbangun.
Ji Ying tahu sejak kecil Ji Huai punya emosi bangun tidur yang parah. Kini masuk dunia hiburan, tak hanya harus bangun pagi, bahkan pola tidur siang-malam yang terbalik sudah jadi hal biasa.
Keduanya berjalan berurutan menuju aula megah. Mereka termasuk datang lebih awal, duduk menunggu sebentar sebelum peserta lain baru datang perlahan.
Ji Ying pergi ke dapur, merendam secangkir teh oolong lalu menyerahkannya pada Ji Huai, "Kak, minumlah untuk melembapkan tenggorokan." Pandangannya tertahan pada lingkaran hitam di bawah mata Ji Huai, tahu bahwa semalam kakaknya juga kurang tidur.
Ji Huai menerima cangkir teh itu.
Tiba-tiba, suara perlahan terdengar dari tangga. Shi Yi tersenyum melihat cangkir di tangan Ji Huai: "Guru Ji sedang meneguk apa? Apakah kami juga boleh mencicipi?"
Li Chengru yang baru datang dan tidak memahami situasi melirik ke dalam cangkir Ji Huai, "Aroma tehnya harum." Lalu menatap Yu Shu sambil bergurau, "Kenapa panitia program pilih kasih, kami tidak dapat juga?"
Yu Shu tersenyum tipis: "Ini diseduh langsung oleh Yingying kami, bukan dari panitia program."
"Jujur ya." Shi Yi berpura-pura terkejut: "Yingying, bolehkah kamu menyeduhkan secangkir untukku? Bangun terlalu pagi, memang perlu secangkir untuk menyegarkan pikiran."
Suasana di ruangan langsung mencekam. Semua orang serentak menatap Shi Yi, Ling Xuan bahkan tidak kuasa menahan diri, sudut bibirnya berkedut.
Belum lagi status Ji Ying sebagai Nyonya CEO yang resmi, sekalipun peserta biasa, tidak ada alasan melayanimu menyeduh teh. Jadi apakah Shi Yi benar-benar tidak paham atau sengaja berlagak manja?
"Braak"—suara keras terdengar.
Ji Huai menaruh cangkir teh di meja dengan kasar, menatapnya dengan ekspresi datar: "Kalau mau minum, seduh sendiri."
Shi Yi tertegun oleh keganasan di wajahnya, kharismanya tidak berdaya: "Aku juga melihatmu sedang minum, Yingying kok tiba-tiba cuma berendam untukmu seorang saja."
Ji Ying menunduk dan tersenyum, berkata datar: "Ingin berendam ya sudah berendam."
Suasana di seluruh ruangan menjadi kaku.
[Ya ampun aku sangat canggung, Shi Cha kamu benar-benar tidak merasa canggung?]
[Iya dong, Kakak berdasar apa harus berendam untukmu?]
[Lalu mengapa menyeduh untuk Ji Huai? Jangan terlalu standar ganda lah]
[Omong-omong, Ji Ying ini benar-benar menjilat ke Ji Huai ya]
[Lantai atas ini ngomong Tai apa sih?]
Melihat Ji Ying sama sekali tidak bermaksud menjaga gengsinya, ekspresi Shi Yi berubah-ubah. Li Chengru yang menyadari suasana tidak nyaman, berdiri: "Kebetulan, aku juga ingin meneguk teh."
"Aku akan menyeduh secangkir."
Ji Ying tersenyum tipis: "Ada kantong teh yang kutaruh di dapur."
Bisa dibilang sudah memberikan Shi Yi kesempatan turun tangan, dia mengikuti Li Chengru dengan canggung.
Hari ini program resmi memasuki tema masing-masing. Yu Shu menyatakan prosedur: para tamu perlu pergi ke lokasi petik teh yang telah ditentukan, menyelesaikan panen daun teh. Sebagian akan dijual di pasar, sisanya dibawa ke pabrik teh pada hari ketiga untuk menyelesaikan proses produksi.
Ji Ying hanya bisa menghela napas pilu setiap mengingat lahan pertanian tandus yang menjadi bagiannya dan Ji Huai.
Setelah sarapan, kelompok produksi berangkat menuju lokasi tujuan kali ini——
Kampung Shiying.
"Kamu pernah ke sana?" Di dalam mobil, Ji Huai yang sedang menyetir menoleh mendadak: "Bagaimana mungkin kita ke tempat ini?"
Ji Ying menjelaskan bahwa dulu pernah mengikuti Tuan Li ke Kampung Shiying.
"Jadi," Ji Huai mengangkat alis dengan lembut, "inilah alasanmu ikut program ini?"
Ji Ying mengangguk, "Mempromosikan teh Huizhou adalah hasrat kecilku."
"Memang pantas jadi anak kesayangan kami." Senyum Ji Huai merekah hangat, sudut bibirnya membentuk lengkungan yang lembut.
Para peserta bergerak secara gap gempita menuju lokasi kaki bukit, menatap pegunungan tak berujung di depan mata. Para tamu undangan serentak menghirup napas dalam-dalam.
Yu Shu tersenyum: "Teh berkualitas selalu tumbuh di pegunungan. Hari ini kami mengapresiasi kerja keras para hadirin. Percaya penonton kita pasti tidak akan kecewa."
Musim masih berada di puncak panas. Perlahan suhu semakin meningkat. Dengan susah payah melewati jalan pegunungan terjal, tenaga para peserta sudah terkuras separuh.
Li Chengru menghela napas melihat ke arah kru program, berkelakar: "Sudah tahu kru program suka membuat kami repot."
Ji Ran menghela napas panjang, mengenakan topi jerami sambil menatap mentari terik. Ling Xuan mengeringkan keringat di dahinya, sementara Shi Yi memilih keluar dari lensa untuk memanggil penata rias. Di depan lensa siaran langsung, para peserta tampak memprihatinkan. Saat menoleh, mata Ji Ying tertumbuk pada Ji Huai yang berdiri di pinggiran, dadanya berdegup kencang.
Secara teori, siapa yang tidak berparas rupawan untuk bisa ikut program ini. Tapi bila dibandingkan dengan keduanya, tetap seperti serangan penurunan dimensi, seolah-olah tidak berada dalam filter yang sama.
Wajah "mukjizat dunia" Ji Huai memang bukan sekadar julukan. Kecuali lingkaran hitam yang agak mencolok, bahkan riasan pun tidak perlu. Di sampingnya, Ji Ying bahkan tidak berkeringat sama sekali, seluruh tubuhnya putih salju segar, bibir merah gigi putih, bagaikan bidadari.
[Keduanya benar-benar bisa diambil screenshot sembarangan dan langsung jadi adegan visual surgawi]
[Tolong artis pria-wanita di dunia hiburan menaikkan standar penampilan sampai level ini dong!!!]
[Harus diakui, secara penampilan Ling Xuan memang tidak bisa menyaingi Ji Huai]
[Sudahlah, pasangan Ji-Ji, top tahun ini untukku!]
Tiga lokasi panen teh memang tidak jauh jaraknya. Tapi jumlah dan kualitas daun tehnya sangat berbeda jauh.
Ji Ying membandingkan daun teh Ji Ran dengan miliknya sendiri, lalu kembali melirik Ji Huai dengan tatapan penuh makna.
Ji Huai batuk kecil dan memalingkan muka: "Ayo mulai."
Dia menunjuk ke daerah yang lembab dan dingin, berkata pada Ji Ying: "Kamu pergi ke situ untuk memetik."
Memetik teh adalah aktivitas yang sangat membutuhkan kesabaran dan ketekunan. Panitia acara khusus mengatur komentar langsung untuk setiap kelompok, meminta para tamu berinteraksi dengan penonton sambil memetik teh.
Komentar untuk Ji Huai berjejal memenuhi layar. Sesekali dia mengangkat kelopak mata, memilih pertanyaan untuk dijawab.
Teringat hasrat Ji Ying pagi tadi, Ji Huai yang berharga fantastis itu dengan serius menunjukkan senyum lembut pada penggemar.
[Kakak, jangan tersenyum begitu, aku takut]
[Tiba-tiba sopan begini, aku jadi was-was]
Siapa yang tak tahu Ji Huai tak pernah memanjakan penggemar, tapi justru sifat keras kepalanya ini yang sangat disukai mereka.
"Ini adalah Desa Shiyin di Prefektur Huizhou, pemandangannya indah, tehnya juga berkualitas. Bagi penggemar yang suka minum teh, bisa mencoba..." Sebelum selesai bicara, tiba-tiba pandangannya tajam: "Aku salah petik?"
Ji Huai menunduk melihat daun di tangannya, bersikap keras kepala: "Kalian jangan macam-macam."
Ji Huai mengambil selembar daun hijau tua dari keranjang teh, bersumpah: "Ini bukan daun teh? Daun pohon teh bukan termasuk daun teh?"
Ji Ying yang sedang menunduk memetik teh menoleh ke arah suara: "Ada apa?"
Dari kejauhan, Ji Huai dengan wajah tidak terima menunjukkan setangkai dedaunan ke arahnya: "Mereka bilang ini bukan teh. Nilailah, kalau bukan teh lalu apa ini?"
Ji Ying: "......"
Melihat Ji Huai yang hampir merontokkan semua tunas di pohon itu, Ji Ying merasa pusing sesaat.
"Kamu salah petik." Ji Ying memejamkan mata sebentar, menarik napas dalam, lalu menunjuk ke tunas hijau muda di tangannya: "Ini baru daun teh."
Ji Huai: "......"
Dia merasa kepalanya hampir meledak.
Memastikan kembali: "Ini benar-benar bukan tunas?"
Ji Ying hanya meninggalkan sosok diam yang menjauh darinya.
Penggemar di siaran langsung hampir mati ketawa.
[Kakak, ekspresimu ini bisa kugunakan bahan tertawaan seumur hidup]
[Inikah lokasi siaran langsung yang mengalami kegagalan besar?]
[Kakak saja tak ingin menanggupmu]
[Masih berani promosi begini? Dapet uang suap ya?]
[Kau seperti lelucon saja]
[Haters di lantai atas sana pergi sana!]
Entah karena panas atau canggung, kulit putih dingin Ji Huai memerah, diam seribu bahasa karena marah sambil asyik memetik teh.
Ji Ying juga menerima banyak komentar, sesekali mengangkat bulu mata untuk melihat. Hanya menjawab selektif saat ada pertanyaan tentang jenis teh.
Tiba-tiba, seseorang membanjiri layar dengan komentar: [Kapan Kakak putus dengan Fu Jingshen dan jadi pacarku!]
Ji Ying terkejut, tak tahan menahan tawa, ujung jari putih halusnya diletakkan di bibir, berbisik "Ssst."
"Jangan ucapkan ini, dia akan marah kalau lihat."
Detik berikutnya, pandangannya terpaku pada sebuah komentar V merah yang berkedip-kedip secara kebetulan.
Fu Jingshen V: "Tapi aku sudah melihatnya. Menurutmu bagaimana ini harus diselesaikan?"
